Lukas 6:35, “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan
berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan,
maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi,
sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap
orang-orang jahat.”
“Hei Pak Syawal, apa kabar nih? Gak
nyangka kita masih bisa ketemu lagi. Wah! Salut saya lihat Pak Syawal masih
tetap kelihatan segar dan sehat seperti dulu.” Sore hari itu, saya berkesempatan
pulang kerja lebih awal dari biasanya. Saya singgah ke salah satu pusat
perbelanjaan yang favorit dikunjungi banyak orang penduduk pada umumnya yang
tinggal di kota Bekasi. Kaget dan tidak menyangka dalam perjalanan hendak
meninggalkan lokasi pusat perbelanjaan, saya dihadang oleh seorang bapak, ayah
dari tiga anak yang berperawakan kecil, berkulit hitam. Beliau adalah salah
seorang sesepuh di salah satu perusahaan industri minuman, yang dimiliki oleh
salah seorang pengusaha dalam negeri di wilayah kota Jakarta ini, bahkan telah
mengabdi untuk perusahaan tersebut paling tidak tiga puluh tahun lamanya.
“Saya sudah pensiun sejak enam tahun yang lalu”,
ungkapnya mulai bercerita. “Namun saya sangat dikecewakan oleh perilaku
anak-anak pemilik perusahaan”, lanjutnya bercerita. “Oh, ya? Kenapa emangnya
kok bapak sampai merasa dikecewakan?” tanyaku kepada bapak, yang gemar membuat
lelucon di tengah-tengah pembicaraan yang serius. “Kalo gak karna perjuangan
saya untuk perusahaan bapaknya, gak mungkin Kenneth bisa tamat sekolah dari
Amerika. Saya adalah satu-satunya orang yang bertahan mengamankan perusahaan
dari serangan warga pada bulan Mei 1998 ketika kerusuhan terjadi di mana-mana,
sementara pemilik perusahaan dan keluarganya telah melarikan diri ke Singapura.
Giliran mereka sudah tamat sekolah, jadi bos di perusahaan ini, terus
memperlakukan saya semena-mena, sampai-sampai saya langsung mengajukan
mengundurkan diri esok harinya”, cukup panjang Pak Syawal menceritakan seluruh
kekecewaan hatinya sementara saya menjadi pendengar yang setia baginya.
“Dasar kacang lupa akan kulitnya”, kata Pak Syawal
melanjutkan. “Pak, apapun semua yang bapak ceritakan, biarlah itu menjadi
sebuah pengalaman hidup yang bermanfaat untuk bapak. Satu hal yang pasti dan
saya saksikan sore ini, Pak Syawal masih tetap sehat hingga saat ini walaupun
mereka tidak mengenang seluruh jasa-jasa bapak. Bukankah bapak harus bersyukur
kepada Allah?” jawabku sambil berusaha mengajak dia untuk melihat hal-hal
positif atas kejadian yang dia rasakan. “Gak apa-apa mereka lupa sama jasa
bapak, tapi Allah tidak lupa kepada bapak, makanya bapak masih tetap sehat dan
bisa berpenghasilan di usia pensiun seperti ini”, kembali saya menenangkan
hatinya. Ayat roti pagi hari ini menantang kita yang mengaku diri sebagai umat
percaya, untuk tetap bersikap mengasihi terhadap musuh bahkan terhadap
orang-orang yang menerima pertolongan kita walaupun mereka tidak tahu berterima
kasih kepada kita, sebab kasih Allah akan lebih nyata kita nikmati dan miliki
dari Allah ketika kita sanggup bersikap berbeda dari sikap manusia dunia pada
umumnya. Allah kiranya memberi pertolongan kepada kita untuk dapat membuahkan
buah-buah yang baik dalam kehidupan kita bahkan ketika orang lain membalas buah
kebaikan kita dengan pahitnya empedu atau asamnya cuka.
Mari
Kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat Kita dengan menggunakan tombol “Tell
A Friend” dibawah ini: