“Siapa yang suruh kamu masukin mobil ke sini?” ucap pengelola rumah kontrakan. “Lihat! Keramik teras akhirnya sampai rusak! Apa yang saya harus sampaikan kepada yang punya kontrakan?”, bentaknya kepada sang pengontrak melanjutkan. “Saya tidak perlu minta ijin sama kamu, karena dulu juga ada yang masukin mobil ke sini. Lagian, saya ini orang tua, tidak pantas kamu bicara seperti itu kepada saya!” ucap sang pengontrak dengan emosi. Perdebatan antar pengurus dan penghuni kontrakan pun berlangsung bahkan akhirnya hingga melebar. Perang adu mulut pun berlangsung beberapa saat. Kata-kata kasar pun terdengar silih berganti diantara perdebatan mereka.
Keributan ini terjadi
dikarenakan salah satu penghuni kontrakan memasukkan mobil untuk mengangkut
barang mereka tanpa sepengetahuan pengurus kontrakan yang saat itu sedang
keluar menjemput anaknya pulang sekolah. Pengurus kontrakan juga langsung
terbawa emosi karena melihat kejadian yang ada gantinya ia menanyakan kepada
sang pengontrak dengan nada datar dan memperhatikan tata krama bicara ia
langsung bertanya demikian yang akhirnya mengundang kejengkelan satu dengan
yang lain. Tanpa disadari oleh sang pengurus kontrakan, pertanyaan dan nada
bertanya yang berbeda segera menimbulkan kericuhan.
Hal sepele sering kali
menimbulkan pertengkaran di antara manusia. Seringkali kita lupa bahwa dibalik
semua hal yang kita lakukan membawa kepada suatu kondisi yang tidak terkendali
dan mengakibatkan timbulnya dosa. Di pihak yang satu merasa benar karena
dia diberi tanggung jawab oleh pemilik kontrakan untuk mengawasi dan
memperhatikan kontrakan tersebut. Di pihak yang lain karena merasa lebih tua
dan pernah dulu melihat ada mobil yang masuk juga merasa benar. Ketika kita
sampai di posisi ini kita masing-masing merasa benar dan di saat itulah ego
kita masing-masing menempatkan diri di depan. Mari kita lihat ayat di
atas. Ketika kita mau saling merendahkan hati, niscaya kita akan menerima
pujian.