If I could catch a rainbow, I would do it just for you, and share with you its beauty, on the days you're feeling blue. If I could build a mountain, you could call your very own, a place to find serenity, a place to be alone. If I could take your troubles, I would toss them in the sea, but all these things I'm finding, are impossible for me. I cannot build a mountain, or catch a rainbow fair, but let me be what I know best, a friend who's always there. - Kahlil Gibran -
Friday, July 29, 2016
Kuatir
1 Petrus 5 : 7, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
Suatu hari ketika menghadiri acara wisuda saudaraku, di sebuah Perguruan Tinggi di kota Bandung, aku bertemu dengan teman lama semasa SMA. “Hi Hana, apakakabar,… masih ingat aku?” seorang pria yang berperawakan tinggi menyapaku. Kutatap wajah pria tersebut “Sam…, apakabar, kemana aja selama ini?” jawabku kepadanya. Kami akhirnya saling bercerita melepas rindu, mengenang masa-masa di SMA dulu dan menceritakan kegiatan-kegiatan selama ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, aku dan Sam jadi lebih sering bertemu. Akhirnya kami berpacaran dan dilanjutkan dengan rencana untuk menikah. “Sam, ada yang ingin kusampaikan kepadamu.” “Ada apa Hana, koq, kelihatannya serius banget, stress ya, dengan rencana pernikahan kita? Kita bawakan dalam doa segala rencana kita, pasti semuanya akan berjalan dengan lancar.” Kata Sam kepadaku. “Bukan itu masalahnya Sam, aku ini pernah di diagnosa oleh dokter mengidap penyakit autoimune. Kalau hamil, kehamilannya tidak akan bertahan lama. Aku khawatir Sam… kamu kan anak tunggal. Bagaimana kalau nanti aku aku mengalami masalah dengan kehamilan?” “Jangan terlalu khawatir Hana, pasti Tuhan akan menolong kita. Kalau Tuhan berkehendak, tidak ada yang mustahil.”
Akhirnya, setelah semua persiapan rampung, kamipun menikah. Tak lama kemudian aku mengandung. Apa yang aku khawatirkan terjadi. “Maaf bu, pada usia kehamilan tiga bulan ini, janin ibu tidak berkembang, jadi harus dikeluarkan.” Dokter menyampaikan berita yang begitu menghancurkan hatiku. Dimasa sulit itu, Sam selalu menguatkanku. “Tuhan pasti akan menyediakan yang terbaik. Sambil kita berobat, kita serahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan.” Itulah yang selalu disampaikan oleh Sam kepadaku. Benar, setelah beberapa bulan, Tuhan menjawab doa kami. Akupun mengandung lagi. “Terima kasih Tuhan, karena Engkau memberikan kepada kami anak yang kami rindukan.” Adalah doaku dan Sam, ketika akhirnya anak kami lahir dengan sehat, tidak kurang satu apapun.
Sebagai manusia, kita sering dipenuhi dengan kekuatiran. Ada kekuatiran yang beralasan, tapi seringkali banyak kekuatiran kita yang berlebihan, yang belum tentu terjadi. Kita menjadi susah, karena kita bersandar pada kekuatan kita sendiri. Padahal, kalau saja kita percaya, bahwa segala sesuatu tidak ada yang terjadi tanpa seijin Tuhan, maka tentu hidup akan menjadi lebih sederhana dengan segala permasalahannya. Oleh sebab itu, mari kita belajar untuk menyerahkan semua kuatir kita kepada-Nya, sebab Ia yang akan memeliharakan kita, sebagaimana yang dituliskan dalam ayat renungan kita pada pagi ini. Tuhan memberkati.