Sunday, July 31, 2016

Sukacita di hati


Amsal 19:6, "Banyak orang yang mengambil hati orang dermawan, setiap orang bersahabat dengan si pemberi."


Pagi itu saya melihatnya duduk di pojok sekolah. Beberapa hari kemudian saya kembali melihatnya duduk disana. Dan pagi ini  kembali saya melihatnya duduk sendirian disana. Seorang gadis kecil dengan wajah yang tampak murung, kulit gelap dengan rambut kurang tertata rapi, seakan banyak beban yang ditanggungnya. Tidak ada canda tawa keluar dari mulutnya. Hanya kesedihan.

Saya melihat sebuah sepeda tua terparkir di luar halaman sekolah, dan saya tahu itu sepeda miliknya yang setiap hari dia gunakan ke sekolah.
Saya tidak tahan untuk tidak mendekatinya. "Siapa namamu?, saya lantas duduk di sampingnya. "Clarrisa", demikian dia menjawab sambil menundukan kepala. Tampak wajahnya yang sayu saat menjawab pertanyaan saya. "Clarissa", nama yang indah", tampak dia mulai tersenyum.  "Dimana tempat tinggalmu dan siapa orang tuamu?" Saya kembali bertanya. Perlahan dia menjawab "Saya tinggal di sebuah mess, ayah saya baru meninggal setelah setahun sakit, ibu saya tidak bekerja, dan sebentar lagi saya harus pulang ke kampung halaman dan tidak melanjutkan sekolah lagi." Saya merasa iba mendengarnya dan kemudian bertanya, "Apakah kamu mau tinggal di rumah saya bersama keluarga saya?. Dia tidak langsung menjawabnya, namun wajahnya menunjukan kegembiraan. Beberapa menit kemudian dia menjawab, "Ya, saya mau."

Keesokan harinya dia datang bersama ibunya untuk menyerahkan Clarissa kepada keluarga kami. Dan saat ini Clarissa bersama dengan keluarga kami. Kini wajahnya tidak muram lagi, tampak lebih ceria, dan lebih bersemangat.
Kasih menutupi segala dukacita. Apabila kita siap memperhatikan penderitaan setiap orang, dan ini menjadi  sukacita bagi surga.

Kiranya renungan yang singkat ini dapat mendorong kita memperhatikan orang-orang yang berduka hatinya sehingga dia mendapat sukacita .

Tuhan memberkati.

Saturday, July 30, 2016

Setiap hari penuh arti


Amsal 18:14, "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?"


"Hidup saya sangat membosankan", demikan seorang teman mengatakan kepada saya saat kami berbicang-bincang sore  di beranda rumah saya.  "Semua tampak datar, saya tidak bersemangat", kembali dia mengeluh. Saya mengalihkan pandangan saya tepat kepada wajahnya, saya menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan disana. "Mengapa demikian?, saya tidak mengerti, apanya yang membuat kamu merasa datar?", saya mencoba menggalinya. Teman saya tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangan mata. Kemudian saya katakan demikian kepadanya, "Bukankah setiap hari kamu sangat sibuk mulai dari bangun tidur, menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anak, membersihkan rumah, menikmati rumah sebagai istana, menyiram tanam2an yang ada disekitar rumah, merapihkan pakaian keluarga, menyiapkan makan malam untuk keluarga, bahkan memiliki waktu untuk hal-hal yang menyenangkan seperti merawat tubuh, berolah raga, menonton siaran TV, dan membaca koran ?." Tampak wajah teman saya berubah. Dia mulai tertarik mendengarkan apa yang saya baru sampaikan. Dia menatap saya. Kembali saya tambahkan, "Kamu tidak merasakan tekanan  seperti apa yang saya rasakan setiap hari,  hidup saya terasa sangat berat karena setiap hari saya harus bangun pagi-pagi, berangkat kerja saat matahari belum muncul dan tiba di kantor saat matahari terbit, dan  harus langsung  bekerja, belum lagi kalau berbuat salah dan bos marah, kemudian pulang malam karena macet di jalan, bahkan kadang harus lembur dan meninggalkan anak-anak di rumah setiap hari, sangat melelahkan....."

Teman saya seperti sedang berpikir. Kami sama-sama terdiam sejenak. Saya melanjutkan dengan sedikit berfilosofi, saya katakan, "Kita harus tetap bersyukur atas apa yang terjadi dan yang kita lakukan dalam kehidupan kita. Bangun pagi dan berangkat pagi-pagi ke tempat bekerja adalah sebuah anugerah karena kita bisa menikmati segarnya udara pagi dan indahnya matahari terbit. Tiba di kantor bertemu dengan teman-teman yang menyambut dengan senyuman. Pulang ke rumah bertemu dengan anak-anak yang menyambut dengan penuh rasa rindu setelah sepanjang hari tidak bertemu. Tampak wajah teman saya mulai tersenyum. Kami sama-sama menyadari bahwa setiap orang memiliki kegiatan dan aktifitas yang berbeda-beda setiap hari namun semuanya haruslah menjadi sesuatu yang berarti dalam hidup ini.

Tuhan memberikan kepada kita kesempatan untuk menjalani hidup ini setiap hari. Mari kita gunakan anugerah ini untuk menjadikan setiap hari menjadi penuh arti.

Selamat beraktifitas, Tuhan memberkati.

Friday, July 29, 2016

Kuatir


1 Petrus 5 : 7, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”

Suatu hari ketika menghadiri acara wisuda saudaraku,  di sebuah Perguruan Tinggi di kota Bandung, aku bertemu dengan teman lama semasa SMA. “Hi Hana,  apakakabar,…  masih ingat aku?” seorang pria yang berperawakan tinggi menyapaku. Kutatap wajah pria tersebut “Sam…, apakabar,  kemana aja selama ini?” jawabku kepadanya.  Kami akhirnya saling bercerita melepas rindu, mengenang masa-masa di SMA dulu dan menceritakan kegiatan-kegiatan selama ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, aku dan Sam jadi lebih sering bertemu.   Akhirnya kami berpacaran dan dilanjutkan dengan rencana untuk menikah. “Sam,  ada yang ingin kusampaikan kepadamu.” “Ada apa Hana,  koq, kelihatannya serius banget, stress ya, dengan rencana pernikahan kita? Kita bawakan dalam doa  segala rencana kita, pasti semuanya akan berjalan dengan lancar.” Kata Sam kepadaku. “Bukan itu masalahnya Sam, aku ini pernah di diagnosa oleh dokter mengidap penyakit autoimune. Kalau hamil, kehamilannya tidak akan bertahan lama. Aku khawatir Sam… kamu kan anak tunggal.  Bagaimana kalau nanti aku aku mengalami masalah dengan kehamilan?”  “Jangan terlalu khawatir Hana,  pasti Tuhan akan menolong kita.  Kalau Tuhan berkehendak, tidak ada yang mustahil.”

Akhirnya, setelah semua persiapan rampung, kamipun menikah.  Tak lama kemudian aku mengandung.  Apa yang aku khawatirkan terjadi. “Maaf bu, pada usia kehamilan tiga bulan ini, janin ibu tidak berkembang, jadi harus dikeluarkan.” Dokter menyampaikan berita yang begitu menghancurkan hatiku.  Dimasa sulit itu,  Sam selalu menguatkanku. “Tuhan pasti akan menyediakan yang terbaik.  Sambil kita berobat, kita serahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan.” Itulah yang selalu disampaikan oleh Sam kepadaku. Benar, setelah beberapa bulan,  Tuhan menjawab doa kami.  Akupun mengandung lagi. “Terima kasih Tuhan, karena Engkau memberikan kepada kami anak yang kami rindukan.”  Adalah doaku  dan Sam, ketika akhirnya  anak kami  lahir dengan  sehat,  tidak kurang satu apapun.

Sebagai manusia, kita sering dipenuhi dengan kekuatiran.  Ada kekuatiran yang beralasan, tapi seringkali banyak kekuatiran kita yang  berlebihan, yang belum tentu terjadi.  Kita menjadi susah, karena kita bersandar pada kekuatan kita sendiri.  Padahal,  kalau saja kita  percaya, bahwa segala sesuatu tidak ada yang terjadi tanpa seijin Tuhan, maka tentu hidup akan menjadi lebih sederhana dengan segala permasalahannya.  Oleh sebab itu,  mari kita belajar untuk menyerahkan semua kuatir kita kepada-Nya, sebab Ia yang akan memeliharakan kita, sebagaimana yang dituliskan dalam ayat renungan kita pada pagi ini.  Tuhan memberkati.

Thursday, July 28, 2016

Sebuah kisah kesederhanaan

Galatia 6 : 9, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."


"Cari buku apa pak?" Tanya seorang ibu yang sedang berdiri di sebuah koridor diantara rak-rak buku. "Oh, buku bahasa indonesia" jawab saya dengan spontan. Ibu itupun menunjukkan dan mengambilnya untuk saya, "ini bukunya." Saya menerimanya seraya berkata "Terimakasih bu". Dengan santun ibu ini membalasnya dengan berkata, "iya pak sama2" sambil senyum ramah kemudian bertanya pada saya, "pak biasanya di toko ini diskon ngga ya?", "sepertinya diskon bu", saya menjawabnya. "Diskon berapa biasanya?" Ibu ini melanjutkan. "Wah kalau itu saya kurang tahu berapa besaran diskonnya." Ibu ini lantas  tersenyum dan melanjutkan kembali memilih-milih buku yang ia cari. Demikian ketika saya bertemu dengan seorang ibu di toko buku siang itu, tiga hari yang lalu.

Setelah selesai memilih beberapa buku, saya pun menuju ke kasir untuk membayarnya. Dimeja kasir saya mencoba untuk memastikan bahwa buku-buku yang saya ambil itu benar, sambil mencocokkan dengan secarik kertas yang saya bawa yang berisi jumlah buku dan jenisnya. Sambil mengecek satu persatu, ibu yang tadi bertemu saya di koridor juga telah selesai dan berdiri tepat disamping saya sambil menunggu gilirannya. Oleh karena sedang berkonsentrasi pada pengecekan buku-buku, saya tidak menghiraukan jika ibu ini menyodorkan kepala kearah secarik kertas catatan yang saya sedang lihat, sambil mengamatinya sang ibu kemudian berkata, "catatanya sama, sekolahnya sama. Apakah anak bapak bersekolah di…” (ibu ini menyebutkan nama salah satu sekolah di jakarta). "Benar. kog ibu tau?" Saya  bertanya sedikit heran. Kami saling tertawa oleh karena bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Anak ibu kelas berapa?" Pertanyaan itu juga yang ibu itu ajukan kepada saya. Dalam satu kesempatan sedang mencari sesuatu yang sama, untuk tujuan yang sama dan dari sekolah yang sama pula. Kamipun terdiam sejenak, saya kembali menghitung dan mengecek buku satu persatu. "Anak ibu namanya siapa?" Saya mencoba bertanya. "Oh, hmm, ada laah." jawabnya kemudian terdiam karena tidak ingin nama anak tersebut saya ketahui. “Oh, okey. Ngga apa2 ibu” jawab saya kemudian.



Belum sempat berpikir sesuatu, saya melihat wajah ibu ini dengan sebuah senyum yang menyiratkan kasih. Ia kemudian mengatakan dengan lembut tanpa saya bertanya. Dan dari pernyataan ibu ini, saya seolah tersentak dan sadar bahwa ada orang yang sudah usia lanjut tapi masih berusaha menolong orang yang kurang beruntung dan saya kemudian mengetahui tujuan, mengapa ibu ini datang ke toko buku itu dengan penampilan yang tampak sederhana namun bersahaja, walau sudah memasuki usia paruh baya. Ia mangatakan perlahan, “ada yang perlu dibantu, saya tidak usah sebutkan namanya ya.”

Dan pengalaman bertemu dengan seorang ibu yang biasa-biasa saja tetapi memiliki tujuan dan hati yang luarbiasa ini menjadi pelajaran yang berharga bagi saya pribadi. Bukan tidak mungkin ketika anda bertemu dengan ibu ini, anda juga tidak akan berpikir bahwa ia sanggup dan sedang akan menolong orang lain, tetapi ibu yang baik hati ini telah melakukannya. Saya kemudian teringat sebuah ungkapan yang pernah populer, yakni“don't judce the book by its cover.” Ketulusan dan kepolosan hati seorang ibu yang dermawan dengan penampilan yang sederhana mengungkapkan kasih yang tak ternilai.
Tuhan memberkati.

Wednesday, July 27, 2016

BUNGA LILI


Matius 13:30, "Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku."


“Pak,  pupuk bunganya ada?”  “Ada Neng,  mau beli berapa banyak?  Bibit bunga juga ada.”  Kata tukang penjual bunga kepadaku, sambil mengawasi apa yang aku dan suamiku sedang kerjakan. Seminggu sekali, kami membersihkan rumput dan ilalang yang tumbuh di halaman rumah kami. Kami memang menanam bunga Lili di halaman depan rumah kami dan kami sangat senang bilamana bunga itu berbunga dengan warna merah, kuning dan putih. Sungguh indah memandang bunga-bunga yang mekar itu. Setiap sore, tidak lupa kami menyiramnya agar bunga-bunga itu dapat berkembang dengan baik. Bahkan, sekali-sekali juga kami memberikan pupuk bunga agar tumbuhan ini cepat berbunga.

Namun, pupuk dan siraman air itu, tidak hanya menumbuhkan bunga yang kami inginkan. Di sekeliling tumbuhan bunga tersebut, tumbuh pula rumput dan ilalang. “Hati-hati cabut rumput dan ilalangnya  Pa,  jangan sampai tercabut tanaman bunganya.” Aku mengingatkan suamiku.   Rupanya, penampilan rumput dan ilalang tersebut hampir menyerupai tumbuhan bunga yang kami tanam sehingga kami harus hati-hati untuk mencabut rumput dan ilalang tersebut agar tanaman bunga kami jangan ikut tercabut.  “Kalau masih kecil sulit dibedakan,  bagaimana kalau kita biarkan dulu sedikit besar, nanti kalau tumbuhan sudah berbunga, baru kita cabut rumput dan ilalangnya.” Kata suamiku.  Akhirnya, kami berpindah ke bagian yang lain dari halaman rumah kami dan membiarkan untuk sementara rumput dan ilalang itu tumbuh bersama.  Pada saat  tumbuhan kami mulai berbunga, barulah kami mencabut rumput dan ilalang, lalu kami kumpulkan dan bakar, sehingga tanaman bunga kami dapat bertumbuh dan berbunga dengan indah.

Dari pengalaman ini, kami dapat memahami, mengapa seakan-akan Allah membiarkan orang-orang baik tetap bersama-sama dengan orang jahat.  Dalam kehidupan pada akhir jaman ini, kita juga sering mendengar istilah srigala berbulu domba. Orang yang berlaku seolah-olah bagian dari kumpulan orang baik. Semuanya merasa melakukan pekerjaan Tuhan, namun pada akhirnya, motif terselubung mulai terbuka ketika tabiat aslinya tercuat. Mungkin kita pernah terjebak masalah ini. Berdalih melakukan pekerjaan Tuhan, namun kita tidak sadar, ada motif dibalik kebaikan kita. Alkitab dengan jelas mengamarkan hal ini. Keduanya akan tumbuh bersama, sampai pada saatnya, kita akan dapat membedakan mana gandum dan mana ilalang. Biarlah renungan kita saat ini mengingatkan kita agar dapat menjaga diri kita agar tetap sebagai gandum.

Tuhan Yesus memberkati


Tuesday, July 26, 2016

BUAH YANG MASAM


Matius 12:33,  
"Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal."


“Pa, pohon mangga ini sudah lebih dari 5 tahun, tapi koq belum berbuah juga ya, padahal tiap hari kita siram bahkan beri pupuk. ” Kata istriku kepadaku dengan nada kecewa.  “Iya nich, kita kan sudah kasih bermacam-macam  pupuk, termasuk  pupuk buah , supaya merangsang pertumbuhan buah.   Apa kita tebang saja?” Kataku kepada istriku. “Wah, jangan Pa,  sudah lima tahun lebih, kita kasih kesempatan lagi dech beberapa waktu.   Coba kita tambah pupuk lagi.”Istriku mengusulkan.  Pohon ini memang akhirnya bertumbuh tinggi dengan dahan-dahanya yang besar. Daunnya juga lebat. Pernah juga pohon ini berbunga, namun kembali kami harus kecewa , karena bunga-bunga tersebut rontok sebelum menjadi buah.

Sampai pada suatu hari  : “Ma,  coba lihat,  pohon mangga kita sudah mulai berbuah!” Kataku kepada istriku.  “Betul pa,  tiap hari aku hitung berapa banyak buahnya,  lumayan banyak lho. Akhirnya…. setelah ditunggu-tunggu, berbuah juga pohon ini.  Untung Papa tidak jadi menebangnya waktu itu.” Kata istriku menimpali.   Tidak sabar rasanya kami sekeluarga untuk mencicipi kelezatan buah tersebut.  “Nanti kalau sudah matang, kita bawa ke gereja dan bagi-bagi ya.” Kata istriku dengan wajah berseri-seri, sambil memandang pohon mangga yang sarat dengan buahnya.   Dan ketika buah-buah itu sudah cukup tua, kami petik dan mencoba menikmatinya. “Wah,  asam sekali rasanya.”  “Coba yang satu ini, mungkin manis, karena matang di pohon.”  Saling bergantian saya, istri dan ketiga anak lelaki saya, mengupas mangga yang ada dan mencicipinya serta memberi komentar akan rasa mangga-mangga itu. Sayang sekali, sampai  semua buah yang dihasilkan oleh pohon itu habis,  tidak ada satupun buah yang dihasilkan manis rasanya.  Padahal, dari penampilannya, buah itu sangat menggiurkan.  Karena penasaran, kami menelusuri induk dari tanaman tersebut, dan kami dapati, rupanya memang pohon itu tidak berasal dari induk pohon  yang baik atau berbuah manis.  Pohon yang baik pasti menghasilkan buah yang baik, namun kalau induk pohon itu buahnya asam, makan akan menghasilkan  buah yang asam juga dan tidak tentu tidak bisa dinikmati seperti yang diharapkan.


Ini sama dengan perkataan Tuhan Yesus, “Sebab dari buahnya pohon itu dikenal”. Ketika kita merasakan buah yang manis, kita tahu pohon tersebut adalah baik, namun kalau yang masam yang kita dapatkan, kita tahu bahwa pohon tersebut tidak baik. Begitu pula dengan kehidupan kita. Orang akan merasakan apa yang kita lakukan. Bila mereka merasakan sukacita atau kebahagiaan atas perbuatan kita, maka kita boleh dikatakan seorang yang baik. Namun, bilamana orang lain tidak merasakan kebahagian dan sukacita atas perlakuan kita, maka kita boleh diingatkan bahwa kita belum dapat dikatagorikan sebagai orang baik. Tantangan bagi kita, apa yang orang lain rasakan atas perlakuan kita kepada mereka?

Tuhan Yesus memberkati

Monday, July 25, 2016

PULANG KAMPUNG


Filipi 3:20  Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat,

Di Indonesia, setiap tahun fenomena ini selalu terjadi. Terutama menjelang libur panjang seperti saat menjelang hari Raya Idul Fitri. Hampir semua orang yang ada di kota bergerak menuju kampung halamannya masing-masing.  Pulang kampung istilahnya. Kegiatan ini menjadi semacam ritual yang wajib dilakukan oleh semua orang yang merantau. Dan, oleh karena banyaknya orang yang melakukan perjalanan bersamaan, tidak aneh jika terjadi kemacetan dimana-mana.  “Akhir-akhir ini,  hampir semua TV beritanya mengenai  mudik ya Pa, sudah tidak ada berita lain lagi.” kata istriku kepadaku, sambil menonton berita di TV.  “Betul sekali,     Tapi syukur, kelihatannya laporan angka kecelakaan menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.” Jawabku kepada istriku. “ Kasihan banget kalau mengalami kecelakaan sebelum sampai di kampung halaman, apalagi kalau sampai meninggal, mudah-mudahan mereka semua bisa tiba dengan selamat.” Istriku berkomentar.

Kami sekeluarga memang tidak mengikuti ritual pulang kampung oleh karena kami sudah tidak punya kampung lagi. Kami hanya melihat bagaimana banyak para pemudik yang terjebak dalam kemacetan di televisi. “Pah, mengapa semua orang rela bermacetan untuk pulang kampung?” tanya anak kami yang terkecil. “Ya, mereka rela bermacetan oleh karena mereka rindu untuk bertemu dengan saudara-saudara mereka.” jawab saya. “Semua kesulitan yang terjadi dalam perjalanan mereka akan dihapuskan oleh suka cita yang besar, ketika mereka tiba di kampung halaman dan bertemu dengan sanak saudara mereka”

Pagi ini, kita berlajar dari orang-orang yang rela dan tetap bersemangat untuk pulang kampung walaupun mereka tahu akan mengalami kemacetan dan kelelahan. Sama seperti umat Tuhan saat ini, dimana di dalam kehidupan kita, banyak masalah dan persoalan yang kita hadapi, namun kita harus tetap bersemangat karena kita tahu, bahwa kita menantikan juga untuk pulang kampung ke tempat yang yang Tuhan sediakan bagi kita, yaitu Sorga, sebagaimana yang di tuliskan dalam Filipi 3 : 20, karena kewargaan kita adalah di dalam Sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat.

Tuhan Yesus memberkati

Saturday, July 23, 2016

“MAKE IT FLY”


Yesaya 40:31”,  Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru; mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”


"Berikan bola-bola itu kepada saya" demikian pendeta mendekati ketiga pemuda yang baru saja mempraktekan melempar bola2 tersebut. Ketiga pemuda itu memberikan bola yang mereka pegang. "Saya akan menyusunnya", Pendeta mulai meletakkan bola basket di posisi paling bawah, kemudian diatasnya diletakan bola sepak, dan paling atas adalah bola tenis. "Apa yang akan terjadi pendeta?., salah satu pemuda bertanya. "Apakah sesuatu yang aneh akan terjadi?" pemuda lainnya bertanya sambil terus memperhatikan pendeta yang sementara menyusn bola2 tersebut. "Lihat apa yang terjadi", pendeta menjawab sambil menjatuhkan ketiga bola dari tangannya secara bersamaan. Hasilnya adalah bola Tenis yang berada diposisi paling atas melesat naik ke atas cukup tinggi, sampai 3 atau 4 kali tinggi pengkhotbah tersebut. Ketiga pemuda tersebut saling berpandangan dan tersenyum.

Ilustrasi khotbah dengan menggunakan Bola Basket, Bola Volley dan Bola Tenis ini adalah yang pertama kali saya lihat pada perbaktian minggu lalu. Pengkhotbah memanggil 3 orang untuk melempar masing-masing bola dan melihat seberapa tinggi pantulan bola tersebut. Pantulan masing-masing bola tidak melebihi tinggi dari orang yang melemparnya, walaupun sudah berusaha mengangkat tangan setinggi mungkin sebelum melepaskan bola-bola tersebut. Dan coba untuk diulang sampai 3 kali hasilnya tetap sama.

Khotbah ini diberikan kepada anak-anak remaja yang sedang mengikuti pelatihan kepramukaan gereja beserta para Pembina dan orang tua yang turut hadir.
Apa makna ilustrasi tersebut? Kita sebagai orang tua, Pembina dan tua-tua gereja harus menjadi mentor dalam membimbing orang muda orang muda sebagai calon pemimpin gereja masa depan mendapat ilmu dan ketrampilan yang menyanggupkan mereka bekerja dalam penginjilan dan gereja akan mendapatkan hasil yang luar biasa. Bola Basket dan Bola Volley mengilustrasikan kita sebagai orangtua, Pembina dan tua-tua gereja dan Bola Tennis mengilustrasikan orang-orang muda yang butuh support dan dukungan dari kita semua.
Dicontohkan bahwa Seorang Mordekai yang menjadi mentor yang sangat baik dan menyanggupkan Esther mendapatkan keberhasilan menjadi Ratu dan dapat menyelamatkan bangsanya dari rencana pembunuhan yang telah dirancang oleh Haman.
Ilustrasi yang sederhana dan menarik kiranya dapat memberikan inspirasi kita dalam mendukung orang-orang muda mendapatkan keberhasilannya.
Tuhan memberkati.

Friday, July 22, 2016

“BERTARAK”


Daniel 10:3 “Makanan yang sedap tidak kumakan, daging dan anggur tidak masuk ke dalam mulutku dan aku tidak berurap sampai berlalu tiga minggu penuh”.

Dua minggu yang lalu saya mendapat kabar bahwa kakak sepupu saya telah kembali ke Tanjung Pinang karena telah ditolak oleh sebuah Rumah Sakit di Jakarta. Beliau ini bukan kakak kandung saya tetapi saya telah menganggapnya seperti kakak kandung saya sendiri karena ia pernah tinggal bersama sama di rumah kami semasa ia SMA. Dia merupakan sosok wanita periang yang bersahaja sehingga tidak terlintas dalam benak kami, ia akan mengidap penyakit seperti saat ini. Diapun kini telah menikah dan dikaruniai tiga orang anak. Mereka telah dewasa bahkan ada yang telah bekerja.
Ia baru saja keluar dari Rumah Sakit beberapa hari yang lalu setelah melewati perawatan disana. Kondisinya saat itu manandakan perutnya membesar seperti wanita yang hamil 9 bulan dan semakin melemah oleh karena menahan rasa sakit yang teramat sangat.

Saya sempat mengunjungi kakak ipar saya ketika ia datang ke Jakarta untuk berobat pada pertengahan tahun lalu (2015) yang rawat di Rumah Sakit. Saat itu, penyakit yang ia derita telah terdeteksi namun masih dalam level rendah. Tetapi saat ini penyakitnya telah terdeteksi yaitu sakit lever yang kronis.

Saya bertanya kepadanya, apa sebenarnya penyebab dari sakitnya. Ia kemudian menceritakan akan penyesalannya yang sangat dalam atas apa yang telah dilakukan selama ini. Diagnosa dokter menyatakan minuman bersoda yang ia konsumsi selama ini adalah salah satu  penyebabnya. Tidak heran mengapa ia sering mengkonsumsi minuman bersoda oleh karena kakak ipar saya ini bekerja di salah Hotel mewah yang sangat terkenal di bilangan tempat tinggal mereka dan ia sering membawa pulang minuman kaleng bersoda dari tempat kerjanya kemudian menaruhnya di dalam lemari pendingin.
Oleh karena tempat tinggal mereka yang berhawa cukup panas, minuman ini lantas menjadi pelepas dahaga yang sangat segar jika diminum saat dingin. Mereka sering mengkonsumsinya dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Ayat kita pagi ini mengingatkan bahwa sebagaimana Daniel yang telah berkomitmen pada dirinya sendiri untuk menjaga kesehatan dan kekuatan dirinya dengan bertarak dalam hal makanan dan minuman yang masuk ke dalam mulutnya. Hasilnya adalah Daniel dan teman-temanya orang buangan bangsa Israel memiliki perwakan yang lebih bagus dan memiliki kepintaran yang lebih dibandingkan dengan orang-orang Babel.
Dari pengalaman ini, marilah kita bertarak atas minuman-minuman kaleng bersoda demi kesehatan kita yang lebih baik dan mempunyai komitmen dalam hidup untuk memilih makanan dan minuman yang sehat seperti yang Daniel dan teman-temannya lakukan. Tuhan memberkati kita semua.


Thursday, July 21, 2016

It’s Seventy, It’s Seventy...


2 Tesalonika 3:11 “Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna”.

Ketika saya mengemudikan mobil disebuah tempat yang memiliki tertib lalu lintas yang ketat, rupanya salah satu hal yang perlu kita perhatikan jika kecepatan mobil yang kita bawa tidak terlalu cepat ialah mengendarai di jalur sebelah kiri agar lebih safe.  Tetapi saat itu saya berada di jalur kanan dengan kecepatan dibawah 70 km perjam.   Tiba-tiba sebuah mobil dibelakang saya membunyikan klaksonnya dengan keras yang artinya dia mau duluan. Menyadari hal itu, sayapun beralih ke jalur kiri dan mobil tersebut pun melaju dengan cepatnya melewati saya dan orang yang duduk disamping pengemudi  mobil tersebut kepalanya nongol keluar sambil berteriak mengatakan: “It’s seventy, seventy” !. Artinya bahwa ia mengatakan kepada saya: bahwa jalur dimana saya sedang mengemudi adalah jalur untuk kecepatan 70 km perjam, sedangkan kecepatan mobil saya saat itu adalah dibawahnya.

Memang disisi jalan tersebut terdapat banyak tanda rambu lalu lintas dengan angka 70 km.  Semua rambu lalu lintas itu membuat agar kita tertib.  Hidup tertib adalah hidup menurut aturan.  Setiap tingkah laku kita, baik itu perbuatan, ucapan maupun sikap hati tidak boleh sekehendak hati kita(sembarangan) tetapi semuanya harus menurut tata cara yang baik.

Rasul Paulus menasihati jemaat di Tesalonika, menegor mereka yang hidup dengan tidak tertib.  Jadi kehidupan yang tertib harus ada dalam kehidupan umat Tuhan, dalam kehidupan orang percaya. Seringkali kita tidak bisa membuat orang dunia menerima Injil, karena mereka tidak melihat bahwa hidup kita tertib, menurut aturan dan tidak mempunyai sikap hati yang baik.   Kalau itu semua kita miliki, pasti mereka ingin menerima “SUMBER” yang menjadikan semuanya ini, yaitu: Tuhan kita Yesus Kristus.

Selamat beraktifitas,
Tuhan memberkati kita.

Wednesday, July 20, 2016

Wanita serba bisa


1 Korintus 13:4-8, ”Kasih itu panjang sabar dan baik hati. Kasih tidak cemburu, tidak membual, tidak menjadi besar kepala, tidak berlaku tidak sopan, tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri, tidak terpancing menjadi marah. Kasih tidak mencatat kerugian. Kasih tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi bersukacita karena kebenaran. Kasih menanggung segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mempunyai harapan akan segala sesuatu, bertekun menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan.”

Kata orang, lima tahun pertama pernikahan merupakan tahun-tahun penuh penyesuaian diri dengan pasangan dan juga keluarganya. Kerikil-kerikil tajam selalu ada di tahun-tahun tersebut. Tapi apa yang dialaminya, lebih daripada yang dikatakan orang, kehidupan setiap detik berganti menit, berganti jam, berganti hari, berganti minggu, berganti bulan, berganti tahun, masing-masing punya suka duka sendiri. Ibuku selalu berkata,”perempuan itu harus bisa segalanya...ya harus bisa cari duit, ya harus bisa jadi pesuruh, ya harus bisa jadi kuli, ya harus bisa jadi perawat, ya harus bisa jadi dokter, ya harus bisa jadi tukang masak, ya harus bisa jadi pelacur untuk suaminya. Jangan mengeluh, lakukan dengan penuh KASIH”.

Perkataan nyata dalam kehidupan kaum wanita, saudara iparku dengan penderitaan penyakit yang diderita dia jalani tanpa keluhan-keluhan, bahkan masih tetap  melakukan aktivitas setiap hari tanpa bantuan orang lain. Saat anaknya memberi kata sambutan dalam acara pemakamannya, barulah orang mengetahui bahwa iparku ini ternyata seorang yang sangat tangguh walau dengan penyakit yang dideritanya. Seorang ibu yang tidak pernah putus asa, apapun dia lakukan demi anak yang dikasihi, sampai anak sudah berkeluargapun tangannya masih tetap merangkul. Tak heran saat acara penutupan peti anak-anak dan cucu-cucu yang masih balita menangis terus menerus memanggil omanya.

Terkadang sebagai anak kita menyepelekan atau melupakan kasih ibu.  Padahal kasih ibu itu kehidupan bagi anaknya, tanpa ibu yang memberi diri untuk mengasuh dan mendidik, kita tidak akan seperti ini. Kita mungkin tidak dapat membalas kasih ibu, tetapi kita dapat melakukan hal-hal yang menyejukan hatinya, lewat hal-hal sekecil apapun itu, sapaan, kunjungan, atau apapun. Kasih ibu tidak akan pernah berubah terhadap anak-anaknya, kasih ibu tidak berkesudahan. Sebagai seorang wanita dan seluruh umat Allah haruslah memberikan kasih kepada orang lain, bukan hanya kepada orang-orang terdekat kita, tetapi kepada orang lain supaya merekapun menikmati kasih Tuhan melalui kasih yang kita berikan.

Tuesday, July 19, 2016

Setia dalam perkara kecil


Matius 25:21 ..”engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggungjawab dalam perkara yang besar...”

Saya melewati sebuah pasar yang cukup ramai pagi itu. Suara orang menjajakan dagangannya dan hiruk pikuk pembeli menjadi satu di pasar yang sempit tersebut. Saya baru saja kembali dari mengantarkan keluarga ke rumah sakit. "Sepuluh ribu tiga...sepuluh ribu tiga...", demikian seorang penjaja menawarkan dagangannya. "Harga murah, paling murah, harga pagi...", saya juga mendengar penjaja lainnya. Pasar begitu ramai pagi itu.

Dari kejauhan  saya melihat seorang pemuda mengendarai motornya perlahan, sangat perlahan seakan takut menyentuh barang dagangan yang banyak terletak hampir menutupi jalan. Seorang ibu penjual ikan sedang sibuk melayani pembeli. Tampak dia membantu memilih ikan dan menaruhnya secara bergantian ke dalam ember dan tempat penimbangan ikan. Banyak pembeli yang juga sedang memilih ikan disekitarnya. "Berapa harga per kilo? Demikian mungkin pertanyaan para pembeli, karena saya sedang tidak terlalu dekat mendengarnya. Ibu penjual ikan tampak sibuk melayani pembeli. "Aduh, saya tidak sengaja....", saya mendengar pemuda itu berkata pelan seakan kepada dirinya sendiri. Saya persis berada di samping motor pemuda itu. Saya sangat yakin karena terlalu sibuk melayani pembeli, ibu penjual ikan itu tidak menyadari jika salah satu ikannya jatuh ke jalan dan di gilas oleh pemuda bermotor itu.

"Saya akan menggantinya bu, berapa harganya.?" Wajah ibu itu tampak bingung. Sambil terus melayani pembeli, si ibu mulai berpikir dalam hati. Mengganti apa?. Belum sempat dia menjawab, pemuda itu berkata "Saya baru saja menggilas salah satu ikan ibu yang tiba2 melompat keluar dari ember saat saya melintas di depan warung ibu, dan saya akan menggantinya," saya mendengar pemuda itu menjelaskan dan tampak memberikan sejumlah uang ke tangan ibu penjual ikan itu.

Pengalaman ini mungkin adalah perkara yang kecil, namun mengingatkan kita akan firman Tuhan dalam Matius 25:21 ...”Engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggungjawab dalam perkara yang besar..”  Yesus juga berbicara tentang upah yang akan kita terima di dunia yang akan datang jika kita setia dalam perkara kecil.  Hal penting lainnya yang kita pelajari dari kisah ini adalah tanggung jawab, maka  berkat yang lebih besar akan kita terima dari padaNya.
Tuhan Yesus Memberkati.

Monday, July 18, 2016

Berpaling dari pembicaraan sekuler


1 Timotius 6:20, “Hai Timotius, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu. Hindarilah omongan yang kosong dan yang tidak suci dan pertentangan-pertentangan yang berasal dari apa yang disebut pengetahuan.”

Telpon di rumah tiba-tiba berdering saat kami berdua dengan isteri sedang santai di suatu hari minggu.  “Om,..tolong pinjam uangnya...?”, demikian seruan minta tolong yang saya dengar dari seorang pria yang tidak asing bagi kami. Uang tersebut untuk biaya pengobatan dua orang yang telah menjadi korban gigitan anjingnya yang di ikat pada sebatang pohon jambu kecil. Semula seorang anak kecil yang sedang lewat dekat pohon jambu itu mencoba untuk mengusik anjing yang sedang menggonggong. Kemudian anak kecil tersebut bukannya semakin menghindar tetapi semakin menghampiri anjing tersebut dan karena terus meronta tali rantai pengikatnya telah putus dan langsung mengejar anak kecil lalu menggigitnya ditangannya.  Melihat hal ini, kakeknya pun datang berusaha untuk menolong cucunya, dan mencoba mengusik anjing tersebut dengan membawa pentung kayu bermaksud memukulnya.  Namun hal itu tidak membuat anjing lari tapi sebaliknya menyerang dan menggigit sang kakek yang menyebabkan terjadinya empat luka gigitan di kaki dan pahanya yang lebih parah.  Inilah akibatnya karena bukannya menghindar, tetapi malah menghampiri anjing tersebut.

Rasul Paulus memberi nasehat kepada seorang muda bernama Timotius supaya menghindarkan omongan kosong. Artinya disini supaya dia berpaling dari pembicaraan sekuler atau yang bersifat duniawi dan kosong

Ucapan kita seharusnya tidak dikuasai dengan pikiran-pikiran yang jahat seperti ketamakan, kemarahan, kecemburuan, kesombongan  atau egoisme.

Ucapan yang dapat menghambat ketenangan dan pemikiran benar membawa pada semua jenis pembicaraan yang salah.

Individu yang mengucapkan perkataan benar akan mendapatkan manfaat yaitu kepercayaan, dan dihormati oleh manusia yang mengenalnya.

Omongan yang tidak bermanfaat tidak akan terjadi pada individu apabila mampu menghindarkan ucapan salah dalam kesadaran penuh, menghindarkan ucapan dengki, ucapan kasar, dan menghindarkan gosip.

Omong kosong yaitu membicarakan ucapan yang tidak pada waktunya, tidak beralasan, dan tidak bermanfaat tidak mengungtungkan haruslah dihindarkan karena itu mencelakakan.

Jadi diharapkan agar kita menghindari ucapan yang tidak bermanfaat dan selalu berbicara secara bijaksana, tepat waktu, benar, bermakna, pantas, masuk akal, dan tidak pernah omong kosong.

Karena salah satu cara  untuk tetap menjaga kemurnian dan kuasa Injil itu ialah dengan menghindari pembicaraan-pembicaraan kosong yang bersifat duniawi.   Tuhan memberkati kita. Amen.

Sunday, July 17, 2016

Melayani Tuhan



Mazmur 71 :  22,
Akupun mau menyanyikan syukur bagiMu dengan gambus atas kesetiaanMu, ya Allahku, menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus Israel.

“Papi,  kalau nanti dalam rumah tangga kita dikaruniakan Tuhan anak-anak,  papi pasti setuju kalau anak-anak kita semuanya  harus bisa bermain piano,  supaya mereka bisa melayani di gereja.  Aku senang banget lihat anak-anak yang pintar main piano“ kataku kepada suamiku.  “Tentu saja,  itu juga yang menjadi salah satu impianku,  selain mereka bisa bersekolah dengan baik, mereka harus bisa main piano, paling tidak untuk melayani di gereja”  jawab suamiku dengan antusias.


“Anak ibu ulet dan rajin latihannya, meskipun usianya baru 4 tahun.  Saya salut, ibu sampai berhenti bekerja  agar bisa menemani anak ibu les piano.  Saya yakin, dia pasti akan menjadi pianist yang pintar.” Itu adalah komentar guru piano kepadaku.   Memang tidak terlalu  lama, karena keuletannya,  putera kami yang pertama ini sudah bisa memainkan lagu-lagu dan melayani di gereja. Selanjutnya, ketika Tuhan memberikan anak yang kedua, diapun kami  ikutkan les piano.   “Papi,  anak kita yang kedua,  sepertinya kurang tertarik dengan piano, dia selalu mencari alasan tidak mau les,  bagaimana nich” keluhku kepada suamiku tentang perkembangan les piano anak kami yang kedua.   “Sabar saja Mami,  setiap anak satu dengan yang lainnya  bisa berbeda minatnya,  tapi ingat tujuan kita,  kita mau anak-anak  bisa main piano agar bisa melayani di gereja, jadi yakinlah,  pasti dia akan bisa main nanti, asal kita sabar”  suamiku menimpali keluhanku. Dan benar anak kami yang kedua ini, walaupun dengan penuh perjuangan,  akhirnya bisa juga bermain piano dan melayani di gereja.  Ketika Tuhan memberikan kepada kami anak yang ketiga, diapun kami ikutkan les piano. Awalnya suka mogok-mogok. “Dek,  jangan malas-malas latihannya,  lihat nich  Abang dan kakak, sudah bisa main piano di gereja, bisa nyanyi juga,  ayo semangat ya.” Ini adalah   dorongan yang secara bergantian kudengar dari  abang dan kakaknya kepada si bungsu. Waktu berjalan terus, hari berganti hari, tahunpun berganti tahun.  “Mami,  Papi doakan ya,  grup nyanyiku akan melakukan pelayanan di beberapa kota,  dan aku pianistnya, kalau aku perlu dijemput,  tolong jemput ya” kata si bungsu kepada kami. “Wah,sekarang karena pintar main piano, kita harus siap antar jemput, karena anak kita sibuk menjadi pianist di grup nyanyi.”  Kata suamiku sambil tersenyum.

Sebagaimana yang dituliskan dalam Mazmur 71 : 22 , kerinduan kami agar anak-anak bisa bermain piano untuk memuji Tuhan,  Tuhan telah memberikan mereka kesempatan yang lebih luas dengan talenta menyanyi dan bermain piano yang mereka miliki saat ini. Talenta mereka bukan hanya dipakai  dalam mezbah rumah tangga pada pagi dan petang, di gereja, tapi  kemanapun mereka pergi dan dibutuhkan.   Jika dalam keluarga,   kita mempunyai komitmen dan secara tekun mendorong anak-anak kita untuk melakukan yang terbaik, Tuhan pasti menolong kita, terlebih bisa semuanya  ditujukan untuk Kemuliaan nama Tuhan.


Friday, July 15, 2016

Rancangan Tuhan


Yesaya 55:8,
"Sebab Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN."

“Mam,  tanpa terasa  tiga orang anak yang Tuhan percayakan dalam rumah tangga kita sudah bertumbuh semakin besar. Saya rindu, anak-anak kita semuanya akan bisa menyelesaikan kuliah mereka sampai di perguruan tinggi” kataku kepada istriku. “Betul, semoga mereka juga kelak menjadi anak-anak yang bisa berbakti bagi sesamanya dan membawa kebahagiaan bagi kita terlebih kemuliaan bagi Tuhan” istriku menimpali.
Demikian obrolan kami yang saya ingat kala itu saat saya dan istri saya masih aktif bekerja.  Tiba saatnya  anak kami yang pertama masuk Perguruan Tinggi. Kami bersyukur kepada Tuhan oleh karena berkat-Nya memampukan kami untuk mengirim anak pertama ini ke Perguruan Tinggi.  “Tuhan, kami mohon apa yang menjadi cita-cita kami bagi anak-anak kami dapat terwujud seijin Engkau”  adalah   penggalan  doa yang selalu kami layangkan kepada Tuhan.
Seiring dengan berjalannya waktu, sesuatu yang tidak saya harapkan terjadi dalam hidup ini.  Seorang Lawyer yang ditugaskan oleh perusahaan menghampiri saya dan berkata : “Pak, hari ini adalah hari terakhir bapak di perusahaan ini,  harap segera meninggalkan kantor,  segala sesuatunya akan kita bicarakan di kantor kami.” Ketika mendengar  itu,  dunia serasa kiamat bagi saya.   Saya coba membayangkan perasaan istri dan ketiga anak-anak yang sedang membutuhkan biaya yang cukup banyak.  Proses PHK berjalan alot, walaupun akhirnya saya dan istri saya sepakat untuk menerima hasil keputusan itu dan perusahaan membayar uang PHK sesuai peraturan pemerintah.    “Mam, sepertinya rencana kita untuk anak-anak berubah, uang PHK ini kita gunakan untuk biaya anak kita yang pertama, anak yang kedua dan ketiga harus kita lupakan dulu saat ini, tapi kita serahkan semuanya kepada Tuhan.”  Istri saya hanya terdiam dengan wajah sedih, mendengar apa yang saya sampaikan. Saya bisa merasakan kepedihan yang mendalam di hatinya.  
Hampir setahun berlalu, pekerjaan baru belum juga saya dapatkan. Saya sempat merasa seperti Tuhan tidak mendengar doa-doa saya. Suatu hari istriku berkata :  “Uang PHK sudah hampir habis, kita harus bayar uang kuliah tahun kedua anak kita,  mungkin bisa diusahakan dapat pinjaman lunak dari saudara-saudara, sementara papi mencari pekerjaan.”   “Saya sudah coba,  tapi hasilnya nihil, oleh karena mereka berpikir, sebagai pengangguran, saya tidak akan pernah mampu mengembalikan pinjaman” kataku menjelaskan kepada istriku.   Disaat saya sangat berputus asa, lalu saya menyerahkan segalanya hanya kepada Tuhan, maka mujizat segera terjadi.  “Kriiingg….” Suara telepon berdering.  “ Halo pak,   apakabar?  Saya ada lowongan pekerjaan,  kapan bapak bisa siap untuk bekerja?   Pekerjaan ini  sama dengan posisi bapak sebelumnya,  kami perlu orang yang berpengalaman seperti bapak.”  Demikian suara di ujung telepon.
Saya memuji Tuhan karena rencanaNYA selalu tidak terduga,  tetapi semuanya mendatangkan damai sejahtera bagi yang percaya akan DIA. Kini ketiga anak kami sudah menyelesaikan studi-studi mereka dan mereka juga sudah memiliki pekerjaan. Dan  luar biasanya Tuhan, meski telah melewati usia pensiun sampai saat ini saya dan istri masih tetap bekerja.  Mari kita serahkan segala rencana kita kepada Tuhan, karena dia tahu yang terbaik buat kita semua.  Tuhan memberkati.

Thursday, July 14, 2016

Memelihara Kesehatan


Amsal 17 ; 22, "Hati yang gembira adalah Obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."

"Papi,  boleh tolong jemput saya dan antarkan ke dokter?,  saya merasa ada yang tidak seperti biasanya dengan kesehatanku.  Tolong segera datang ya Papi”  pintaku kepada suami, sambil menahan rasa tidak nyaman yang semakin menggangu. 
Pagi itu saya pergi ke kantor untuk bekerja sebagaimana biasanya.  Karena hari itu hari Senin, maka saya  harus menghadiri rapat mingguan yang diadakan oleh kantor.  Saat itu saya merasa tidak ada yang mengganggu kesehatan saya.  Rapat pun berjalan dengan lancar dan setelah selesai, saya kembali ke meja untuk melaksanakan tugas sehari-hari.

Kurang lebih lima belas menit kemudian saya merasakan ada yang salah dengan kesehatanku : “Aduh, kenapa kaki dan tanganku berkeringat dingin?” tanyaku dalam hati.  Saya coba bertahan sejenak sambil berdoa, tapi lagi-lagi penyakit ini semakin mengganggu.  Saya segera menelepon suami   Ketika suami datang,  aku meminta ijin kepada atasan untuk pulang, lalu kami segera pergi ke Rumah Sakit terdekat. “Mengapa dokter tidak segera menanganiku?,  sepertinya hidupku akan segera berakhir,  papi tolong berdoa untukku” kataku kepada suami dengan nada kuatir.  “Mungkin masih banyak yang harus dilayani Mam,   mari kita berdoa, pasti Mami akan sembuh” suamiku memberi kekuatan kepadaku. Tak lama kemudian dokter datang dan melakukan pemeriksaan, aku sedikit agak tenang. “Ibu sebaiknya kita rawat dulu di sini, supaya bisa dilakukan observasi terhadap penyakit yang menyerang ibu” kata dokter kepadaku.  “Saya mau pulang saja dokter.   Biarlah saya istirahat di ruang IGD ini sambil menunggu hasilnya.” Dokter mengabulkan keinginan saya.  “Papi,  tolong doakan terus ya, supaya hasil pemeriksaan baik”  kembali aku meminta suamiku berdoa untukku.  Lalu, selang beberapa waktu,  dokter datang menghampiriku ”Ibu hasil pemeriksaan ibu baik, tidak ada tanda-tanda yang membahayakan, ibu hanya perlu menjaga pola makan yang sehat,   tetap gembira dalam melaksanakan tugas, juga jangan lupa berolah raga secara teratur.”

Saya menyadari, bahwa walaupun saya sudah mengetahui perihal menjaga kesehatan jasmani, pikiran dan rohani,  ternyata perilaku saya masih sering tidak sesuai dengan yang saya ketahui.  Pengalaman sakit mendadak ini membuat saya lebih sadar perlunya kesimbangan antara pemeliharaan tubuh jasmani, pikiran dan hubungan yang terus menerus dengan Tuhan.  Hidup selalu bersyukur dan bergembira di dalam Tuhan yang senantiasa setia menyertai kita.   Tuhan memberkati.

Wednesday, July 13, 2016

Prayer Wheel


1 Tesalonika 5 : 17   “Tetaplah berdoa."

Hari itu matahari bersinar dengan teriknya.  “ Jam berapa kita di jemput hari ini pa?”  tanyaku kepada suamiku. “Sebentar lagi,  menurut jadwal jam 9 pagi.”  “Nah  itu dia sudah datang.”  Kata suamiku,  sambil matanya tertuju kepada seorang bapak yang berada di depan pintu hotel. “Selamat pagi pak,  selamat pagi bu,  semoga bapak dan ibu mendapat istirahat yang baik semalam.”  Kata bapak itu mengawali pertemuan kami.  “Kalau sudah siap,  mari kita lanjutkan perjalanan hari ini, saya akan membawa bapak dan ibu ke sebuah tempat bersejarah, tidak terlalu jauh dari sini.”    Setelah mengadakan perjalanan sekitar lima belas menit, kami tiba di sebuah tempat.

Di depan kami nampak sebuah bangunan besar berwarna putih yang berbentuk Stupa.  Menurut catatan sejarah  stupa yang kami lihat ini adalah stupa terbesar di dunia.  Dari bagian  atas stupa tersebut  kulihat ada tali-tali yang menjuntai ke sekeliling  bagian bawahnya,  dan pada tali tersebut terikat bendera  kecil berwarna-warni  yang  tak henti-hentinya  berkibar seiring dengan  angin yang berhembus.  Setiap bagian  bangunan, ukiran dan benda-benda yang ada di  stupa itu mengandung arti masing-masing.  Aku berusaha menyimak apa yang diterangkan oleh pemandu wisata. "Apa namanya benda ini?" tanyaku, sambil memegang sebuah benda yang berbentuk silinder,  yang dapat diputar pada porosnya.  Benda berbentuk silinder ini bukan hanya  ada di sekeliling bangunan stupa bagian bawah, tapi juga di setiap bagian yang menghubungkan satu tingkat ke tingkat lainnya.  Ukurannyapun bermacam-macam,  dari yang kecil sampai yang besarnya melebihi sebuah drum minyak.  Pemandu wisata menjawab pertanyaanku : "Kami menyebutnya  'Prayer Wheel'." "Mengapa, setiap orang yang lewat selalu memutar  prayer wheel ini ?" tanyaku lebih lanjut.  "Sesuai dengan namanya yang berarti 'roda doa', orang-orang itu bukan hanya sekedar memutar, tapi pada waktu mereka memutar, mereka melayangkan doa."  "Apa saja yang biasa mereka sampaikan?" tanyaku penasaran.  "Macam-macam.  Kami biasanya bermohon agar hidup kami senantiasa berkenan kepada Yang Maha Kuasa,”   coba perhatikan,  pada setiap   prayer wheel  ini ada tulisan yang berupa doa-doa, demikian juga pada bendera yang warna-warni di tali itu.” Katanya sambil menunjuk bendera-bendera yang terikat pada tali.  Setelah mendapat penjelasan, aku menjadi kagum melihat ibu-ibu  yang memilih berjalan di tengah terik matahari,   sambil berjalan,  tangan mereka tak henti-hentinya memutar prayer wheel  yang ada disekeliling  bagian stupa yang mereka lalui.  Setelah mengerti artinya, akupun tak mau ketinggalan.  Aku  berlari dan mengikuti  apa yang dilakukan oleh ibu-ibu itu. Kuputar  prayer wheel tersebut satu demi satu,   kulayangkan doa kepada Bapa di surga.  Melihat apa yang kulakukan, para ibu itu tersenyum, karena mereka tahu aku adalah orang asing.  Aku merasakan ketulusan senyuman dari para ibu dengan kulit wajah khas mereka yang  berwarna kemerahan.  Akupun tersenyum dan merangkul ibu-ibu tersebut.   “Lebih rapat lagi, rapat, rapat.  Semua tersenyum!” suamiku memberi instruksi ketika mengambil gambarku bersama para ibu yang ada disekitar tempat itu.

Ayat kita pagi ini mengatakan bahwa kita harus tetap berdoa, bukan hanya pada waktu-waktu tertentu atau menggunakan media-media tertentu.  Tetap berdoa  bisa berarti sebagai keadaan pikiran yang terus menerus, sikap komunikasi yang berkesinambungan dengan Allah dan senantiasa berseru merindukan tuntunanNya.   Kita  juga memohon kekuatan untuk menghadapi berbagai konflik dalam hidup ini, apapun bentuknya. Kita  juga berdoa  bagi kepentingan orang lain.  Mari kita awali dan akhiri setiap hari yang Tuhan berikan kepada kita  dengan senantiasa menjalin hubungan dengan Bapa di Surga melalui doa-doa yang kita layangkan.

Tuesday, July 12, 2016

HOTEL DI UJUNG JAGAT RAYA


1 Korintus 2 : 9,
“Namun seperti telah tersurat, “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, yang tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul dalam hati manusia, itulah yang telah disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang mengasihi Dia.”

Pada saat keluar dari lobby bandara  aku melihat seorang bapak muda yang berperawakan kecil mengangkat tinggi kertas yang mencantumkan nama suamiku.  Ketika kami melambai, orang tersebut balas melambai sambil menebar senyumnya  yang penuh simpatik. “Selamat datang di Negara kami.” katanya dengan penuh  sopan ketika kami bertemu. Dia segera mengangkat koper dan barang bawaan kami bersama-sama  dengan seorang supir  dan mengajak   kami menuju ke sebuah kendaraan.
“Malam ini keluarga bapak akan tinggal di sebuah hotel di luarkota. Tempat yang akan kita tuju berada di puncak sebuah pegunungan.” kata  bapak yang menjemput kami. “Semoga esok pagi cuaca cerah,  sehingga keluarga bapak akan bisa melihat pemandangan  yang  sangat indah dari hotel  tempat keluarga bapak bermalam.” pria itu melanjutkan.  Matahari mulai terbenam di ufuk barat, perjalanan kami berlanjut, sekarang mulai mengitari gunung,  semakin menanjak dan terus menanjak.  Di kejauhan, aku melihat ada banyak lampu, lalu aku bertanya kepada pak supir : “Apakah itu hotelnya?”   pak supir berpaling dan tersenyum seraya berkata : ”Bukan bu, masih agak jauh. Mohon maaf, saya mengendarai kendaraan agak lambat karena sudah malam.”           " Tidak masalah pak." kata suamiku. Puncak demi puncak kami lalui, setiap kali melihat cahaya lampu-lampu di tempat yang tinggi di kejauhan, aku berpikir itulah hotelnya, ternyata bukan.  Sampai suatu saat, akhirnya tiba jua kami di tempat tujuan.  Karena sudah malam, kami tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada disekeliling jalan yang kami lalui malam itu, juga keadaan sekitar tempat tinggal kami.  Kepada kami dipesankan untuk meminta dibangunkan oleh petugas hotel pada sekitar  jam lima pagi, khususnya bila tidak hujan, agar bisa menyaksikan matahari terbit. Akupun berdoa untuk cuaca yang baik di esok hari sebelum beristirahat pada malam itu.

“Kringgggg!” dering telepon membangunkan kami tepat jam  lima pagi. Kami bersiap dan bergegas menuju teras dan segera menjadi takjub dengan pemandangan indah pegunungan yang terhampar di hadapan kami.  Dari teras setiap kamar hotel, kami melihat banyak wisatawan  dengan camera-camera yang canggih, dengan lensa  yang besar dan panjang, mereka mengabadikan detik demi detik perubahan pemandangan indah yang terbentang oleh pergerakan awan yang begitu cepat. Sementara orang lain sibuk dengan cameranya, tak henti-hentinya nya bibirku berucap: “Sungguh ajaib dan indah  alam ciptaanMu Tuhan,  di dunia saja ada pemandangan seindah ini,  bagaimana dengan di surga."  Ketika tiba waktunya meninggalkan tempat itu, dalam perjalanan menuju ke kota, mataku tertuju ke papan nama sebuah hotel yang berbunyi “Hotel at the end of  Universe”  “Wow...  keren sekali namanya!  apakah tempat ini memang sudah bisa disebut ujung jagad raya?“ tanyaku.   “Ach, itu sich pintar-pintar yang punya hotel saja memberi nama hotelnya.” kata suamiku.

Ayat kita pagi ini mengatakan bahwa apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, yang tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul dalam hati manusia, itulah yang telah disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang mengasihi Dia.  Marilah dengan pertolongan Tuhan, sementara kita menjalani hidup dalam dunia ini maka ;   mata, telinga dan hati kita tetap senantiasa tertuju dan rindu kepada tempat yang sudah disediakan oleh Bapa kita di Surga  yaitu bagi orang-orang yang mengasihi-Nya.

Monday, July 11, 2016

KUBUR YANG KOSONG


Yohanes 20 : 2b,  "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu dimana Ia diletakkan."

Suatu hari,  kami mengadakan perjalanan ke sebuah kota.  “Pa, baru tiga  jam perjalanan, berarti masih tiga jam lagi baru tiba,  lama juga ya?” suamiku mengangguk setuju.  Sekali-sekali kendaraan yang membawa kami memperlambat jalannya, karena harus menghindari hewan besar  yang  dengan santainya duduk  di tengah jalan raya. Sebagian lokasi  yang  dilalui juga sedang ada pekerjaan perbaikan jalan. “Kita sudah hampir masuk kotanya.” Kata suamiku.  Aku menjadi bersemangat, karena sebentar lagi bisa melihat langsung sebuah bangunan lambang keabadian cinta  yang selama ini begitu dikagumi oleh banyak orang di dunia. Setelah check in di hotel,  kami dijemput oleh pemandu wisata setempat dan langsung dibawa ke objek wisata.  Sebuah bangunan yang dibangun untuk menyimpan jasad seorang permaisuri sebagai lambang cinta abadi dari sang raja kepada istrinya.

“Wah, banyak sekali orang.” kataku  “Ini masih tidak seberapa bu, kalau musim liburan akan lebih banyak lagi jumlahnya.” Kata pemandu wisata menjelaskan. Rombongan orang dari berbagai bangsa berbaur dengan warga  setempat,  berjalan perlahan, sambil sekali-sekali berhenti untuk mengambil gambar. Semua pengunjung,  akhirnya menuju bangunan putih megah yang ada dihadapan kami. "Tolong kenakan pembungkus sepatu ini sebelum masuk ke dalam bangunan." kata pemandu wisata.  Aku melihat  warga negara setempat bahkan harus melepaskan alas kaki dan menyimpan di tempat yang sudah disediakan,  sebelum mereka antri masuk.  Sesampainya di dalam bangunan,   perhatianku terbagi –bagi antara mendengarkan penjelasan pemandu wisata, melihat keindahan bangunan, dan memperhatikan prilaku warga setempat yang dengan penuh rasa hormat, mengelus, mencium, bahkan berdoa di tepi pagar yang mengelilingi  dua buah kuburan yang ada di dalamnya.  “Pa, coba perhatikan,  orang-orang itu, setelah memberi hormat dan berdoa di samping kubur, wajah mereka menjadi cerah.” “Betul sekali”  kata suamiku menimpali.  “Apakah jasad raja dan permaisuri ada di dalam kubur tersebut? Suamiku bertanya kepada pemandu wisaja.  “Oh tidak pak,  kubur itu  kosong,  jasad raja dan permaisuri sudah dipindahkan ke lantai dasar dari bangunan ini.” Pemandu wisata menjelaskan. “Apakah orang-orang tahu bahwa kubur itu kosong?”  tanya suamiku.   “ Tahu pak” jawab pemandu wisaja.  “ Hebat sekali ya, kubur  kosong saja mereka begitu hormat , apalagi kalau masih ada isinya.” Suamiku memberi komentar dengan berbisik di telingaku.

Firman Tuhan pagi ini mengingatkan kita pada peristiwa ketika murid-murid Yesus mendapati kubur Yesus telah kosong.  Kain kafan yang menjadi lambang tragedi, terletak di tanah.  Kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus kini berada di samping, di tempat yang lain dan sudah tergulung. Yohanes melihat semua itu dan ia percaya.  Allah telah mengubah tragedi di hari Jumat menjadi kemenangan di hari Minggu pagi.  Yesus telah bangkit dari antara orang mati.  Kubur Yesus yang kosong membuktikan Juruselamat kita hidup, dan karena Dia hidup kita mempunyai  jaminan untuk bisa menghadapi hari esok yang penuh dengan tantangan.

Selamat menjalani hari ini bersama Juruselamat kita yang hidup

Sunday, July 10, 2016

Luput dari kebakaran


Yesaya 41:10,
“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tanganKu yang membawa kemenangan”.

Saya tinggal serumah bersama dengan ibu, bibi dan nenek saya yang sudah berusia  83 tahun, karena ayah saya sudah meninggal.    Sementara ibu dan bibi saya pergi bekerja,  nenek tinggal di rumah sendirian karena saya masih bersekolah dan duduk di kelas V SD,  sayapun harus meninggalkannya karena saya pergi ke sekolah. “Selamat siang Oma, saya sudah pulang sekolah”  saya menyapa nenek yang duduk di kursi ruang tamu.  “Selamat siang Rudy,  bagaimana kabarmu hari ini?”  tanya nenek menimpali.  “Baik Oma, semua pelajaran di sekolah berjalan dengan baik”   jawab saya sambil memeluk dan mencium nenek.

Suatu hari,  ketika pulang sekolah, saya melihat nenek sedang berbaring di kamarnya.  “Selamat siang oma,  aku sudah pulang.” Seperti biasa saya menyapanya.   “Selamat siang Rudy” jawab oma lemah dan langsung tertidur kembali.  Mungkin oma agak kurang sehat, pikir saya. Siang itu, saya kepingin sekali makan mie goreng.  Oleh sebab itu saya putuskan untuk memasak mie goreng tanpa meminta bantuan oma. “Wah enak sekali mie ini….”, saya bergumam dalam hati  sambal melahap mie goreng dan juga bermain game. Sementara saya makan dan bermain game, tiba-tiba  saya mencium bau gosong. Saya panik dan segera ke dapur. “Aduh,  pancinya gosong!!  saya lupa matikan kompor!! … bagaimama ini?   Oh Tuhan  tolonglah aku!”  demikian saya berteriak sambil berusaha memadamkan api. Tetapi api tidak bisa padam. Saya segera berlari dan mengambil seember air dan menyiram kompor tersebut. Bukannya padam, api semakin bertambah besar. Kepanikan saya semakin menjadi. Saya melihat nenek berjalan perlahan keluar dari kamar tidurnya. Dia langsung mengambil keset kaki dan mencelupkannya ke dalam air, dan secepat kilat dia menaruhnya di atas api. Seketika api di atas kompor padam. Saya tertegun. “Oma,  terima kasih,  oma hebat sekali,  biasanya  oma berjalan saja susah, harus berpegangan,  bagaimana oma bisa punya kekuatan untuk lakukan semua ini?  Siapa yang ajarkan oma untuk padamkan api dengan cara seperti itu?” saya bertanya bertubi-tubi kepada oma.   “Opa yang ajarkan” demikian oma menjawab.  “Wah,  opa kan  sudah lama meninggal, koq oma masih ingat walaupun sudah setua ini?”  “Oma, selalu rajin baca Alkitab, jadi oma tidak gampang lupa atau pikun,  makanya masih banyak pesan-pesan opa untuk oma yang masih oma ingat sampai saat ini”, cerita oma dengan bersemangat seakan semua kenangan manis bersama opa muncul kembali.    “Opa juga bilang, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita”  lanjut nenek.

Kisah ini mengingatkan saya akan ayat Alkitab yang terdapat di Yesaya 41:10 “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tanganKu yang membawa kemenangan”.
Janji Tuhan pasti,  bahwa DIA akan menyertai orang yang selalu berserah kepadaNya.    Dan saya tahu pasti, Tuhan menyertai oma, karena oma selalu berserah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh. Dan sayapun merasakan jawaban atas doa-doa oma untuk anak-anak dan cucu-cucunya dimana saja berada, DIA senantiasa memeliharakan dan melindungi kami semua hingga pada hari ini. .   Tuhan kiranya memberkati kita semua, amin.

Saturday, July 09, 2016

"Syak wasangka.."


Yohanes 1 : 46,
Kata Natanael kepadanya.  "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?' 

Pagi itu, adik saya menyalami saya sambil berkata :“Happy wedding anniversary kak”. Demikian pula keponakan-keponakan saya lainnya yang saat itu tinggal bersama saya, mereka  mengucapkan hal yg sama.
“Mau makan apa kita hari ini?"canda adik saya. Memang biasanya kalau ada mas Ruddy, suami saya, dia yang akan mengajak kami makan ke luar. Tapi sayangnya mas Ruddy baru beberapa hari yang lalu kembali bertugas di luar kota. Saya harap-harap cemas, apa dia ingat kalau hari ini adalah hari pernikahan kami,  demikian pikir saya dalam hati.  Ada rasa sedikit kecewa koq belum ada telepon dari dia ?  Saya  tahu suami saya bukan tipe  pria romantis, tapi dia selalu baik dan penuh perhatian.  Mungkin saat ini mas Ruddy sibuk, sampai lupa menelepon,  hibur saya dalam hati.   Tapi tunggu punya tunggu,  telepon dari mas Ruddy tak kunjung tiba.. Hati saya menjadi tidak tenang dan mulai kesal.  "Apakah mas Ruddy mengganggap biasa-biasa saja dengan hari pernikahan kami, sehingga dia tidak mengganggapnya spesial, padahal bagi saya ini hari yang sangat istimewa, sesuatu yang harus diingat"

“Ding dong” suara bell terdengar dari depan rumah. “Pakeeeet” seseorang berteriak.
Saya keluar dengan cepat, dan melihat ada mobil DHL yang berhenti di depan pagar rumah saya. “Paket bu, indah sekali bunganya” demikian kata petugas DHL. Saya melihat seikat mawar merah yang cukup besar dan dihias dengan begitu indahnya di tangan petugas DHL. “Maaf pak, mungkin paket itu bukan untuk saya, tapi untuk tetangga saya” sambil menunjuk rumah tetangga saya yang tinggal persis di sebelah rumah saya.  Saya melihat kening petugas DHL berkerut, seakan bertanya kepada dirinya sendiri apakah sudah benar alamat yang dia tuju saat itu. Sementara dia berpikir, saya melanjutkan kata-kata saya “Sebelumnya saya tidak pernah mendapat kiriman bunga  pak, tetapi tetangga sebelah rumah saya mungkin, karena  suaminya pimpinan di sebuah bank besar” saya mencoba meyakinkan petugas DHL tersebut dan meninggalkannya  masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian saya mendengar suara tetangga yang memberitahu tentang kiriman tersebut, “Wiiiiiiiiin, kiriman bunga ini bukan untuk saya, tapi untuk kamu dari suamimu Ruddy. Masa kamu suruh petugas DHL untuk memberikannya ke saya?” canda teman saya sambil tersenyum. “Nih ambil bunganya, bagus betul Win. Saya sering dapat kiriman bunga, tapi tidak pernah sebagus ini.  Hebat dan baik sekali suamimu,  jauh-jauh di luar kota,  sudah mengatur pengiriman bunga di hari istimewa kalian!” kata tetangga saya sambil menyerahkan bunga tersebut dan meninggalkan saya yang masih bengong.

Ada perasaan bersalah, karena sudah menilai negatif terhadap suami. Merasa bahwa tidak mungkin dia mengirimkan bunga untuk saya. Cepat-cepat saya masuk ke dalam rumah  dan segera menelpon mas Ruddy  "Mas, terima kasih ya kiriman bunganya,  cantik sekali,  maaf mas, saya sampai tidak percaya kiriman bunga itu untuk saya, dan sempat meminta petugas pengiriman untuk memberikannya kepada tetangga,  karena saya pikir mas lupa", demikian saya menjelaskan. Banyak lagi yang saya sampaikan kepada suami ketika itu, selain mengungkapkan terima kasih, saya juga menyampaikan  perasaan bersalah karena sempat berpikir bahwa dia lupa akan hari pernikahan kami, padahal, jauh-jauh hari dia sudah menyiapkan kejutan bagi saya.

Ayat kita pagi ini mengingatkan peristiwa  ketika  Natanael meragukan Yesus sebagai Mesias, karena dia berasal dari Nazaret, kota yang terkenal jahat. Sering kali kita  sebagai manusia mudah menghakimi dan menilai salah seseorang secara negatif,  berdasarkan apa yang yang tampak dari luar, kebiasaan atau latar belakang yang melekat pada orang tersebut. Namun sebenarnya semuanya itu belum tentu seperti apa yang kita pikirkan.  Mari kita belajar untuk selalu berpikiran positif gantinya bersyak wasangka terhadap siapapun, terlebih kepada orang-orang yang kita kasihi. Tuhan memberkati!.

Friday, July 08, 2016

Berdoa….?


Jeremia 29 : 12 “Dan apabila kamu berseru dan datang kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu.”

Suatu waktu saya dan keluarga bersiap-siap untuk mengadakan perjalanan yang cukup jauh. Kami akan pergi dengan menggunakan pesawat, keberangkatan tengah malam. “Anak-anak,  perhatikan barang bawaan kalian, jangan ada yang tertinggal, kita juga harus selalu bawakan dalam doa rencana keberangkatan ini” saya mengingatkan anak-anak  sambil membereskan koper-koper yang akan kami bawa. Seperti biasa saat take off ataupun landing saya berdoa. Hal tersebut pulalah yang saya minta suami dan anak-anak saya lakukan setiap kali mereka menggunakan pesawat.

“Mami,  terima kasih ya, sudah datang sebelum kami berangkat”  demikian kata saya kepada ibu yang datang bersama adik saya sebelum kami berangkat.  Dalam perjalangan ke airport, saya berkata kepada suami, “Pa, tadi karena ngobrol sama mami dan adik, saya tidak sempat istirahat, dan sekarang  ngantuk sekali rasanya” sambil berkali-kali menguap. “Para penumpang dengan nomor kursi 21 sampe dengan 35, silahkan menaiki pesawat”  terdengar pengumuman di ruang tunggu.  Saya, suami dan anak-anak bergegas menuju ruang memasuki pesawat. “Ayo, kenakan sabuk pengaman masing-masing”  kata suami saya sambil mencoba memperhatikan apakah masing-masing kami sudah mengenakan sabuk pengaman dengan benar. Segera setelah sabuk pengaman terpasang, kelelahan menghinggapi saya.  mata seakan tak sanggup dibuka lagi, dan saya segera tertidur.  Saya tersadar ketika seperti ada yang membangunkan, dan saya teringat, ternyata saya belum berdoa ketika pesawat akan take off.  Saya  melihat suami dan anak-anak di sebelah saya, mereka semua tertidur lelap.   Saya mulai berdoa.  “Maaf Tuhan, hamba tak sempat berdoa  karena sangat mengantuk,……”,demikian isi doa saya. Kemudian  lagi-lagi saya terbangun dan ingat kalau saya belum sempat mengatakan  Amin dan sudah tertidur lagi.   “Tuhan, maafkan hamba, hamba benar-benar tidak bisa menahan kantuk ini.” kembali saya berdoa.  Namun berikutnya yang membangunkan saya adalah goncangan pesawat yang sangat hebat.  Dua kali saya merasakan tiba-tiba pesawat turun, dan saya merasa badan saya seperti terlempar ke depan. Hal ini yang akhirnya benar-benar membuat saya terjaga, bahkan tersadar dari kantuk yang amat sangat meliputi saya. “Oh Tuhan,  tolong ampuni hambaMu yang lalai berdoa kepadaMu,  ampuni hamba Tuhan,  jangan tinggalkan hamba, hamba mohon Tuhan,  kiranya Engkau menyertai perjalanan ini, dan biarlah Engkau yang akan memimpin liburan kami, sehingga sukacita kami penuh karena Tuhan yang menyertai kami.”  Masih banyak lagi doa yang saya panjatkan kepada Tuhan saat itu, dan saya memintanya dengan sungguh-sungguh dengan penuh penyerahan diri. Setelah selesai berdoa saya mengarahkan pandangan kepada anak-anak dan suami saya, mereka masih tertidur pulas. Saya merasa heran, apa mereka tidak merasakan apa yang saya alami. Sepertinya hanya saya yang terjaga saat itu. Kemudian saya menengok ke jendela pesawat, saya melihat langit terang dan tidak berawan walau saat itu menjelang subuh. Pesawat sepertinya terbang dengan baik dan tidak mengalami hambatan cuaca maupun masalah teknik lainnya. Saat anak-anak dan suami saya terbangun, saya menanyakan hal yang terjadi malam itu,  “Apa kalian tadi malam tidak merasakan ada goncangan pesawat?”.  Serempak mereka menjawab “Tidak”.

Saya teringat ayat Alkitab dalam Yeremia 29 : 12 yang mengatakan : ”Dan apabila kamu datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu.”  Saya merenungkan apa yang baru saja saya alami dalam pesawat dan bersyukur atas apa yang saya dapatkan dan terima daripadaNya. Terkadang banyak hal bisa membuat kita lupa akan hal yang lebih penting dalam hidup ini, sampai ketika goncangan datang menerpa, di situ kita disadarkan. Namun Tuhan  berjanji  akan mendengarkan doa kita, jika kita meminta kepadaNya dengan sungguh-sungguh.  Saya bersyukur  kepada Tuhan karena telah mengingatkan saya untuk datang kepadaNya, karena saya yakin Tuhan juga senantiasa rindu mendengarkan doa kita. Amin.

Thursday, July 07, 2016

Waktunya Bersih-bersih..


2 Timotius 2 : 21
Jika seorang menyucikan dirinya dari hal – hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.

“Maa, hari ini kan minggu , kita kemana ya ??” tanya saya kepada istri. Si ade pengen kemana ya? Apa udah bangun dia?” “belom masih enak tidur, soalnya tadi malam dia tidur malam, ga bisa tidur gelisah", jangan dibangunin dululah kasian…", jawab istri saya. "Ok dech” tapi bangunin aja bentar lagi, bilang kita mau renang" ajak saya. “Iya bentar lagi masih enak tidur dia” jawabnya. Akhirnya saya mengalah untuk menunggu si kecil bangun. Sambil menunggu, tiba–tiba terpikir, setelah melihat disekeliling kamar, banyak barang barang yang perlu dibereskan, tapi belum ada waktu untuk mengerjakannya. Selalu rasanya tidak ada waktu untuk membereskan kamar, lemari ataupun barang–barang di dalam gudang, dan selalu menunda untuk membereskannya. Saya melihat ke salah satu pojok ruangan dimana banyak tumpukan kertas dan kardus, tas yang isinya entah apa, dan banyak barang lain yang mungkin sudah beberapa lama tidak dilihat dan digunakan, namun saya beranggapan saya akan membutuhkannya nanti. Karena kelihatannya si kecil urung bangun dan rencana renang batal, maka saya putuskan untuk bersih-bersih. Maka hari minggu itu saya menyempatkan membereskan dan merapihkan semua barang itu ketempatnya, dan menyusun rapih agar lebih mudah menemukannya jika suatu saat dibutuhkan. Tidak terasa sudah hampir 3 jam lebih saya membereskan ruangan tersebut dan saya pun menrik napas dalam,…..aaah, akhirnya bersih dan rapi ruangan ini!

Kita cenderung senang menyimpan barang dan berpikir kita akan memerlukannya suatu saat. Pada akhirnya kita menjadi terbeban dengan barang – barang tua kita yang kita simpan di gudang atau dilemari. Pikiran kita sama seperti ruang yang menyimpan banyak barang itu, sebuah gudang yang berantakan. Apa yang kita benar-benar pertahankan dalam pikiran kita akan menghalangi kita untuk mengalami hidup yang lebih baik. Ada banyak sampah yang terabaikan dan terlupakan yang harus kita buang dari hidup kita. Kita seringkali mengalami rasa sakit hati yang mendalam, tidak mau mengampuni dan kepahitan hidup lainnya. Semuanya itu, kita harus membawanya kepada Tuhan. Dia tahu dimana kita berada, siapa yang mungkin telah menyakiti kita dan mengapa hal itu terjadi. Tuhan tidak pernah terkejut dengan apa yang kita simpan dalam gudang hati dan pikiran kita, karena tidak ada yang tersembunyi di hadapanNya.

Hari ini adalah waktunya bagi kita membersihkan gudang hati dan pikiran kita. Ini adalah waktunya menjadikan Tuhan prioritas kita. Tuhan ingin berjumpa dengan kita di hati dan pikiran kita yang telah bersih. Tuhan ingin menerangi setiap ruang hati kita dan memulihkan kehidupan kita. Sekalipun kita harus melewati masa-masa yang menyakitkan, Dia selalu memberikan mujizat yang akan menjadi kesaksian bagi kita bagaimana kita bisa mempercayai Dia. Mengijinkan dan membuka hati kita bagi Dia untuk masuk dalam kehidupan kita dan adalah cara kita membereskan hidup yang berantakan yang akan membawa kita kepada pemulihan dan kemenangan, maka kehidupan kita akan dipenuhi kedamaian dan sukacita.

Wednesday, July 06, 2016

JANGANLAH TAKUT KESUSAHAN

Wahyu 2 : 10
Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.

Malam itu pukul 20:30 saat hujan deras mengguyur ibu kota. Angin cukup kencang bertiup, beberapa kali terdengar suara petir menggelegar diikuti kilat memancar tajam. Saya dan anak2 tiba di rumah lebih awal dan sekarang sedang menunggu suami kembali dari pekerjaan. Kami sedang asyik menonton televisi saat hujan terdengar semakin deras. Angin semakin kencang bertiup, pintu teras yang semula terbuka kini tertutup dan kembali terbuka, suara petir semakin menggelegar, malam semakin larut.

Kami saling berpandangan. Tampak wajah ketakutan saat kami harus berpindah dari ruang menonton televisi ke kamar tidur. Wajah anak2 menunjukan kegelisahan saat menyadari ayah mereka belum juga kembali. "Jam berapa papa pulang, Ma?", demikian anak kami yg kedua mulai menunjukan kekhawatirannya. "Kita tunggu saja", demikian saya mencoba menenangkannya. Hujan semakin deras, kilat kian memancar, sinarnya bahkan terlihat menembus kegelapan. Suara angin semakin kencang, perlahan kami mendengar suara kreeeekk...kami tahu pohon di sebelah rumah kami tumbang. Anak pertama kami mulai ketakutan dan meneteskan air mata, "Semoga papa cepat pulang, siapa tahu nanti ada pohon yang tumbang dan menimpa rumah kita" demikian dia berucap. Spontan saya menimpali dengan kata-kata "Iya, mengerikan sekali hujan ini, mama jadi takut, apa yang harus kita lakukan sekarang? Pergi tidur atau kita harus menunggu papa pulang?". Anak saya yang terakhir yang masih berumur 7thn dengan tenang menjawab, "Jangan takut mama, Tuhan beserta kita, yuk kita berdoa".

Saat berada dalam kesusahan, menghadapi kesulitan hidup bahkan mungkin penderitaan, seringkali kita hanya berfokus kepada apa yang sedang terjadi. Larut dalam keadaan yang menyedihkan, kecemasan, kekhawatiran dan  ketakutan, bahkan menjadi sangat tertekan atas hal-hal tsb. Kita lupa bahwa kita memiliki Allah yang maha kuasa yang dapat memampukan kita melewati semua hal buruk yang menimpa hidup kita.

Dia yang penuh kasih, tidak akan meninggalkan kita saat kita membutuhkanNya. Dia tidak pernah jauh dari hidup kita. Dia akan selalu bersama kita dan menjadi pelindung dalam kesesakan dan kesusahan hidup yan kita alami. DOA menjadi jalan keluar yang terbaik.

Tuesday, July 05, 2016

Jaminan hidup anda?


 1 Korintus 2 : 9, Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia. 

Dalam perjalanan pulang kantor mata saya tertuju pada salah satu billboard yang terpampang tinggi di tepi jalan besar yang ramai di lewati para pengendara kendaraan bermotor. Saat lampu lalu lintas menunjukan tanda berhenti, serentak para pengendara kendaraan menghentikan kendaraan mereka dan biasanya secara serentak pula mereka mengarahkan pandangan ke billboard tinggi tsb. Seperti juga saya, tulisan di billboard tersebut mampu membuat siapa saja yang membacanya  memiliki keyakinan penuh bahwa hidup kita akan terjamin hinggai hari tua nanti.

"Apa sih yang mereka lakukan sehingga mereka yakin dapat menjamin hidup kita, Ma", anak saya yang pertama bertanya saat saya tersenyum membaca tulisan disana. Belum lagi saya menjawab, anak kedua saya menimpali "Mereka bisa bayar uang sekolah dan kasih uang ke kita loh..", kembali saya tersenyum. Fenomena jaminan hari tua, keselamatan jiwa, biaya pendidikan masa depan kini memang  sedang  menjadi perhatian banyak orang di sekitar kita. Euforia masa depan untuk hidup lebih terjamin menjadi suatu kebutuhan. Kini di negara kita hal tsb mampu mendongkrak pendapatan perkapita dan telah  menembus angka surplus pada pertengahan tahun lalu hingga mendekati kwartal II tahun ini. Pertumbuhan industri di bidang jaminan hidup mencuat tajam dalam beberapa dekade terakhir seiring dengan kebutuhan dan minat para konsumen untuk memiliki paling sedikit satu jaminan hidup masa depan.

Kecemasan, kekhawatiran, kegundah-gulanaan di dalam menjalani hidup masa depan telah menyedot perhatian dan minat yang cukup besar atas penawaran bisnis di bidang jaminan hidup. Tidak tangung-tanggung mereka rela merogoh kantong mereka dalam-dalaam demi menapatkan jaminan keselamatan dan kepastian hidup masa depan yang sejahtera.
Hidup ini adalah sebuah anugerah yang diberikan secara cuma-cuma dengan jaminan keselamatan hidup kekal di dunia baru?
Pernahkah kita menyadari seberapa besar jaminan keselamatan yang di anugerahkan kepada kita jika kita setia? Apakah kita memiliki kerinduan yang dalam untuk memiliki keselamatan hidup kekal dan bertemu dengan DIA yang menyediakannya bagi kita?

Pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama adalah, Seberapa besar dunia ini mampu memberikan jaminan keselamatan atas kehidupan masa depan kita yang lebih baik?