If I could catch a rainbow, I would do it just for you, and share with you its beauty, on the days you're feeling blue. If I could build a mountain, you could call your very own, a place to find serenity, a place to be alone. If I could take your troubles, I would toss them in the sea, but all these things I'm finding, are impossible for me. I cannot build a mountain, or catch a rainbow fair, but let me be what I know best, a friend who's always there. - Kahlil Gibran -
Monday, July 11, 2016
KUBUR YANG KOSONG
Yohanes 20 : 2b, "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu dimana Ia diletakkan."
Suatu hari, kami mengadakan perjalanan ke sebuah kota. “Pa, baru tiga jam perjalanan, berarti masih tiga jam lagi baru tiba, lama juga ya?” suamiku mengangguk setuju. Sekali-sekali kendaraan yang membawa kami memperlambat jalannya, karena harus menghindari hewan besar yang dengan santainya duduk di tengah jalan raya. Sebagian lokasi yang dilalui juga sedang ada pekerjaan perbaikan jalan. “Kita sudah hampir masuk kotanya.” Kata suamiku. Aku menjadi bersemangat, karena sebentar lagi bisa melihat langsung sebuah bangunan lambang keabadian cinta yang selama ini begitu dikagumi oleh banyak orang di dunia. Setelah check in di hotel, kami dijemput oleh pemandu wisata setempat dan langsung dibawa ke objek wisata. Sebuah bangunan yang dibangun untuk menyimpan jasad seorang permaisuri sebagai lambang cinta abadi dari sang raja kepada istrinya.
“Wah, banyak sekali orang.” kataku “Ini masih tidak seberapa bu, kalau musim liburan akan lebih banyak lagi jumlahnya.” Kata pemandu wisata menjelaskan. Rombongan orang dari berbagai bangsa berbaur dengan warga setempat, berjalan perlahan, sambil sekali-sekali berhenti untuk mengambil gambar. Semua pengunjung, akhirnya menuju bangunan putih megah yang ada dihadapan kami. "Tolong kenakan pembungkus sepatu ini sebelum masuk ke dalam bangunan." kata pemandu wisata. Aku melihat warga negara setempat bahkan harus melepaskan alas kaki dan menyimpan di tempat yang sudah disediakan, sebelum mereka antri masuk. Sesampainya di dalam bangunan, perhatianku terbagi –bagi antara mendengarkan penjelasan pemandu wisata, melihat keindahan bangunan, dan memperhatikan prilaku warga setempat yang dengan penuh rasa hormat, mengelus, mencium, bahkan berdoa di tepi pagar yang mengelilingi dua buah kuburan yang ada di dalamnya. “Pa, coba perhatikan, orang-orang itu, setelah memberi hormat dan berdoa di samping kubur, wajah mereka menjadi cerah.” “Betul sekali” kata suamiku menimpali. “Apakah jasad raja dan permaisuri ada di dalam kubur tersebut? Suamiku bertanya kepada pemandu wisaja. “Oh tidak pak, kubur itu kosong, jasad raja dan permaisuri sudah dipindahkan ke lantai dasar dari bangunan ini.” Pemandu wisata menjelaskan. “Apakah orang-orang tahu bahwa kubur itu kosong?” tanya suamiku. “ Tahu pak” jawab pemandu wisaja. “ Hebat sekali ya, kubur kosong saja mereka begitu hormat , apalagi kalau masih ada isinya.” Suamiku memberi komentar dengan berbisik di telingaku.
Firman Tuhan pagi ini mengingatkan kita pada peristiwa ketika murid-murid Yesus mendapati kubur Yesus telah kosong. Kain kafan yang menjadi lambang tragedi, terletak di tanah. Kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus kini berada di samping, di tempat yang lain dan sudah tergulung. Yohanes melihat semua itu dan ia percaya. Allah telah mengubah tragedi di hari Jumat menjadi kemenangan di hari Minggu pagi. Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Kubur Yesus yang kosong membuktikan Juruselamat kita hidup, dan karena Dia hidup kita mempunyai jaminan untuk bisa menghadapi hari esok yang penuh dengan tantangan.
Selamat menjalani hari ini bersama Juruselamat kita yang hidup