Tuesday, October 05, 2010

MELAKUKAN KEHENDAK BAPA

Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Yakobus 2 : 14–17



Mengapa orang yang sudah berprestasi dalam pelayanan dengan mengusir setan dan melakukan mukjizat demi nama Yesus masih tidak dikenal oleh-NYA? Bukankah ini bertentangan dengan konsep yang diterima oleh banyak orang Kristen hari ini, bahwa dengan mengaku Yesus adalah TUHAN, mereka sudah menjadi umat-NYA? Mereka mengatakan bahwa keyakinan akan keselamatan juga semakin kuat tatkala membandingkan diri mereka dengan orang-orang yang tidak percaya kepada TUHAN Yesus, apalagi bila membandingkan dengan mereka yang menghina nama Yesus. Orang-orang Kristen ini merasa sudah istimewa di mata TUHAN. Akhirnya mereka merasa puas dengan hidup Kekristenan yang telah mereka capai tanpa menyadari bahaya yang membayang di balik kepuasan itu. Pengakuan bahwa Yesus adalah TUHAN tidak sekadar pengakuan di bibir, tetapi harus bersumber dari kepercayaan dalam hati (Rm. 10:9–10). Mungkin kita berpikir, kalau orang bisa mengaku, pastilah itu berasal dari hatinya yang percaya. Tetapi tidak demikian, karena orang-orang yang dienyahkan oleh TUHAN (Mat. 7:23) pasti juga merasa dirinya percaya kepada TUHAN. Tetapi ternyata TUHAN Yesus tidak percaya bahwa mereka percaya kepada-NYA. Kepercayaan mereka ternyata tidak menyelamatkan mereka.
Kepercayaan yang benar dalam hati pasti terwujud dalam tindakan, sebab iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh, dan pada hakikatnya adalah mati (ay. 17, 26). Jadi iman harus disertai dengan tindakan atas pengakuan kita bahwa Yesus adalah TUHAN. setan-setan pun percaya bahwa Yesus adalah TUHAN (ay. 19), tetapi percaya seperti itu bukan iman yang menyelamatkan. Iman yang menyelamatkan berarti tidak saja kita dapat memanggil Yesus sebagai TUHAN, tetapi juga melakukan kehendak BAPA. Melakukan kehendak BAPA sama dengan hidup dalam otoritas TUHAN Yesus, sebab IA menyampaikan apa yang dikehendaki BAPA untuk dilakukan oleh umat-NYA, sehingga kita harus mendengarkan-NYA (Mat. 17:5). Marilah kita renungkan, sejauh mana kita telah hidup dalam otoritas TUHAN? Sedalam apa kita telah belajar mengerti kehendak TUHAN dan melakukannya? Orang yang sungguh-sungguh berniat menjadikan Yesus sebagai TUHAN dan memperlakukan-NYA dengan proporsional sebagai Majikan Agungakan senantiasa berusaha mencari kehendak-NYA dan melakukannya. Jangan jemu-jemu mempelajari Firman-NYA, supaya kehendak-NYA nyata untuk kita lakukan dan pada saatnya nanti, IA menerima kita sebagai hamba-NYA yang setia. Orang yang percaya Yesus sebagai TUHAN akan senantiasa berusaha melakukan kehendak ALLAH.