Saturday, August 06, 2016

Berkat Tuhan atas kami


Filipi 4:12-13, "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam kenyang, maupun dalam kelaparan; baik dalam kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."


"Apa kabarmu Nak?" saya sedang menelpon salah satu anak saya yang sedang berkuliah di luar kota. "Baik, papa", demikian dia menjawab. "Bagaimana dengan progress Feasibility Project yang sedang kamu lakukan", saya bertanya lebih lanjut.  "Belum selesai Pa, saya dan teman-teman banyak menemukan kesulitan dalam menyelesaikannya, ada saja kendala yang timbul, dan lagi....",  suara anak saya terdengar lirih, "target waktu project sudah lewat Pa....", demikian dia mencoba menjelaskan keadaan yang dia hadapi. Saya merenung sesaat setelah menutup telepon. Saya sedih dan sedikit kecewa. Timbul dalam pikiran untuk segera mengunjunginya dan menolongnya menyelesaikan project yang tertunda tersebut. Di sisi lain, hati saya mengatakan dengan menolongnya saya akan memjadi orang tua yang tidak mendidik karena saya telah membiarkannya untuk tidak mandiri.

"Tuhan, mengapa Engkau ijinkan hal-hal seperti ini terjadi bagi anak kami yang memilih bersekolah di sekolah-MU?," saya mulai meragukan kuasa Tuhan. Saya melanjutkan, "Sementara saat saya bersekolah dulu tidak menghadapi kesulitan yang berarti, walau keuangan tidak memadai, buku-buku tidak lengkap, namun bisa mendapat nilai yg cukup baik," saya seakan berbicara kepada diri saya sendiri, bahkan cenderung menyalahkan keadaan yg terjadi saat ini. Saya kecewa.

Sepulang dari kantor saya mendiskusikan hal tersebut dengan istri saya. Istri saya mengkhawatirkan keadaan anak kami. Kami mulai membandingkan anak kami dengan anak2 yang lain. Kami bertanya mengapa mereka bisa mendapatkan beasiswa sedangkan anak kami tidak? Setelah tamat mereka bisa cepat mendapatkan pekerjaan dll, kami terus membanding-bandingkan, dan merasa anak2 kami semua biasa2 saja. Sambil merenungkan dan membandingkan keadaan anak-anak kami dengan yang lain, tak terasa air mata menetes. Ini bukan air mata kesedihan namun air mata penyesalan saya kenapa harus membandingkan dengan orang lain, kenapa saya tidak bersyukur kepada Tuhan atas segala karyanya yang pikiran kita tak mampu menjangkaunya.

Dengan ayat di atas, saya berterima kasih kepada TUHAN atas segala karya-NYA kepada kami semua. Kami merasakan apa itu kesulitan, kami merasakan juga apa itu kelimpahan. Semakin saya renungkan semakin besar terima kasih kami kepada Tuhan.

Selamat Sabat, Tuhan memberkati.