Ibrani 13:1, “Peliharalah kasih persaudaraan!”
Siang itu tepat jatuh pada hari Rabu, hari keempat kami berada di salah satu provinsi yang kotanya dikelilingi dengan pantai. Sesuai rencana dan percakapan kami berdua, kami pun menghabiskan waktu setengah hari dari sejak siang hingga sore itu untuk berkunjung ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. “Kita lebih baik nyantai aja hari Rabu nanti, menghabiskan waktu berjalan-jalan menyusuri tepi pantai yang tepat berada hanya sekitar 10 meter dari lokasi bungalow tempat kita menginap. Kan kita sama sekali belum menjajaki lokasi di daerah sekitar bungalow ini, sementara tempat lainnya kita sudah kunjungi. Lagian biar kita nyantai dan gak perlu bangun pagi-pagi sekali kalau kita hanya berjalan-jalan menelusuri daerah sini”, demikian istri saya menguraikan buah pikirannya.
“Belum lagi kita kan malamnya mau pulang ke Jakarta, jangan capek-capek banget deh kegiatan sepanjang hari itu sebelum pulang. Badan kita ini kan perlu istirahat juga”, gumamnya lebih lanjut. Saya pun mengiyakan seluruh isi pembicaraan istri saya karna memang sangat masuk akal. Alhasil, kurang dari pukul 12 siang hari, kami sudah berada di pusat perbelanjaan sesuai rencana awal. Belum lama mengelilingi pusat perbelanjaan dan toko-toko yang ada didalamnya, tiba-tiba saya dengar istri saya berkata, “Waduh toilet sebelah mana ya, kalau bisa ke toilet dulu untuk buang air kecil, tadi kebanyakan minum juga sih, jadinya lebih sering ke toilet deh”, ajak istri saya untuk mencari toilet sampai kami menemukannya.
Saya pun memasuki toilet pria sementara istri saya menuju ke toilet wanita. Eeeh, tiba-tiba telinga saya dikagetkan dengan suara yang kelihatannya bahasa itu tidak asing di telinga saya. Melihat ke sebelah kiri, ternyata saya melihat dua orang pria sedang ngobrol dan menggunakan bahasa yang sama dengan yang saya gunakan sehari-hari di Jakarta. “Darimana mas, Jakarta ya?” tanyaku dengan cepat dan tidak ragu-ragu. “Pasti ini orang Indonesia, pikirku dalam hati.” Akhirnya kami pun saling bertegur sapa, terkesan akrab seolah-olah telah lama mengenal mereka, namun sesungguhnya saya tidak pernah mengenal mereka. Rasa persaudaraan terasa dekat saat bertemu dengan orang-orang sebangsa dan setanah air dengan kita di negeri perantauan. Masing-masing kami terlihat penuh dengan wajah senyuman dan ceria, karna dapat bertemu dengan orang-orang dari Negara kita sendiri. Kami pun terlibat dalam pembicaraan personal cukup lama serasa saya telah mengenal mereka bertahun-tahun sebelumnya. Jikalau saja umat-umat Allah baik yang terhimpun dalam rumpun keluarga maupun kita yang terhimpun dalam rumpun gereja atau pun organisasi masyarakat lainnya, dapat menumbuhkan rasa kasih persaudaraan yang tulus, jujur, murni dan tanpa pamrih dapat selalu kita pertahankan dalam kehidupan sehari-hari, saya berkeyakinan seluruh umat Allah akan merasakan satu kebahagiaan istimewa yang tidak akan dimiliki orang lain dan tidak akan direbut oleh orang lain pula. Mari kita pupuk rasa kasih persaudaraan di antara kita tanpa memandang, suku, ras, agama maupun golongan ekonominya, namun pandanglah kepada indahnya kasih Allah yang telah mempersatukan kita dalam iman, pengharapan dan kasih yang kekal selama-lamanya sepanjang kita hidup berkenan bagi-Nya. Amin.
Mari Kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat Kita dengan menggunakan tombol “Tell A Friend” dibawah ini :