Kebaktian Rabu Malam 25 November 2009 dilaksanakan dalam kaitan Pekan Doa akhir tahun yang bertema “Misi Pengharapan”. Pemimpin acara adalah Bapak Willy Wuisan dan doa pembukaan dilayangkan oleh Bapak Marlan Sianturi. Pada kebaktian ini, Yoan Hutauruk membawakan lagu pujian yang berjudul “Apakah jangkarmu akan tahan”. Setelah itu, jemaat menyanyikan lagu “Aku Mau Sedia” sebagai lagu tema di sepanjang Pekan Doa ini. Bapak Wilson mengawali renungan dengan mengulas beberapa semboyan dari beberapa badan usaha dunia. Setiap perusahaan atau badan usaha selalu mempunyai semboyan atau moto yang dapat mencerminkan misi dari badan usaha tersebut. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh juga mempunyai misi besar yaitu untuk menyatakan pekabaran tiga malaikat dalam wahyu 14.
Wahyu 14:7 mengatakan, “dan ia berseru dengan suara nyaring: ‘Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air.’ ” Penyembahan yang benar adalah menyembah Dia yang menciptakan langit dan bumi. Hanya Allah, khalik pencipta alam semesta sekaligus penyelamat manusia, yang patut disembah. Sebaliknya, penyembahan berhala adalah perayaan karya cipta manusia sebagai pencapaian tertinggi di dunia. Penyembahan ini bukan saja mencerminkan ketidaksetiaan kepada Allah, namun juga menghina Allah. Dosa penyembahan berhala adalah sia-sia, karena secara tidak langsung, menyembah diri kita sendiri. Dan itu tidak akan membawa diri kita bertumbuh. Jika Allah bukanlah objek kasih kita, maka kita akan menemukan sesuatu yang lain yang akan kita sembah. Itu dapat berupa permainan video, film, ataupun kesenangan lain yang dapat mencuri waktu ibadah kita. Untuk menghindari hal tersebut, kita harus fokus pada Allah sebagai satu-satunya objek yang kita kasihi. Allah yang menciptakan langit dan bumi, adalah satu-satunya yang sungguh-sungguh layak untuk menerima pujian.
Dalam melakukan peribadatan kepada Allah, kita perlu penyerahan sepenuhnya. Terlalu sering, orang-orang mencampur-adukkan ibadah dengan hiburan yang memberi kepuasan diri. Ibadah artinya menyerahkan setiap tekanan pada kendali Allah dan sepenuhnya menyerahkan diri kita sendiri kepada Dia. Bila kita benar-benar menyembah Allah, segala sesuatu yang kita lakukan menjadi suatu persembahan penyerahan dan pujian. Ini semua tentang Dia dan bukan tentang kita. Ia adalah pusat dari ibadah kita. Dalam kisah penciptaan, kita dapati bahwa Allah telah menetapkan satu hari sebagai hari beribadah. Kejadian 2:2-3, “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” Ellen G. White menulis, “Sabat sejati, yang diberikan kepada manusia sebagai suatu peringatan peringatan akan penciptaan, telah ditempatkan dengan benar sebagai perintah suci Allah, dan sebagai gantinya, sabat palsu telah dijunjung tinggi dan disembah.... Tetapi suatu pekabaran, pekabaran malaikat ketiga, telah datang ke dunia ini, untuk mengangkat kebenaran pada posisinya yang benar, agar bisa berdiri teguh sebagai kebenaran Allah yang mengujikan di masa akhir ini. Persyaratan Allah harus diberikan kepada dunia dalam segala kuasa dan keaslian semula”. ”Bukanlah itu suatu keistimewaan menyatakan karunia Allah tentang Sabat dalam segala kuasa dan keaslian semula ? Hal ini tentunya menjadi sukacita kita. Inilah misi kita yang harus kita sampaikan kepada semua orang.”, kata Bapak Wilson mengakhiri renungan malam ini.
Pada bagian kesaksian, Pendeta Richard Y. Hutauruk memberikan kesaksian. Pada saat pergi ke daerah kuningan untuk mengajar Firman Tuhan, beliau terjebak macet hingga tiba disana lebih dari pukul 12 siang. Namun, oleh sebab tempat parkir yang penuh, beliau harus berputar-putar kembali untuk mencari tempat parkir. Saat itulah telpnya berbunyi dan ada permohonan untuk menunda jam belajar Firman Tuhan menjadi jam 14:00. Jadi, atas keterlambatan ini, Allah ternyata mempunyai rencana yang baik. Sepertinya ada halangan untuk belajar Firman Tuhan, namun oleh karena orang tersebut masih rapat, maka keterlambatan kedatangan pendeta tidak menghalangi waktu belajar Firman Tuhan. Rencana kita bukan rencana Tuhan. Kita diajak untuk menyerahkan segalanya kepada Tuhan, maka kita akan melihat bahwa dibalik segala masalah, ada rencana yang indah dari Tuhan untuk kita. Pokok-pokok doa kita saat ini meliputi: keluarga Risdayanti (anggota KPA yang ayahnya meninggal), rencana retreat jemaat, KPA yang sedang berjalan, orang-orang yang belajar alkitab, yang sedang sakit seperti Ibu Rini Pelaupessy dan Stephanus Purnama, anak-anak yang akan menghadapi ulangan umum, Bapak Daniel yang sedang sakit dan Family Of the Month - keluarga Munas Tambunan. Setelah doa syafaat yang dilakukan di kelompok doa, acara kebaktian Rabu Malam ini diakhiri dengan menyanyi dari Lagu Sion nomor 327, “Cerita Itu”. Doa tutup dilayangkan oleh Bapak Wilson Tobing.
Wahyu 14:7 mengatakan, “dan ia berseru dengan suara nyaring: ‘Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air.’ ” Penyembahan yang benar adalah menyembah Dia yang menciptakan langit dan bumi. Hanya Allah, khalik pencipta alam semesta sekaligus penyelamat manusia, yang patut disembah. Sebaliknya, penyembahan berhala adalah perayaan karya cipta manusia sebagai pencapaian tertinggi di dunia. Penyembahan ini bukan saja mencerminkan ketidaksetiaan kepada Allah, namun juga menghina Allah. Dosa penyembahan berhala adalah sia-sia, karena secara tidak langsung, menyembah diri kita sendiri. Dan itu tidak akan membawa diri kita bertumbuh. Jika Allah bukanlah objek kasih kita, maka kita akan menemukan sesuatu yang lain yang akan kita sembah. Itu dapat berupa permainan video, film, ataupun kesenangan lain yang dapat mencuri waktu ibadah kita. Untuk menghindari hal tersebut, kita harus fokus pada Allah sebagai satu-satunya objek yang kita kasihi. Allah yang menciptakan langit dan bumi, adalah satu-satunya yang sungguh-sungguh layak untuk menerima pujian.
Dalam melakukan peribadatan kepada Allah, kita perlu penyerahan sepenuhnya. Terlalu sering, orang-orang mencampur-adukkan ibadah dengan hiburan yang memberi kepuasan diri. Ibadah artinya menyerahkan setiap tekanan pada kendali Allah dan sepenuhnya menyerahkan diri kita sendiri kepada Dia. Bila kita benar-benar menyembah Allah, segala sesuatu yang kita lakukan menjadi suatu persembahan penyerahan dan pujian. Ini semua tentang Dia dan bukan tentang kita. Ia adalah pusat dari ibadah kita. Dalam kisah penciptaan, kita dapati bahwa Allah telah menetapkan satu hari sebagai hari beribadah. Kejadian 2:2-3, “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” Ellen G. White menulis, “Sabat sejati, yang diberikan kepada manusia sebagai suatu peringatan peringatan akan penciptaan, telah ditempatkan dengan benar sebagai perintah suci Allah, dan sebagai gantinya, sabat palsu telah dijunjung tinggi dan disembah.... Tetapi suatu pekabaran, pekabaran malaikat ketiga, telah datang ke dunia ini, untuk mengangkat kebenaran pada posisinya yang benar, agar bisa berdiri teguh sebagai kebenaran Allah yang mengujikan di masa akhir ini. Persyaratan Allah harus diberikan kepada dunia dalam segala kuasa dan keaslian semula”. ”Bukanlah itu suatu keistimewaan menyatakan karunia Allah tentang Sabat dalam segala kuasa dan keaslian semula ? Hal ini tentunya menjadi sukacita kita. Inilah misi kita yang harus kita sampaikan kepada semua orang.”, kata Bapak Wilson mengakhiri renungan malam ini.
Pada bagian kesaksian, Pendeta Richard Y. Hutauruk memberikan kesaksian. Pada saat pergi ke daerah kuningan untuk mengajar Firman Tuhan, beliau terjebak macet hingga tiba disana lebih dari pukul 12 siang. Namun, oleh sebab tempat parkir yang penuh, beliau harus berputar-putar kembali untuk mencari tempat parkir. Saat itulah telpnya berbunyi dan ada permohonan untuk menunda jam belajar Firman Tuhan menjadi jam 14:00. Jadi, atas keterlambatan ini, Allah ternyata mempunyai rencana yang baik. Sepertinya ada halangan untuk belajar Firman Tuhan, namun oleh karena orang tersebut masih rapat, maka keterlambatan kedatangan pendeta tidak menghalangi waktu belajar Firman Tuhan. Rencana kita bukan rencana Tuhan. Kita diajak untuk menyerahkan segalanya kepada Tuhan, maka kita akan melihat bahwa dibalik segala masalah, ada rencana yang indah dari Tuhan untuk kita. Pokok-pokok doa kita saat ini meliputi: keluarga Risdayanti (anggota KPA yang ayahnya meninggal), rencana retreat jemaat, KPA yang sedang berjalan, orang-orang yang belajar alkitab, yang sedang sakit seperti Ibu Rini Pelaupessy dan Stephanus Purnama, anak-anak yang akan menghadapi ulangan umum, Bapak Daniel yang sedang sakit dan Family Of the Month - keluarga Munas Tambunan. Setelah doa syafaat yang dilakukan di kelompok doa, acara kebaktian Rabu Malam ini diakhiri dengan menyanyi dari Lagu Sion nomor 327, “Cerita Itu”. Doa tutup dilayangkan oleh Bapak Wilson Tobing.