“Aduh kakak, kalau habis pulang sekolah jangan berantakan gitu dong barang-barangnya...! Ayo, tas dan sepatunya ditaruh di tempatnya ! Setelah itu kamu ganti baju dulu ya…!”, seru mama ketika kakak saya dengan terburu-buru langsung menuju meja makan sepulang sekolah. “Iiihh…, mama ini kok begitu banget sih? Aku kan sudah capek pulang sekolah, laper lagi ma…!”, gerutu kakak saya sambil membereskan tas dan sepatunya sesuai instruksi mama. “Adeek…! Ayo dong kamu bantu mama cuci piring dan menyapu rumah ya. Kita kan lagi nggak ada pembantu, jadi semuanya harus bisa belajar mandiri ya…!”, suara mama nyaring terdengar lagi di penjur rumah kami. “Ma, adek sudah capek nih…, piring kotornya kok nggak habis-habis ya…?! Huuuuhh…, kapan sih mbak balik lagi?”, seru saya yang sedang mencuci piring dengan sedikit cemberut. “Kakak…, adek…, kalian kan sekarang sudah mulai besar, sudah harus bisa bantu mama di rumah dong. Tidak boleh bergantung sama mbak terus, harus belajar mandiri sejak muda supaya kalau besar nanti sudah terbiasa bekerja.”, seru papa menasehati kami yang terus menerus mengeluh.
Hari berganti hari dan tahun berganti tahun, kami pun beranjak dewasa dan melanjutkan pendidikan kuliah ke sebuah sekolah berasrama. Bulan-bulan permulaan tinggal di sekolah berasrama rasanya berat sekali bagi saya. Segala sesuatu harus dilakukan sendiri, mulai dari mencuci baju, menyeterika, membereskan tempat tidur, dan saya juga harus belajar menjaga barang-barnag milik saya dengan baik agar tidak tercampur dengan milik teman-teman yang berbagi kamar dengan saya. “Wah, ternyata ada untungnya juga ya kak dari kecil mama dan papa sudah melatih kita untuk belajar hidup mandiri, jadi sudah nggak kaget lagi deh untuk kerjain semuanya sendiri.”, seru saya seraya bersyukur. “Iya dek, ternyata teguran dari mama dan papa selama ini benar-benar berguna ya. Aku jadi menyesal selama ini kita sering marah-marah kalau diberi nasehat yang baik.”, kata kakak saya menambahkan. “ Iya kak, makanya kita harus bersyukur mempunyai orangtua yang tidak pernah bosan memberikan kita teguran yang membangun, karena semua itu pasti untuk kebaikan kita di masa depan.”, kenang kami sambil tersenyum dan bersyukur kepada Tuhan untuk kesempatan yang diberikan kepada kami untuk belajar menerima teguran dengan hati yang terbuka.
Ayat renungan pagi ini mengatakan orang yang mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan. Sebaliknya, mereka yang mengabaikan teguran akan tersesat. Banyak orang tidak suka ditegur. Teguran itu sering tidak menyenangkan di hati dan seringkali tidak diharapkan. Kita sering menolak kata-kata teguran, terutama bila itu bertentangan dengan keinginan hati kita. Kita perlu bijak dalam menanggapi teguran dari orang lain. Boleh jadi, ada hal dalam diri kita yang tidak selaras dan patut, atau kelemahan kita, yang kita sendiri tidak bisa lihat. Lewat teguran, kita akan memeriksa diri sendiri dan memperhatikan hal-hal yang menjadi kelemahan kita. Kita menjadi lebih baik, lebih kuat, lebih siap menghadapi kehidupan. Allah juga memberikan teguran dan nasehat kepada kita melalui firman-Nya. Nasehat dan teguran Allah akan baik buat kita membangun tabiat yang akan mempersiapkan kita sebagai penghuni kerajaan surga. Mari kita mencintai teguran dan nasehat Tuhan, dan juga nasehat baik dari orang lain kepada kita. Mereka yang senang menerima nasehat dan didikan akan menerima kehidupan.
Have a great day !
Bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat anda dengan menggunakan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.