Hidup di kota metropolitan tentu memiliki kelebihan tersendiri, yang tidak bisa dibandingkan dengan di daerah. Kegiatan pekerjaan tidak melulu dilakukan di kantor tetapi bisa dilakukan di berbagai tempat mulai dari café, hotel, sampai pusat perbelanjaan yang menyediakan ruang meeting, semua tertata sedemikian eksklusif. Sementara menunggu pesanan makanan kecil di satu café, saya melihat dua orang lelaki berdandan rapih layaknya pria metropolis duduk di kursi bersebelahan dengan saya. Profesional muda di dua bank yang berbeda, terlihat dari kartu pegawai yang tergantung di leher mereka. “Are you finally able to handle your staff there?”, pertanyaan terlontar dari salah seorang dengan aksen Inggris-British yang kental. “Kalau yang satu kelihatan sudah oke, tetapi yang satu lagi sepertinya agak sulit deh…”, jawab temannya yang rambutnya dicat sedikit pirang dengan nada malas. “Kenapa harus sulit ? Kan you ditunjuk karena dipercaya bisa membuat perubahan bukan ?”, cecar temannya mengingatkan. “I know what I should do !”, jawabnya bernada sedikit kesal. “Kalau kamu tahu apa yang musti dibuat, kenapa kamu merasa sulit? Lakukan pendekatan secara pribadi dong…! Siapa tahu lebih mengena…”, ujar temannya lagi seakan menasihati. “Sudah pernah saya lakukan itu, tetapi malah gagal…! Staff-ku yang satu itu merasa tidak ada yang harus dirubah dengan dirinya...”, jawab si pirang. “Hiiikkk…! Nekat yaa…?”, jawab temannya terkejut hingga tersedak karena salah menelan. Saya yang disebelah jadi ikutan senyum karena tidak kuat menahan rasa lucu.
“Makanya, kamu pikir ini masalah sepele? Dia kan orang paling lama di kantorku. Dia itu seperti ibu RT gitu lah…! Aku harus punya cara yang lebih jitu lagi untuk bisa membuat dia mengerti, bahwa sebagai seorang customer service dia memiliki banyak kelemahan.”, jelas si rambut pirang sudah lebih bersemangat. “Memangnya ada customer yang complain?”, tanya temannya ingin tahu. “Ya ialah… Aku tahu kalau sepanjang hari harus senyum dan ramah adalah sesuatu hal yang melelahkan. Tetapi jika dia membiasakan diri, dia tidak akan merasakan perbedaan itu. Lagipula ini memang tuntutan pekerjaan, itu yang kelihatannya dia abaikan!”, ujar si pirang dengan bijak. “Mungkin dia sudah di area yang nyaman, dan nothing to lose...!”, temannya mulai mengira-ngira. “Aku tidak ingin berandai-andai, tetapi aku dipercaya perusahaan ini untuk bisa melakukan perubahan. Walau menjengkelkan, aku tidak ingin terpancing dengan sikapnya. Aku tetap bersikap baik padanya hingga saatnya nanti dia akan mengerti dan merubah kelemahannya. Iya nggak bro…?”, katanya seraya menyatap makanan yang telah terhidang dengan lahap.
Ayat renungan pagi ini mengingatkan bahwa kita yang kuat wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat. Bersikap baik dan ramah kepada semua orang tidaklah mudah untuk dilakukan, apalagi jika kita harus bersikap seperti itu kepada orang yang tidak memperdulikan kita, atau bahkan menyakiti hati kita. Namun Yesus memberikan teladan kepada kita. Yesus tetap bersikap baik dan rendah hati kepada semua orang yang membenci dan menganiaya Dia. Yesus ingin perubahan terjadi dalam kehidupan orang-orang yang menolak Dia saat itu. Yesus mengetahui kelemahan mereka, dan Ia terus menonjolkan kasihNya agar mereka yang lemah dapat dikuatkan. Kita perlu belajar menghidupkan kasih Yesus setiap hari, agar kita sanggup menerima kelemahan orang lain dan berupaya dengan sabar membantu orang lain memperbaiki kelemahannya. Marilah kita meminta Tuhan menolong kita dan memberikan kesanggupan setiap hari.
Have a nice day !
Bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat anda dengan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.