Sudah beberapa hari ini lalu lintas terasa lengang. Saya pikir ini mungkin karena bulan puasa, jadi orang mempunyai beberapa pilihan berangkat lebih pagi atau sedikit lebih siang. Perjalanan menuju kantor terasa lebih bisa dinikmati. Yang pasti, tidak bergumul dengan kemacetan. “Kriiiing…! Kriing…!!", telepon genggam saya berbunyi dua kali. Saya tidak ingin terganggu saat menyetir. Tapi ketika bunyi itu terus menerus berdering, saya pikir mungkin telepon ini penting sekali. “Halo…, selamat pagi !”, suara saya menyapa. “Selamat pagi pak, apa kabar? Masih ingat dengan saya?”, tanya suara di seberang sana. “Sepertinya, saya kenal sekali dengan suara anda, kalau tidak salah anda…..”, ujar saya mencoba menyebut namanya. Namun belum selesai saya bicara dia sudah menjawab. “Iya pak, saya yang tadinya akan join dengan client bapak untuk posisi di Singapore.”, jawabnya dengan semangat. “Oh…, oke…oke… Saya juga tadi sudah yakin itu anda.”, jawab saya tertawa kecil. "Sejujurnya saya malu menelepon bapak. Kelihatannya saya salah karena telah menolak tawaran pekerjaan waktu itu. Saya hanya ingin memberitahukan bapak bahwa saat ini saya akan lebih berhati-hati lagi untuk mengambil keputusan.", katanya pelan. “Saya menghargai keputusan anda. Jangan khawatir, saya pasti akan menghubungi anda jika ada kesempatan di tempat lain.”, jawab saya cepat. “Kalau begitu, terimakasih pak. Saya tunggu berita bagus dari bapak di lain kesempatan. Selamat pagi.”, katanya menutup perbincangan kami pagi itu. Setelah menutup telepon, saya terkenang peristiwa yang terjadi hampir satu tahun yang lalu.
Tetapi lamunan saya menjadi buyar ketika handphone kembali berbunyi. “Ya, hallo selamat pagi…!”, kini suara di ujung telepon terdengar lebih halus dan tenang. “Selamat pagi…!”, jawab saya mencoba mengingat milik siapa suara ini. “Bapak, mungkin sudah lupa dengan saya…?”, tanyanya memulai percakapan. “Sorry, karena banyak nama yang harus saya ingat. Maaf dengan siapa ini ?”, tanya saya kepadanya. “It’s okay pak. Waktu itu saya kandidat untuk salah satu posisi di…”, katanya mencoba mengingatkan sambil menyebut satu nama perusahaan. “Oh iya ! Iya…, saya ingat sekali. Apa kabar ibu ?”, ujar saya setelah mengingat nama ibu itu. “Baik…, baik pak ! I just want to say hello, pak. Sejujurnya saya mau beritahu kepada bapak, ternyata apa yang dijanjikan oleh perusahaan saya untuk mempromosikan saya tidak terjadi. Saya menyesal telah mengabaikan kesempatan baik yang ditawarkan oleh client bapak waktu itu.”, suaranya terdengar menyesal. “Tidak apa-apa bu, siapa tahu nanti ada kesempatan yang jauh lebih baik terbuka untuk ibu. Saya akan hubungi ibu jika ada kesempatan yang lain…”, jawab saya menenangkannya. “Baik pak, terima kasih sudah bisa berbicara di pagi ini. Maaf sudah mengganggu waktu bapak.”, katanya lagi. “Ah…, tidak masalah. Terima kasih juga untuk teleponnya ya.”, kata saya sambil menutup telepon. Hidup ini memang berjalan begitu cepat. Kedua peristiwa ini sebetulnya terjadi satu tahun yang lalu. Memang kebetulan sekali mereka menelepon di hari yang sama. Saya jadi terkenang bagaimana sibuknya saya kala itu. Mereka berdua adalah kandidat posisi senior yang sangat disukai oleh client saya di dua perusahaan berbeda. Kala itu kedua client saya sudah membuat paket remunerasi dan kesempatan karir yang sangat menarik bagi mereka. Berkali-kali meeting dilakukan untuk menyelaraskan keinginan mereka. Tetapi di akhir kesempatan, mereka mengatakan bahwa mereka lebih mempertimbangkan kesempatan berkarir di perusahaan mereka bekerja. Saya menghargai pilihan mereka saat itu, karena itu adalah keputusan yang mereka sudah ambil. Namun ternyata apa yang mereka putuskan satu tahun lalu, bukanlah pilihan yang tepat. Dan mereka baru menyadari satu tahun kemudian.
Ayat renungan pagi ini mengatakan bahwa Tuhan memiliki rencana yang baik, rencana damai sejahtera bagi kita. Setiap hari kita dihadapkan kepada pelbagai pilihan dalam hidup. Seorang anak mungkin diberikan pilihan dengan siapa dia harus berteman. Sebagai orang tua kita diberi pilihan bagaimana konsep mendidik anak yang akan kita terapkan, sebagai ibu diberi pilihan apa harus di hidangkan hari ini, selaku anak muda diberi pilihan seberapa banyak waktu digunakan untuk berbuat hal yang baik dan berguna. Semua pilihan memiliki akibat. Ada konsekwensi yang langsung bisa dirasakan, namun ada juga konsekwensi pilihan yang baru kita sadari lama setelah pilihan itu kita buat. Kita tidak bisa menyesali apa yang telah kita pilih, karena semua telah terjadi. Untuk itu, kita minta Tuhan menuntun kita dalam membuat pilihan-pilihan hidup. Kita bertanya kepada Tuhan apa yang mesti kita buat, kita dengar firman-Nya akan apa yang mesti menjadi pilihan dalam hidup kita, kita melatih untuk memilih dengan pimpinan Tuhan. Saat kita menyerahkan pilihan kepada Tuhan, dan meminta Tuhan memberi kita kebijaksanaan dalam memilih, Ia akan menolong kita membuat keputusan yang baik. Tuhan memiliki rencana yang baik bagi kehidupan kita. Dan Tuhan akan menolong kita untuk menyelaraskan rencana kita sesuai dengan rencana-Nya, bila kita mau menyerahkan semua keputusan kita kepada Tuhan. Kita akan menikmati hasil yang baik dari keputusan yang kita buat setiap hari.
Have a good day !
Bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat anda dengan menggunakan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.