Saya tinggal di daerah yang cukup padat penduduk dan rumah berdekatan satu dengan yang lain. Warga sekitar tempat saya tinggal saling mengenal satu dengan yang lain, sehingga tidak jarang karang taruna di daerah kami bermukim dapat dikatakan aktif. Pada dasarnya saya senang bermasyarakat, namun ada satu hal yang suka mengusik ketenangan batin dan telinga saya yakni suka menggosipi hal-hal yang belum pasti benar demikian peristiwa itu adanya, sehingga saya sering menggunakan momen-momen tertentu untuk bercerita dengan harapan cerita itu dapat saya analogikan dengan peristiwa yang sedang terjadi dan membawa semangat hidup dan kebaikan bagi pola pikir dan tingkah laku pendengar.
Pagi itu hari libur, seperti biasa memanfaatkan waktu untuk berolah raga. Di tengah kesibukan pagi itu saya terlibat dalam satu topik diskusi yang menurut saya kurang baik untuk konsumsi ibu-ibu. Saya ada cerita, demikian saya mulai mengambil alih diskusi, begini ceritanya, “Ada seorang petani yang hidup bersama dengan seorang bayi dan ditemani seekor anjing yang pintar. Satu kali sang petani hendak mengerjakan pekerjaan yang terpisah dari tempat bayi dan seekor anjingnya berada. Sang petani berkata kepada seekor anjing, “Tolong jaga anak saya ya!” sambil ia meletakkan bayinya di atas sebuah gendongan kain dan diikatkannya di antara dahan pohon yang berfungsi sebagai ayunan. Tidak berapa lama sang petani kembali dan melihat mulut anjingnya berlumuran darah. Serta merta tanpa pikir panjang ia memukul anjing tersebut hingga mati dengan satu dugaan bahwa anjing tersebut telah memakan mati bayinya. Apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur, betapa ia terkejut ketika melihat bayinya tidur dengan tenang di atas ayunan sementara anjing tersebut bergulat dengan seekor ular hingga berlumuran darah demi menyelamatkan bayinya. Sesal kemudian tiada berguna, anjing tersebut telah mati.”
Mungkin kita pernah melakukan hal yang sama, mendahulukan prasangka buruk gantinya mencari tahu duduk perkara sebenarnya. Memandang diri orang lain lebih buruk dari kita, namun sesungguhnya diri kita jauh lebih buruk dari orang lain. Berhentilah menjadi hakim bagi sesama kita, mari kita memastikan diri kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain sebaliknya menjadi teladan baik dalam perkataan, tingkah laku, pemikiran dan perbuatan kita, maka Allah saja yang akan ditinggikan dan dihormati. Amin.
Mari Kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat Kita dengan menggunakan tombol “Tell A Friend” dibawah ini :