Lukas 6:35, “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang jahat.”
Aku mempunyai teman ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kami sekelas sejak dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 SD. Sebenarnya kami sudah saling mengenal sejak kecil, sebab kami bergereja di gereja yang sama. Memang pertemanan kami tidak terlalu akrab, pada waktu di kelas 3 SD kami bahkan jadi bermusuhan.
“Ma, aku tidak tahu apa yang kulakukan pada si Budi sehingga ia sangat membenciku?” kataku kepada ibuku pada suatu hari. “Sebagai manusia, kalau dia memperlakukanku jahat, aku pasti akan membalas juga, walaupun diajarkan untuk tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan. Aku kan anak perempuan, mengapa dia memperlakukan aku seperti anak laki-laki!” Di sekolah, kami sering berkelahi ma, banyak kekerasan yang dia lakukan padaku. Guru juga tahu, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.” Aku mengadu lebih lanjut kepada ibuku. Ibu dan ayahku berulang-ulang memintaku untuk bersabar dan tetap mendoakan anak tersebut. Belakangan, aku dapati rupanya dia pikir aku yang meletakkan sepatunya dalam bak sampah, padahal aku sama sekali tidak pernah melakukannya. Ketika aku sudah berada di kelas 6 SD, aku sudah belajar untuk menjadi lebih sabar. Aku belajar memperlakukan dia dengan baik, walaupun dia masih berlaku buruk kepadaku. Kadang-kadang kami masih berkelahi meskipun tidak menggunakan kekerasan lagi, melainkan menggunakan kata-kata sebagai senjata. “Hal itu sebenarnya sungguh buruk” Pada suatu hari, guru menempatkan kami untuk duduk berdampingan di kelas. Hari-hari berikutnya dia mulai berubah menjadi lebih baik. Aku tidak tahu apakah dia berpura-pura baik atau benar-benar berubah menjadi anak yang baik.
Ayat pagi ini mengingatkanku akan masa laluku. Aku harus mencintai musuhku. Dia bukanlah musuhku lagi. Kami berpisah ketika kami memilih sekolah menengah yang berbeda. Kami saling memaafkan. Aku yang lebih dahulu meminta maaf kepadanya, walupun sebenarnya dia yang terlebih dahulu memulai masalah. Aku tidak menyimpan kemarahan padanya lagi, aku juga tidak mengharapkan dia akan memaafkanku, tapi yang penting aku memaafkannya. Aku mencintainya sebagai sahabat, dan aku merasa tidak mempunyai musuh lagi sekarang. Selama hidup-Nya di dunia ini, tidak sedikit orang yang memusuhi Yesus Kristus. Bahkan pada hari kematian-Nya, orang-orang itu tetap mengeraskan hati dan tidak menunjukkan rasa ingin meminta pengampunan. Meskipun demikian, Yesus Kristus tetap mengampuni mereka semua. Ia mengampuni kita semua dan menjadi contoh yang hidup. Bagaimana mungkin kita, sesama orang-orang berdosa, tidak mampu mengampuni satu sama lain? Memaafkan itu bukanlah hal yang mudah, tetapi di dalam Yesus, semua hal itu mungkin.
Mari Kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat Kita dengan menggunakan tombol “Tell A Friend” dibawah ini :