Friday, September 23, 2016

Dunia ini bukan rumah kita



Filipi 3 : 20, “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai  Juruselamat.”

Siang itu cuaca sangat cerah.  Kami sedang dalam perjalanan untuk mengantarkan anak kami ke tempatnya bertugas.  Bahan bakar kendaraan yang kami kendarai sudah menunjukkan tanda-tanda harus segera diisi.  Solar adalah barang yang langka di kota ini.  Antrian panjang untuk mendapatkan solar adalah hal yang biasa terlihat di tempat penjualan bahan bakar.  " Di mana kira-kira beli solar yang tidak antri?" Aku bertanya kepada saudaraku.  "Coba kita ke pom bensin daerah ...."  kata saudara kami yang mengenal dengan baik lokasi-lokasi tempat penjualan bahan bakar.

"Kerupuk-kerupuk ..."  seorang ibu berusia lanjut menawarkan dagangannya kepadaku, sementara aku mengisi bahan bakar di mobil.    "Tisue juga ada, aqua juga ada.."  "Berapa harga kerupuk ini?"  "Lima  ribu rupiah satu bungkus."  Aku mengambil 2 bungkus dan menyerahkan sejumlah uang.  "Ibu, ambil saja kembaliannya." kataku kepada ibu tersebut. " Oh, jangan,  ini  saya tambah lagi kerupuknya. Kalau tidak mau kerupuk,   tissue juga boleh."  si ibu berusaha menawarkan alternatif  pengganti uang kembalian dengan barang dagangan lainnya.  Aku berpikir ibu ini agak berbeda dengan pedagang asongan lainnya, yang pada umumnya akan mengambil kembalian yang diberikan dan mengucapkan terima kasih. "Ehh.. ibu itu anggota gereja kita"  kata saudara kami yang duduk di bagian belakang mobil, ketika mengenali wajah si ibu.   Mendengar itu, kami semua tergerak untuk memberi lebih.   "Ibu,  ini ada berkat tambahan buat ibu.   Kita bersaudara dalam Tuhan,  ibu seiman dengan kami, ambil ya, tidak usah diganti dengan barang dagangan."  Si ibu penjual kaget juga senang.   Mungkin ada kedekatan mendengar kata seiman, diapun  tidak menolak lagi. " Terima kasih,  saya akan pakai uang ini untuk mempercantik diri (sambil tersenyum, memperlihatkan giginya yang sudah tidak lengkap ☺).”  Kami juga tersenyum mendengar canda  si ibu.    “Baik-baik semua ya, tetap setia sampai Tuhan datang. Dunia ini bukan tempat tinggal kita."  Si ibu memberi pesan.  Setelah saling memberikan salam, kami melanjutkan perjalanan.  Menurut keterangan saudara kami, rupanya si ibu adalah pensiunan penjual buku, oleh sebab itu hampir semua anggota gereja yang seiman di kota itu mengenal si ibu yang sekarang sudah beralih profesi menjadi penjual dagangan di pom bensin.

Puji Tuhan, pekerjaan apapun yang dia geluti, ibu itu telah menunjukkan   sebuah sikap  yang baik,  yang patut ditiru.  Ibu itupun setia bersaksi dan mengingatkan bahwa dunia ini bukan tempat tinggal kita yang sebenarnya.  Mari, kita hidupkan kehidupan yang senantiasa setia kepada Tuhan dalam hal apapun yang kita lakukan sambil saling mengingatkan bahwa dunia ini bukanlah rumah kita.