If I could catch a rainbow, I would do it just for you, and share with you its beauty, on the days you're feeling blue. If I could build a mountain, you could call your very own, a place to find serenity, a place to be alone. If I could take your troubles, I would toss them in the sea, but all these things I'm finding, are impossible for me. I cannot build a mountain, or catch a rainbow fair, but let me be what I know best, a friend who's always there. - Kahlil Gibran -
Monday, August 08, 2016
Domba yang ditemukan
Matius 18 : 14, “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”
“Pa, ngapain sich si Edwin sering datang ke sini dan ngobrol sama papa?” tanyaku kepada suamiku. “Edwin ngajak saya untuk ikut KKR.” Kata suami ku. “Apa itu KKR?” “Ceramah tentang Yesus.” Kata suamiku menjelaskan. Mendengar itu, hatiku menjadi kesal, karena ceramah ini pasti berbeda dengan agama yang aku yakini saat ini, dan berbeda juga dengan kepercayaan yang diyakini suami ku. Aku jadi kurang senang dengan Edwin, pemuda yang sudah lama menjadi tetangga kami.
Akhirnya, pada suatu hari, suamiku, memutuskan untuk menerima Yesus. Dia ke Rumah Tuhan setiap hari Sabtu, sementara aku masih rajin melakukan doa sebanyak lima kali sehari. “Ma, pak Pendeta akan datang berdoa dan belajar firman Tuhan di rumah kita,” kata suamiku. “Apa…..!? Aku tidak mau ikut, papa saja yang belajar!” jawabku dengan marah. Dan memang, bila ada kumpulan belajar firman Tuhan di rumahku, aku akan duduk dengan wajah cemberut dan membelakangi kumpulan orang banyak tersebut. “Aku heran orang-orang gereja ini, aku tidak pernah ramah kepada mereka, tapi mereka koq tetap baik dan sopan, juga tidak membalas kemarahanku.” Itulah yang ada dalam pikiranku saat itu. Sampai pada suatu hari, telpon rumah berbunyi, aku dengar suara seorang bapak di ujung telepon : “Ibu, gereja akan retreat, bapak dan ibu ikut ya, nanti naik mobil kami.” Awalnya aku enggan untuk ikut, tapi, karena tidak enak dengan bapak itu, akhirnya kuputuskan untuk ikut dan aku membawa kue yang terbuat dari singkong. “Ibu, kue singkongnya enak sekali, terima kasih ya, ibu sudah repot-repot bawa kue.” Kata ibu-ibu kepadaku. Hatiku berbunga-bunga mendapat pujian, hal ini hampir tidak pernah kudapatkan selama ini dari teman-temanku yang lain.
Merasa diterima dengan begitu baik oleh kumpulan orang-orang gereja, bisikan yang selama ini kuabaikan, semakin jelas terdengar. Empat hari setelah pulang dari retreat aku menelepon pak pendeta. “Pak Pendeta, saya mau minta di baptis sekarang.” Pendeta kaget tapi senang. Suamiku juga senang. “Pak Pendeta, saya dibaptis bukan karena siapa-siapa, saya percaya Roh Kudus yang menuntun saya. Saya tidak mengharapkan apa-apa dari gereja, saya hanya mau terima Tuhan Yesus dan mengikut Yesus.” Itulah yang kusampaikan kepada pak Pendeta.
Puji Tuhan, meskipun aku masih banyak kekurangan dan masalah, bahkan ketika Tuhan mengijinkan suamiku untuk beristirahat sementara, semuanya bisa aku lalui, dengan pertolongan Tuhan dan saudara-saudara seimanku. Meskipun aku tidak pintar, tapi aku belajar untuk menghidupkan setiap nasehat firman Tuhan yang aku dengar. Kata bapak yang mengajak aku retreat, aku adalah domba yang telah ditemukan, jadi aku rindu untuk membawa domba-domba yang lain datang ke rumah Tuhan. Setiap hari, ketika bertemu dengan orang-orang, aku selalu bersemangat, membayangkan untuk membawa domba-domba itu ke kandang Tuhan.:)