Matius 10:31, “Sebab itu janganlah kamu takut, karena
kamu lebih berharga dari pada burung pipit.“
Pada suatu pagi
beberapa tahun lalu, saya bersama istri dalam perjalanan dari sekolah anak kami
di Salemba menuju ke kantor saya yang berlokasi di Jakarta Selatan, seperti
biasanya melewati jalan H. R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan sambil
terlihat kantor Kedutaan Besar Australia
yang sedang dipugar akibat bom Kuningan dari teroris beberapa waktu yang lalu.
Saya teringat beberapa waktu yang lalu saya pernah bekerja selama belasan tahun
di sebuah kantor yang berada di salah satu gedung di lantai 10 yang persis
bersebelahan dengan kantor Kedutaan Besar Australia tersebut. Pikiran
saya menerawang beberapa tahun lalu ke lantai 10 gedung itu serta terinspirasi
dengan satu bacaan renungan pagi dari “Pondok Renungan” yang saya sedang baca
yang ternyata kejadiannya hampir mirip.
Pagi itu saya memasuki
ruang kerja saya. Bangunan kantor saya dikelilingi oleh jendela-jendela kaca,
tatkala terjadi bom Kuningan jendela kaca tersebut semuanya rontok dan pecah
akibat ledakan bom yang sangat dahsyat itu. Melalui jendela kaca yang sama,
terlihat jelas aktifitas orang-orang yang sedang antri di depan gedung Kedubes Australia untuk
mendapatkan visa. Seperti biasanya saya langsung disibukkan dengan pekerjaan
sehari-hari yang ada dihadapan saya, tiba-tiba saja terdengar bunyi „brakk….“
kedengarannya cukup keras. Dari ruang kerja saya, saya bisa melihat
seperti bayangan pantulan seekor burung yang baru saja menabrak jendela.
„Wah.. rupanya ada juga burung yang pusing atau lagi sakit, koq ya bisa
nyasar lalu menabrak kaca atau memang burung itu kesasar dan sedang mencari
induknya atau sarangnya dan mencoba menembus jendela kaca yang kelihatannya
sudah mulai agak buram setelah hujan baru saja selesai mengguyur bumi ini“,
pikirku. Dari bunyinya yang cukup keras pasti benturan itu sakit sekali. Tapi
sungguh anehnya hal itu terjadi beberapa kali. Saya terkejut melihat ada seekor
anak burung yang masih kecil, mungkin burung pipit atau burung gereja yang
rupanya sedang belajar terbang, dikepak-kepakkan sayapnya sambil terbang agak
sempoyongan serta miring ke kiri dan ke kanan. Sekali sekali tampak seperti
mau jatuh tetapi berhasil terbang naik lagi dan hampir saja membentur kaca maka
dia akan segera dengan cekatan terbang lebih tinggi. Akhirnya dia hinggap
di atas bangunan pos jaga di depan gerbang masuk untuk beristirahat.
Kembali saya coba memandang lagi ke luar jendela kaca dan rupanya anak
burung tersebut sudah tidak ada lagi di situ dan ternyata dia sudah terbang
dengan gagahnya, bilamana dia hampir menyentuh kaca jendela maka dia dengan
cekatannya akan melesat, menghindari tabrakan dengan kaca. Rupanya si
burung pipit itu sudah lebih pandai terbang sekarang dan dia terbang dengan
begitu gagahnya.
Pada setiap cobaan, Allah menyediakan "jalan keluar", coba kita lihat ayat ini. “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1 Korintus 10:13). Semuanya berpulang kepada kita, apakah mau menyerah atau tetap berjuang. Hidup mewartakan kabar sukacita dengan mengabarkan pekabaran tiga malaikat bukanlah suatu hal yang serba instant dan praktis melainkan suatu proses, butuh ketekunan, kesabaran, ketelatenan dan kasih. Maukah kita belajar dari anak burung pipit tersebut, untuk mau mencoba, mencoba dan mencoba lagi manakala kita gagal, manakala kita ditolak bahkan disingkirkan?
Mari Kita bagikan Roti pagi ini kepada sahabat Kita dengan
menggunakan tombol “Tell A Friend” dibawah ini: