Friday, November 20, 2009

Belajar Untuk Sabar

Amsal 19:11 “Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran.”










“Eh, tadi anakmu nangis loh…!”, kata teman saya ketika berpapasan di tangga sekolah, dia sudah lebih dahulu tiba menjemput anaknya pulang sekolah. “Ah yang benar…? Memangnya kenapa?”, tanya saya tenang. “Enggak tahu tuh ! Tadi anakku yang cerita. ”, jawabnya sambil berlari kecil menuju parkiran. Kali ini saya memang terlambat menjemput si kecil. Saya percepat langkah karena khawatir mendengar informasi tadi. Saya bertemu dengan dua orang gadis kecil teman sekelasnya. “Belum di jemput juga ya?”, tanya saya sambil tersenyum. “Hari ini kita pulang terlambat tante, karena kita mau les Mandarin dulu. Eh iya…, tadi anaknya tante nangis loh di kelas. Kasihan deh…”, sahut salah satu dengan wajahnya yang begitu menggemaskan, rambutnya yang berekor kuda ikut bergoyang-goyang karena terlalu bersemangat bercerita pada saya. “Oh yaa…! Kenapa kok sampai menangis?”, tanya saya kaget. “Enggak tahu tuh tante ! Tadi sewaktu di jam istirahat tiba-tiba saja teman laki-laki yang lain mendatangi dan memukul perut anaknya tante. Dia jadi nangis deh…!”, jelas yang seorang lebih berani menerangkan. “Wah kok gitu ya…! Anak tante mungkin yang nakal yah?”, tanya saya ingin tahu. “Enggak kok tante, dia enggak salah. Lagian dia itu paling baik di kelas. Tapi tadi sama ibu guru yang nakal itu sudah disuruh minta maaf. Tapi…, enggak tahu deh kalau besok-besok digangguin lagi…hihihi…”, katanya sambil tertawa memamerkan deretan giginya yang kecil-kecil. “He..he..he.. kamu lucu deh ! Terima kasih ya sudah cerita sama tante. Nanti kalau ada teman yang gangguin anak tante lagi, kasih tahu ya supaya jangan berbuat seperti itu. Kan kasihan dong kalau ada teman yang disakiti.”, ujar saya sambil mengusap lembut pipinya lalu segera masuk ke dalam aula sekolah.

“Sebentar saya panggil dulu si kecil ya bu…”, kata resepsionis pada saya. “Ok, thanks.”, jawab saya cepat. Dalam beberapa menit suara si kecil sudah terdengar dari kejauhan. “Mama…! Kok terlambat…?”, rengeknya manja. “Maaf sayang…, tadi ada yang mama harus kerjakan jadi terlambat deh jemput kamu. Tapi janji deh, besok enggak lagi kok!”, ucap saya sambil memeluk dia seperti biasanya. “Eh, tadi katanya adek nangis ya ? Ada apa sih ? Ceritain ke mama dong…”, bujuk saya. “Itu ma, teman adek tiba-tiba datang memukul. Enggak tahu karena apa. Adek nangis karena pukulannya sakit banget ma. Tapi tadi dia sudah minta maaf kok mam…”, katanya tanpa rasa kesal. “Ya sudahlah, tapi lain kali jangan dekat-dekat sama dia lagi ya. Main sama yang lain aja deh…”, ujar saya mengingatkan. “Iya mama…”, jawabnya dengan tulus. Semua itu saya lakukan untuk mencegah agar jangan terjadi lagi yang lebih buruk. Hampir setiap hari saya mengingatkan si kecil untuk menjauhi temannya, dan dia selalu menjawab dengan perkataan yang sama. Entahlah, mungkin dia tahu jika saya begitu khawatir. Tapi suatu hari tidak seperti biasanya, kali ini dia menjawab, “Mama…, itu teman adek sekarang sudah baik. Enggak apa-apa kok main sama dia. Adek kasihan ma sama dia…, dia kan mau main sama adek. Giliran dia yang membujuk saya. “Tapi mama takut nanti dia nakal lagi, terus adek dipukul gimana?”, tanya saya. “Enggak kok ma… Please mam…, percaya deh !”, pintanya dengan tulus. “Oke deh mama setuju, adek harus lebih hati-hati ya…”, pinta saya yang disambut dengan anggukan kepalanya.

Ayat renungan pagi ini mengajak kita untuk memiliki akal budi agar kita bisa panjang sabar dan memaafkan pelanggaran. Menerima perbuatan yang menyakitkan secara fisik atau perasaan bukanlah hal yang mudah. Setiap orang ingin dikasihi. Bila orang disakiti, ia tergoda untuk marah, membalas atau lebih lanjut lagi, tidak mau memaafkan kesalahan yang menyakitinya. Bersikap seperti itu lebih banyak membawa kerugian. Emosi kita terganggu, pikiran kita tidak tenteram, kita akan menjauhi dan dijauhi seorang yang menjadi teman, dan akhirnya kehilangan sahabat kita. Kita diajak untuk berpikir dengan tenang dan bijaksana saat menghadapi situasi yang menyakitkan. Dengan bersabar dan membiasakan untuk memaafkan, maka kita akan menemukan kedamaian. Perselisihan akan dapat diselesaikan, orang yang menyakiti akan menyesali perbuatannya, persahabatan akan dapat terjalin dengan baik, kita pun akan berbahagia. Mari kita minta Tuhan memberikan akal budi, kesabaran dan roh memaafkan dalam diri kita setiap hari.

Let us forgive, forget and be happy !

Bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat anda dengan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.