Friday, September 14, 2012

Hidup Itu Seperti Uap



Yakobus 4 : 14 b “Hidupmu itu seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.”








Setelah tiga jam kami berada di dalam kereta cepat, akhirnya kami tiba di tempat ini.  Angin kencang disertai rintik hujan menyambut kedatangan kami.   Di kiri dan kanan saya lihat orang berjalan cepat.  Sulit bagi kita meniru gerak langkah mereka.  “Mama tahu kak, kenapa mereka jalannya cepat-cepat. Pasti supaya enggak kedinginan  kan ya, kak?”  kata saya kepada si sulung, yang hanya dibalas dengan senyuman.  Dari mulutnya yang bergetar, terlihat dia berusaha menahan dinginnya suhu sekitar 10 derajat celcius di kota ini.  Kami masuk ke dalam taksi yang membawa ke tempat penginapan.   Sepanjang perjalanan saya benar-benar menikmati pemandangan yang ada.  Rentetan rumah yang begitu teratur, serta bunga  beraneka warna memenuhi masing-masing halaman.   “Selamat datang di tempat ini…,” sapa seorang oma dengan senyum lebar  sambil merapikan pot bunga yang menghiasi ruangan menuju ke kamar kami.  “Terima kasih…,” sahut saya dan suami sambil membalas senyumya.  Terdengar nyanyian kecil oma itu yang menggema  di sepanjang ruangan yang kami lalui.  

“Mama,  sudah oma-oma kok dia masih bekerja sih?”  bisik si bungsu dengan heran.  “Nanti dek, kalau sudah akrab baru kita tanyain dia ya,” kata si sulung.  Saya mengerti mengapa si kecil terlihat kagum,  karena sepertinya usia ibu tadi  sudah di atas 70-an tapi masih terlihat sehat dan segar.  Keesokan harinya ketika akan sarapan pagi kembali kami bertemu dengannya.  “Selamat pagi, bisa tidur enak?”  si oma menyapa kami terlebih dahulu dengan senyum lebarnya yang khas.  “Terima kasih, ya kita semua tidur pulas tadi malam, walau sedikit kedinginan…,” jawab suami saya. “Enjoy your breakfast !” katanya sambil pergi dan memberi lambaian tangan kepada kami semua.  Selesai sarapan, kami menuju kamar.   Kembali kami bertemu dengannya.   “Oma, anda terlihat begitu cantik dan sehat… Berapa umur oma sekarang?” tanya saya sambil memeluk pundaknya.  “Saya sekarang sudah 78 tahun…,” jawabnya sambil tertawa.  Terlihat deretan giginya yang masih berjejer rapih.  “Wow!  Hebat sekali!  Apa sih rahasianya agar saya bisa seperti oma?” tanya saya sambil menatap wajahnya yang terus berseri.  “HIdup ini  singkat…, jadi gunakan setiap waktu untuk yang baik.  Tidak ada waktu untuk berdebat atau berbicara yang tidak perlu.  Hehehe… Kita harus tetap gembira, bersyukur kepada Tuhan dan nikmati saja yang ada,” katanya sambil menepuk pundak saya. “Sore ini saya sudah janjian dengan teman saya yang berusia 90 tahun untuk bermain bowling loh…,” katanya lagi sambil terkekeh-kekeh. Waduh ! Luar biasa aktifitasnya oma ini. Masih aktif bekerja,  benar-benar sehat dan selalu gembira di usia senja.

Ayat alkitab dalam Roti Pagi ini mengingatkan  bahwa hidup yang kita miliki begitu singkat, seperti uap yang hanya sebentar saja  kelihatan, lalu lenyap.   Manusia memiliki batas kehidupan di dunia ini.  Semua berjalan cepat dan singkat.  Tanpa kita sadari, kita acap mengisi hidup ini dengan hal yang tidak berguna.  Berdebat dan bertengkar, hanya menyisakan sakit hati pada orang lain.  Membicarakan yang tidak perlu, tidak menambah nilai dalam hidup.  Menyesali yang sudah lampau dan jarang bersyukur, juga tidak bermanfaat.   Bersyukurlah pada Tuhan setiap hari, bergembira dan mengisi hidup dengan hal yang bermanfaat bagi diri kita dan bagi orang lain. Hidup ini terlalu singkat untuk kita sia-siakan.  God is so good , He’s so good to me !

Bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat kita hari ini.