If I could catch a rainbow, I would do it just for you, and share with you its beauty, on the days you're feeling blue. If I could build a mountain, you could call your very own, a place to find serenity, a place to be alone. If I could take your troubles, I would toss them in the sea, but all these things I'm finding, are impossible for me. I cannot build a mountain, or catch a rainbow fair, but let me be what I know best, a friend who's always there. - Kahlil Gibran -
Monday, August 01, 2016
Yesus harta yang terindah
Matius 19 : 22, “Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.”
Suatu hari saya dan beberapa teman gereja berkunjung ke sebuah keluarga. Ketika tiba di rumah tersebut kami disambut oleh tuan rumah dengan ramah. Pada dinding ruang tamu yang sederhana, saya melihat banyak sekali photo dari sang ibu rumah yang dipajang, dengan latar belakang gedung dan pemandangan yang indah-indah. Karena penasaran saya bertanya : “ Bu, photonya bagus-bagus, di mana photo ini diambil?” “Itu photo2 waktu saya kerja di Hongkong.” “Oh, ibu pernah kerja di Hongkong?” tanyaku. “Benar, selama sepuluh tahun. Sebelumnya saya kerja di Singapur lima tahun.” Kata si ibu menjelaskan dengan gaya bicaranya yang khas.
Kami mengamati photo demi photo yang terpajang di dinding, sementara si ibu bercerita: “ Sebenarnya, waktu di Hongkong, setiap 2 tahun selesai, saya ingin pulang. Tapi, tiap kali mau pulang, nyonya bilang sama saya : “Kakak, jangan pulang dulu, saya ada barang buat kamu.” Saya pikir barang apa, rupanya bayi dalam kandungannya. Saya bekerja, sejak keluarga itu baru menikah, sampai mereka mempunyai anak 4 orang.” “Wah, ibu pasti banyak mendatangkan devisa buat negara....” kata kami sambil bercanda. “Apa itu devisa?” kata si ibu dengan wajah kurang mengerti. Setelah sadar yang dimaksud ibu itu menjawab : “Oh, itu, hihihi..(tertawa), betul sekali, tiap bulan saya kirim uang ke kakak saya yang di Jakarta. Untuk biaya hidup anak yang saya titipkan, karena ayahnya sudah meninggal. Untuk bayar cicilan rumah dan juga tabungan.” Selesai berkata demikian, raut wajah ibu itu berubah dan dia terdiam sesaat. “Kalau ingat ini saya jadi sedih, karena rumah, tabungan bahkan anak sayapun di kuasai oleh kakak saya. Setelah sekian lama bekerja, jadinya tidak punya apa-apa.” Kata ibu itu. “Dulu waktu saya belum terima Yesus, saya tidak bisa terima, saya marah sekali, tapi sekarang, saya bisa relakan.” Lanjut si ibu, dan wajahnya senyum-senyum. Melihat ekspresi wajahnya, saya bergumam: “Luar biasa.., apabila Yesus mendapat tempat….” “Buat saya, semua sudah tidak berarti, yang penting ada Yesus dalam hati saya.” Lanjutnya sambil meletakkan kedua tangan di depan dadanya. “Amin…” jawab kami serentak. “Tuhan juga mempertemukan saya dengan bapak.” Sambil menunjuk suaminya yang duduk di samping. “Bapak yang merenovasi rumah, yang sekarang dikuasai oleh kakak saya itu , tapi waktu itu bapak dan saya belum terima Yesus.” Si ibu tersenyum, seakan terkenang saat mereka bertemu. Sang suami mengangguk-ngangguk mendengar cerita istrinya.
Kisah ini mengingatkan saya akan kisah orang muda yang ketika disuruh Yesus untuk menjual hartanya dan membagikan kepada orang miskin, hatinya sedih, karena hartanya yang banyak dan itu masih menjadi “ilah” dalam hidupnya. Sebaliknya, ibu tadi, yang telah kehilangan semua yang ada padanya, setelah menerima Yesus, dapat mengatakan, bahwa semua itu tidak ada artinya dibanding Yesus yang telah diam di dalam hatinya. Sudahkah Yesus mendapat tempat dalam kehidupan kita, di atas segalanya? Adalah menjadi doa dan harapan kita semua. Tuhan memberkati.