Saturday, November 21, 2009

Belajar Untuk Percaya

Yesaya 59 : 1 “Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar.”





Setelah berjuang keras melawan penyakit kankernya selama beberapa bulan, akhirnya suami saya pergi meninggalkan kami. Bersama si kecil yang baru berusia 6 tahun, saya berusaha untuk bangkit dari runtuhan dan himpitan yang terasa begitu menyakitkan hati. Sudah dua minggu semua ini terjadi. Saya pandangi si kecil, harta saya yang tak ternilai, sambil menitikkan air mata. “Mama…, jangan sedih lagi dong…! Nanti adek jadi nangis juga loh!”, ucapnya pada saya. Perkataan itu seringkali saya dengar jika dia melihat saya menangis. "Ah..., enggak kok. Mama enggak nangis sayang...", jawab saya cepat mengusap pelupuk mata. Entahlah, saya seakan ditegur agar berhenti meratapi dan mengasihani diri. Semua yang terjadi memang terasa begitu cepat. Kami semua tidak ada yang menyangka jika suami mengidap penyakit mematikan itu. Dia tidak pernah merasakan keluhan sakit apa pun. Semua berjalan dengan baik, rumah tangga kami terasa begitu berbahagia. Tetapi ketika kematian memisahkan kami, saya betul-betul terpukul karena harus melakukan tiga kewajiban sekaligus. Sebagai ayah, ibu, dan pencari nafkah. Jika tidak melihat si kecil, mungkin saya tidak akan pernah bisa bangkit dari kesedihan ini.

“Mama, hari ini kita buka toko lagi ya ma…?”, tanya si kecil di satu pagi. “Iya sayang…, nanti kita buka toko ya…”, jawab saya sambil menahan tangis. Kemarin saya memang sudah mulai untuk berjualan di toko kami. Tetapi apa hendak dikata, tidak satu pun pembeli yang datang ke toko kami. Saya betul-betul menjadi tawar hati. “Mama, kalau begitu sekarang kita berdoa dulu ya ma…, supaya nanti jualan kita bisa laku…!”, ucap si kecil dengan polos dan tulus. “Oh iya, sekarang adek berdoa ya…”, jawab saya pelan sambil mengajak dia menutup matanya. Airmata saya jatuh tak tertahankan. Pelan-pelan suaranya yang halus mulai berdoa, “Tuhan Yesus…, kami sudah tidak punya papa. Kami akan bekerja hari ini. Tuhan Yesus…, berkati kami. Kasih kami uang yang banyak ya… Aku mohon Tuhan, supaya mama bisa punya uang... Terima kasih Tuhan Yesus. Amin!”, ucap si kecil mengakhiri doanya sambil membuka matanya. Saya peluk dia dengan erat. Dalam hati saya berdoa, “Tolong Tuhan…, biarlah si kecil boleh melatih kepercayaannya pada-Mu. Tunjukkanlah kuasa-Mu Tuhan...”. Karena letak toko hanyalah di depan rumah, maka setelah sarapan saya segera membuka toko. Memasuki toko, dada ini terasa sesak. Karena di setiap sudut toko bayangan wajah suamiku tercinta amat jelas. Kertas-kertas yang ada di meja bertuliskan tangannya membuat tenggorokan terasa kering tercekat, dan pandangan menjadi kabur karena air mata yang mulai membayang. “Tuhan Yesus…, berkati kami…kasih kami uang yang banyak ya...”, suara si kecil tadi terngiang di telinga saya dan membuat saya membuang jauh perasaan yang mengganggu dan kembali bekerja. Seorang pengunjung datang. "Saya tertarik mengambil satu set furniture ini bu !", ucapnya setelah melihat beberapa saat. Tak lama kemudian, dua orang pengunjung lain datang ke toko kami. Mereka tidak hanya melihat-lihat, tetapi semua membeli peralatan yang mereka butuhkan. Saya betul-betul mendapatkan uang, seperti yang dipinta oleh si kecil dalam doanya ! Di malam hari sebelum tidur, si kecil bertanya kepada saya. “Mama hari ini kita dapat uang banyak enggak?”, tanyanya sambil berbaring. ”Iya sayang, Tuhan Yesus mendengar doa adek. Tadi adek lihat kan ada yang datang dan mau beli barang-barang yang kita jual.”, jawab saya sambil tersenyum kepadanya. “Terima kasih Tuhan Yesus ! Selamat tidur ya mama…!”, ucapnya gembira dan setelah itu dia sudah tertidur pulas.

Ayat renungan di pagi yang indah ini mengatakan bahwa tangan Tuhan tidak kurang panjang dan pendengaranNya tidak kurang tajam. Berpisah dengan orang yang dikasihi adalah hal yang menyakitkan. Terlebih bila ia adalah tumpuan dalam keluarga. Berupaya bangkit dari kesedihan dan saat yang sama menggantikan peran orang yang telah meninggalkan kita, bukanlah hal yang mudah. Terasa begitu berat dan tidak sanggup kita hadapi sendiri. Tetapi kita memiliki Tuhan yang selalu mendengar. Ia mendengar keluhan kita, mendengar seruan kita, mendengar permohonan kita. Terkadang kita begitu larut dalam menghadapi beban, memegang erat beban itu dan merasa tawar hati untuk menyampaikan kerisauan hati kepada Yesus. Di saat seperti itu pun, Tuhan akan menggunakan siapa saja, termasuk kepolosan seorang anak yang kecil, untuk mengingatkan kita agar berseru dan percaya kepada-Nya. Kita memiliki Tuhan yang tangan-Nya dapat terulur menjangkau kita, tangan yang sanggup memberi pertolongan di saat yang kita rasa paling sulit sekalipun, dan menunjukkan pada kita bahwa kasih-Nya tidak pernah berlalu dari kita. Saat beban berat menghimpit, marilah kita datang kepada Tuhan dengan ketulusan hati. Kita belajar untuk meletakkan beban kita kepada-Nya, kita belajar untuk percaya yang penuh kepada-Nya. Tuhan akan memelihara kita.

May we receive His shower of blessings today !