Monday, July 19, 2010

DAMAI DI TENGAH KRISIS

Jawab Yesus kepada mereka: "Percayakah kamu sekarang? Lihat, saatnya datang, bahkan sudah datang, bahwa kamu diceraiberaikan masing-masing ke tempatnya sendiri dan kamu meninggalkan Aku seorang diri. Namun Aku tidak seorang diri, sebab Bapa menyertai Aku.Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia." Yohanes 16 : 31–33.


Sejak tahun 1997, kata krisis menjadi populer di Indonesia. Hampir semua orang menyebutnya, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Kata krisis telah akrab di telinga kita dan menghiasi bibir banyak orang sejak negeri ini dilanda krisis ekonomidan berbagai krisis lain, seperti krisis kepemimpinan, politik, sosial, dan moral, sehingga krisis yang dihadapi adalah sebetulnya krisis multidimensional. Kata krisis sebenarnya berasal dari kata Yunaniκρίνειν (krinīn) yang artinya “menentukan” atau “memutuskan”. Kemudian kata ini diimpor ke dalam bahasa Latin, sehingga menjadi krisis. Kata ini memiliki pengertian yang luar biasa yaitu decisive moment atau “saat yang menentukan”. Dalam pengertian luasnya, kemudian krisis berubah makna menjadi “saat yang berbahaya dan mengkhawatirkan”. Sejajar dengan ini, kamus Bahasa Indonesiamengartikan sebagai “keadaan yang berbahaya, genting atau dalam kemelut”. Krisis juga bermakna “saat penting untuk menentukan masa depan atau mengambil keputusan”. Dalam hal ini krisis bukan hanya berbicara mengenai keadaan saat krisis itu berlangsung, tetapi juga masa depan seseorang di balik krisis tersebut. iblis berusaha membuat krisis menjadi alat yang efektif baginya untuk menghancurkan manusia, tetapi bagi anak TUHAN, justru keadaan krisis menjadikan kita tergiring ke dalam Kerajaan-NYA. TUHAN Yesus berkata, sekalipun dalam dunia kita mengalami penganiayaan (bentuk krisis), kita tetap dapat beroleh damai sejahtera di dalam-NYA.
Bagaimana sikap kita terhadap krisis? Pertama, krisis itu sendiri bukanlah satu-satunya masalah, tetapi ekor krisis itu sendiri perlu dilihat. Ini akan membuat kita lebih serius menghadapi realitas hidup. Bukan saja realitas hidup hari ini, tetapi juga kekekalan. Kedua, sumber masalah sebenarnya bukan hal-hal yang tampak di sekitar krisis tersebut, tetapi ada yang jauh lebih dalam dan terselubung yaitu hati manusia yang tidak memiliki damai. Jadi tatkala kita bertemu seseorang yang sedang dilanda krisis, yang terutama bukanlah bagaimana berdoa supaya krisisnya berlalu, tetapi bagaimana dirinya bertumbuh dalam pengenalan akan TUHAN sehingga ia memiliki hubungan yang harmonis dengan TUHAN. Itulah sebabnya seharusnya kita tidak cukup hanya mendoakannya, tetapi selanjutnya orang tersebut haruslah juga diajar mengenal kebenaran. Inilah yang dapat membawa seseorang kepada damai sejahtera ALLAH dan ketenangan hidup baginya, walaupun masalah hidupnya belum usai.