If I could catch a rainbow, I would do it just for you, and share with you its beauty, on the days you're feeling blue. If I could build a mountain, you could call your very own, a place to find serenity, a place to be alone. If I could take your troubles, I would toss them in the sea, but all these things I'm finding, are impossible for me. I cannot build a mountain, or catch a rainbow fair, but let me be what I know best, a friend who's always there. - Kahlil Gibran -
Friday, September 16, 2016
Maaf, saya bersalah!
Amsal 15:1, Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.
"Saya berangkat ke kantor ya Ma", saya pamit kepada istri saya pagi itu. "Mari kita berangkat" demikian saya mengajak abang saya yang kebetulan bekerja di daerah yang sama dengan saya, di kawasan Sudirman. Pagi itu saya tidak langsung menuju kantor tetapi saya harus mengikuti pengadilan Pajak mewakili kantor saya di Departemen Keuangan di daerah Lapangan Banteng. Maka saya berangkat ke gedung dept keuangan lapangan Banteng melalui toll dalam kota Tanjung Priok – Salemba.
"Priiittttt....". Tiba-tiba polisi memberhentikan kendaraan kami. "Selamat pagi", polisi tersebut menyapa kami. "Selamat pagi", saya membalas sapaan polisi tsb. Ternyata kami telah melakukan kesalahan, saya ambil arah belok kiri dan tidak melihat atau tidak awas bahwa saya sudah mengenai diatas garis putih yang tidak bisa dilalui kendaraan bermotor. Polisi langsung meminta SIM dan STNk
Abang saya langsung turun dari mobil dan saya tetap duduk dimobil, sehingga abang saya dan polisi yang berdiskusi. Saya melihat polisi memberikan form Tilang yang harus diisi. Abang saya menjawab "Iya pak polisi kami salah tapi janganlah langsung ditilang", tetapi polisi menjawab "Mobil anda ditilang". Abang saya agak marah dan berkata, "Bagaimana kami masyarakat bisa respek kepada polisi hanya kesalahan sekecil seperti ini saja dipersoalkan padahal kami sudah minta maaf". Polisi tersebut tampak marah juga dan memberikan argumentasi yang menekankan bahwa kami memang salah, melanggar aturan lalu lintas, bisa membahayakan pengendara lain dan harus ditilang. Demikianlah abang saya dan polisi berargumentasi cukup lama.
Saya mendengar dari mobil, abang saya dan polisi berrgumentasi dan masing-masing sudah emosional.
Lalu saya turun dari mobil dan langsung mendekati polisi, "Selamat pagi Pak Polisi, kenapa lama sekali pembicaraan kalian?". Begini saja pak Polisi, saya yang membawa mobil, saya yang bertanggung jawab, saya minta maaf sudah melakukan kesalahan, kebetulan pagi ini saya harus mengikuti pengadilan pajak di Kementerian Keuangan, saya buru-buru, tolong apa yang harus saya lakukan, kalau mau ditilang, apa yang harus saya isi dan harus saya lunaskan. Tiba-tiba polisi berubah raut wajahnya dan tampak wajahnya tidak marah lagi dan berkata, "Tidak perlu pak, bapak bisa pergi, saya tidak jadi tilang karna bapak sudah minta maaf dan tidak marah-marah".
Dengan tidak marah dan emosi kita bisa menyelesaikan setiap permasalahan, kiranya ini menolong kita untuk berpikir, berbicara dan bertindak dengan lebih sabar dalam menghadapi setiap permasalahan. Tuhan memberkati