If I could catch a rainbow, I would do it just for you, and share with you its beauty, on the days you're feeling blue. If I could build a mountain, you could call your very own, a place to find serenity, a place to be alone. If I could take your troubles, I would toss them in the sea, but all these things I'm finding, are impossible for me. I cannot build a mountain, or catch a rainbow fair, but let me be what I know best, a friend who's always there. - Kahlil Gibran -
Tuesday, August 09, 2016
Yesus lebih menderita
Yesaya 53 : 4, “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.”
Suatu hari aku mendengar teriakan : “Ma..,Ma… tolong aku!” “Ada apa pa?” aku segera berlari ke luar rumah menghampiri suami. Wajahku pucat, begitu juga wajah suamiku, tangan kirinya berlumur darah. “Aduh pa, apa yang terjadi?” “Tanganku luka, kena pagar yang tajam.” Suamiku menjawab sambil menahan sakit. Kulihat darah masih mengalir, mengenai baju, juga celana panjang suamiku. Dengan rasa ngeri, kami berdua berusaha untuk membersihkan luka, dan menaburkan obat yang ada, di atas bagian luka yang memang cukup dalam.
Esoknya, pada hari Sabtu, seperti biasa aku dan suamiku pergi ke gereja. “ Kenapa tangan bapak?” Seorang bertanya kepada suamiku. Lalu suamiku menceritakan apa yang terjadi. “Hati-hati pak, ini sepertinya agak bengkak dan bernanah, apakah sudah minum antibiotik?” “Benar pak, takutnya nanti bisa kena tetanus, infeksi, apalagi kalau pagarnya berkarat.” Beberapa teman gereja saling bergantian bertanya dan memberi nasehat. “Besok, kalau masih belum sembuh, harus dibawa ke rumah sakit.” Kata yang lainnya. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali telpon rumah berdering “Kring……” Seseorang menyapa di ujung telepon “Halo, bagaimana keadaan bapak pagi ini?” “ Semakin bengkak, semalam dia tidak bisa tidur, badannya panas.” Jawabku dengan nada kuatir. “Kalau begitu, kita bawa saja ke rumah sakit, tunggu ya, nanti kami jemput.” Sesampainya di rumah sakit, suamiku langsung dibawa ke IGD, karena hari itu, hari Minggu. “Ibu, tolong tanda tangan kertas ini.” Kata dokter “Apa ini dok, saya tidak ngerti.” Aku ketakutan, tidak tahu apa yang harus dibuat. Aku minta tolong keluarga yang mengantar untuk menanda tangani surat itu, yang rupanya adalah persetujuan untuk tindakkan operasi, untuk membersihkan luka ditangan suamiku. Suamiku merasa begitu kesakitan pada waktu tindakan itu dilakukan, bahkan sampai menangis. Untuk menghiburnya, bapak yang mengantar mengatakan : “Pak, kalau sakit, ingat saja, bahwa Tuhan Yesus lebih menderita, waktu Dia mau disalibkan untuk kita.” Mendengar itu suami saya dan saya menyetujui. “Betul sekali, ini belum seberapa dibanding dengan pengorbanan Yesus. Saya harus kuat.” Kata suami saya, walaupun dengan wajah kesakitan dan airmata berlinang. Kami yang ada di sekitarnya mengelus-ngelus tangannya untuk meringankan rasa sakit yang amat sangat yang dia rasakan.
Sepanjang malam itu, ketika rasa sakit muncul, aku dan suamiku mengingat ucapan bapak yang mengantar kami ke rumah sakit. ”Ini belum seberapa, dibanding dengan penderitaan Yesus.” Hal itu membuat kami jadi lebih kuat dan bisa melalui semua penderitaan sampai akhirnya tangan suamiku sembuh total.
Ketika menjalani hidup ini, sakit penyakit, penderitaan, dalam bentuknya yang bermacam-macam mungkin saja menjadi bahagian kita. Bila hal itu menimpa aku, aku membayangkan apa yang sudah Yesus alami. Tidak ada satupun yang aku alami saat ini yang tidak pernah di alami oleh Yesus. Yesus sudah mengalami semua itu, jadi ketika aku datang kepadaNya, Yesus pasti mengerti apa yang kurasakan. Yesus itu sumber kekuatanku, semoga Yesus juga menjadi kekuatan kita semua.