Thursday, March 08, 2012

Lupa Diri!

2Raja-raja 20:3, 15, “Ah Tuhan, ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik dimata-Mu. Kemudian menangislah Hizkia dengan sangat. Lalu tanyanya lagi, “Apakah yang telah dilihat mereka di istanamu?” Jawab Hizkia: “Semua yang ada di istanaku telah mereka lihat. Tidak ada barang yang tidak kuperlihatkan kepada mereka di perbendaharaanku.”


“Papi, tolong baca dan perhatikan jadwal ini ya?” pinta anak bungsu saya yang sedang duduk di bangku terakhir di tingkat sekolah dasar pada pagi hari sebelum ia berangkat ke sekolah. “Apaan sih itu nak, Papi sedang beres-beres nih. Kamu letakin aja di meja, nanti Papi baca!” sahutku kepadanya. “Jangan lupa yah, Papi harus baca, itu penting kata guruku!” pintanya lagi memastikan saya tidak akan melupakan kertas itu.

Malam harinya pun saya menyempatkan diri untuk membuka kertas yang terletak di atas meja dan membacanya. Oh, ternyata selembar kertas itu berisikan daftar nama-nama murid yang duduk di tingkat terakhir bangku sekolah dasar dengan jadwal berpuasa secara bergantian setiap minggunya. Saya pun membaca secara perlahan baris demi baris dari daftar itu. Eh, ternyata ada juga jadwal bagi para guru dan orang tua murid untuk berpuasa bersama. Saya pun mencoba menerka apa gerangan maksud dari daftar ini. Ooh ternyata sang Kepala Sekolah meminta baik murid, guru dan orang tua bersatu hati untuk memohon kuasa dan pengetahuan dari Allah dalam menghadapi Ujian Nasional bagi mereka yang akan segera menamatkan pendidikannya di tingkat sekolah dasar.

“Baik juga untuk berpuasa bersama demi keberhasilan kita”, pikirku dalam hati, namun pikiran saya segera diarahkan kepada peristiwa Raja Hizkia, menganggap segala penurutan dan kebaikannya kepada Allah sebagai kredit yang patut dipertimbangkan Allah. Namun, tindakannya menyombongkan harta kekayaan yang Allah perkenankan untuk ia kelola gantinya ia menceritakan betapa baiknya Allah yang dia sembah itu kepada para tamunya yang datang menjenguknya, Hizkia tidak menganggap itu sebagai suatu kesalahan besar sebab ia lupa diri untuk bersyukur atas kebaikan Allah bagi dirinya. “Pernahkah saya berpuasa hanya untuk mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah atas seluruh pemberian-Nya, atau saya hanya berpuasa ketika saya merasa membutuhkan kuasa-Nya dan akhirnya memiliki sejuta alasan untuk berterima kasih lewat doa sejenak yang kita sampaikan kepada-Nya?” hal ini menjadi pertanyaan besar bagi saya. Semoga saudara dan saya bertanya kepada diri kita masing-masing, adakah kita bertindak sama seperti Hizkia atau sebaliknya, bagaimanakah kita menyikapi segala berkat dan kebaikan Tuhan bagi hidup kita? Lupa dirikah untuk bersyukur?

Mari Kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat Kita dengan menggunakan tombol “Tell A Friend” dibawah ini: