Manakah lebih mudah mengatakan kepada orang lumpuh ini: “Dosamu sudah diampuni atau mengatakan: Bangunlah angkatlah tilammu dan berjalan”? Mark 2:9.
Sesudah beberapa hari, Yesus kembali ke Kapernaum dari perjalan-Nya pertama di Galilea. Menurut Matius, Ia mengadakan perjalanan dengan perahu. Baru saja Ia tiba, orang banyak sudah berkerumun ke rumah Petrus. Mereka begitu sesak di dalam sehingga tidak seorang pun dapat lewat dari pintu. Sesuai kebiasaan mereka, para murid-Nya duduk dekat pada-Nya dan dekat mereka duduklah orang Farisi dan doktor hukum, yang berdatangan dari setiap kota di Galilea, dan Yudea, dan Yerusalem. Empat sahabat seorang timpang yang tidak berdaya membawanya ke rumah tersebut, tetapi mereka terhalang kerumunan di luar. Menerobos orang banyak tidak mungkin si sakit menganjurkan kepada sahabat-sahabatnya menaikkanya kea tap rumah dan dari sana menurunkan tandunya. Setelah mengangkat genteng, sahabat-sahabatnya menurunkan orang timpang itu tepat di kaki Juruselamat.
Yesus memandang mata orang yang dengan imannya telah mengatasi setiap rintangan sampai ia tiba di hadirat Seorang yang sanggup menyembuhkan dan menyelamatkan. “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni,” kata Yesus kepadanya (Mrk 2:5). Seketika rasa sakitnya hilang, dan ia merasakan kedamaian. Kesembuhan itu menekan perasaan para imam, karena mereka seblumnya telah menolak menolong orang ini. Orang-orang terhormat ini bungkam, tetapi saling memandang wajah serta membaca pikiran yang sama terdapat pada pikiran-masing-masing, bahwa dosa orang lumpuh ini sudah diampuni. Orang Farisi menganggap kata-kata tersebut sebagai hujatan. Ganjaran keimamatan untuk hujatan, sekalipun dilarang oleh Roma, adalah hukuman mati dengan melempari dengan batu. Yesus membaca pikiran mereka, menegur mereka lalu menyuruh orang tersebut agar “bangkit, angkatlah tilammu dan berjalan.” Orang yang sudah sembuh itu segera melompat dan berjalan dengan berani sampai ke pintu. Sambil pergi orang banyak itu berbisik, “Yang begini belum pernah kita lihat!” (ay 12). Orang ini bersama keluarganya siap mati demi Yesus. Tidak ada kebimbangan memudarkan imannya, tidak ada ketidakpercayaan menodai kesetiaan mereka kepada Dia yang telah membawa terang ke dalam rumah mereka yang gelap itu.