Thursday, July 28, 2016

Sebuah kisah kesederhanaan

Galatia 6 : 9, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."


"Cari buku apa pak?" Tanya seorang ibu yang sedang berdiri di sebuah koridor diantara rak-rak buku. "Oh, buku bahasa indonesia" jawab saya dengan spontan. Ibu itupun menunjukkan dan mengambilnya untuk saya, "ini bukunya." Saya menerimanya seraya berkata "Terimakasih bu". Dengan santun ibu ini membalasnya dengan berkata, "iya pak sama2" sambil senyum ramah kemudian bertanya pada saya, "pak biasanya di toko ini diskon ngga ya?", "sepertinya diskon bu", saya menjawabnya. "Diskon berapa biasanya?" Ibu ini melanjutkan. "Wah kalau itu saya kurang tahu berapa besaran diskonnya." Ibu ini lantas  tersenyum dan melanjutkan kembali memilih-milih buku yang ia cari. Demikian ketika saya bertemu dengan seorang ibu di toko buku siang itu, tiga hari yang lalu.

Setelah selesai memilih beberapa buku, saya pun menuju ke kasir untuk membayarnya. Dimeja kasir saya mencoba untuk memastikan bahwa buku-buku yang saya ambil itu benar, sambil mencocokkan dengan secarik kertas yang saya bawa yang berisi jumlah buku dan jenisnya. Sambil mengecek satu persatu, ibu yang tadi bertemu saya di koridor juga telah selesai dan berdiri tepat disamping saya sambil menunggu gilirannya. Oleh karena sedang berkonsentrasi pada pengecekan buku-buku, saya tidak menghiraukan jika ibu ini menyodorkan kepala kearah secarik kertas catatan yang saya sedang lihat, sambil mengamatinya sang ibu kemudian berkata, "catatanya sama, sekolahnya sama. Apakah anak bapak bersekolah di…” (ibu ini menyebutkan nama salah satu sekolah di jakarta). "Benar. kog ibu tau?" Saya  bertanya sedikit heran. Kami saling tertawa oleh karena bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Anak ibu kelas berapa?" Pertanyaan itu juga yang ibu itu ajukan kepada saya. Dalam satu kesempatan sedang mencari sesuatu yang sama, untuk tujuan yang sama dan dari sekolah yang sama pula. Kamipun terdiam sejenak, saya kembali menghitung dan mengecek buku satu persatu. "Anak ibu namanya siapa?" Saya mencoba bertanya. "Oh, hmm, ada laah." jawabnya kemudian terdiam karena tidak ingin nama anak tersebut saya ketahui. “Oh, okey. Ngga apa2 ibu” jawab saya kemudian.



Belum sempat berpikir sesuatu, saya melihat wajah ibu ini dengan sebuah senyum yang menyiratkan kasih. Ia kemudian mengatakan dengan lembut tanpa saya bertanya. Dan dari pernyataan ibu ini, saya seolah tersentak dan sadar bahwa ada orang yang sudah usia lanjut tapi masih berusaha menolong orang yang kurang beruntung dan saya kemudian mengetahui tujuan, mengapa ibu ini datang ke toko buku itu dengan penampilan yang tampak sederhana namun bersahaja, walau sudah memasuki usia paruh baya. Ia mangatakan perlahan, “ada yang perlu dibantu, saya tidak usah sebutkan namanya ya.”

Dan pengalaman bertemu dengan seorang ibu yang biasa-biasa saja tetapi memiliki tujuan dan hati yang luarbiasa ini menjadi pelajaran yang berharga bagi saya pribadi. Bukan tidak mungkin ketika anda bertemu dengan ibu ini, anda juga tidak akan berpikir bahwa ia sanggup dan sedang akan menolong orang lain, tetapi ibu yang baik hati ini telah melakukannya. Saya kemudian teringat sebuah ungkapan yang pernah populer, yakni“don't judce the book by its cover.” Ketulusan dan kepolosan hati seorang ibu yang dermawan dengan penampilan yang sederhana mengungkapkan kasih yang tak ternilai.
Tuhan memberkati.