Sunday, August 07, 2016

HE provides


Mazmur 34:9, "Takutlah akan Tuhan, hai orang2-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia."

Tangan saya bergetar. Saya tidak sanggup menatap wajah pimpinan saya. "Bagaimana pendapat mu? Apakah kamu bisa tetap bersama kami?", pertanyaan yang ditujukan kepada saya siang itu terus terngiang di telinga saya hingga malam hari menjelang tidur. Saya tidak dapat menutup mata. Saya gelisah dan sulit untuk tidur. "Kenapa kamu belum tidur Ma?", suara suami saya mengusik pikiran yang tengah berkecamuk malam itu. Setelah tidak menjawab beberapa saat, akhirnya saya katakan "Client saya mengirimkan surat complain yang cukup keras kepada kami hari ini", demikian saya mencoba menutupi perasaan saya. "Tidak biasanya kamu tidak bisa tidur karena masalah pekerjaan", suami saya mulai tampak menyelidiki. Saya berperang batin, haruskah saya mengatakan kepada suami saya bahwa perusahaan tempat saya bekerja segera menjalankan peraturan baru dalam hal hari kerja. Kami secepatnya harus masuk bekerja pada hari Sabtu. Tapi kemudian saya putuskan untuk menyimpannya dulu karena saya perlu mendiskusikan kembali dengan pimpinan saya.

"Saya bisa menambah jam kerja bahkan bersedia bekerja pada hari Minggu Pak? jika dibutuhkan," Saya mencoba meyakinkan pimpinan saya. "Kami tidak membutuhkan karyawan untuk bekerja terlalu lama di kantor dan masuk di akhir pekan", pimpinan saya menjawab datar. "Tapi  saya memiliki kontrak kerja yang mengijinkan saya tidak bekerja pada hari Sabtu pak," saya mencoba mengingatkan pimpinan saya, kalau-kalau dia telah lupa atas keputusannya saat itu. "Ya, saya mengerti, namun sekarang kita memiliki jajaran direksi yang baru dan mereka menjalankan policy baru, saya tidak bisa berbuat apa-apa, sebagai direktur saya juga adalah seorang karyawan", pimpinan saya mencoba menjelaskan situasi yang terjadi dan berusaha meyakinkan saya bahwa perusahaan masih membutuhkan saya. "Kamu akan kami tempatkan di salah satu negara dibawah wewenang Asia Pacifik dan hanya memerlukan waktu bekerja hanya setengah hari di hari Sabtu," pimpinan saya menjelaskan, dan menambahkan "Kami masih membutuhkan kamu dan berharap kamu bisa menerima keadaan yang terjadi, namun pilihan ada di tangan kamu." Saya meninggalkan ruang kerja pimpinan saya dengan beribu pertanyaan. Saya sudah bekerja cukup lama di sana, saya berdedikasi, saya selalu men-support pimpinan saya, saya tidak pernah membantah pimpinan saya, saya dapat membawa team saya menjadi team terbaik di Asia, bahkan saya yang menggagasi, merumuskan, memperkenalkan dan menjalankan cara kerja baru pada sistem lama tanpa mengurangi esensi kepentingan dan keterlibatan para pembuat keputusan dalam memberikan persetujuan. Saya, saya, dan saya...

Saya mulai meragukan pimpinan Tuhan. Saya mulai memiliki sudut pandang bahwa Tuhan tidak mengasihi saya. Saya mulai menuduh Tuhan tidak melihat pekerjaan baik yang saya sudah lakukan. Saya mulai berpikir bahwa Tuhan tidak berada di pihak saya ketika saya ingin tetap mempertahankan iman saya dan tidak menginjak2 hari Sabat. Saya merenung... hingga pada akhirnya Saya sedang beristirahat siang itu ketika telepon genggam saya berbunyi. "Ibu bisa datang bertemu pimpinan kami dari Asia Pasifik minggu depan?, demikian suara di ujung telepon menyadarkan saya bahwa Dia tidak pernah mengecewakan umat yang di kasihi-Nya. Dia tidak pernah mengabaikan hal-hal baik yang kita lakukan. Dia selalu memberikan yang terbaik menurut kehendak-Nya. Saya menarik nafas panjang, menutup mata dan mengucapkan syukur yang tak terhingga kepada-Nya. DIA menyediakan kebutuhan kita.

Tuhan memberkati, selamat berakhir pekan.