Pada suatu hari suamiku harus di rawat di rumah sakit. Keluhannya adalah sakit yang luar biasa di bagian lambung dan sekitar perut. Hal ini bukan yang pertama kali dia alami. Aku masih berpikir dia mengalami sakit yang sama seperti yang dia pernah derita sebelumnya. Hasil pemeriksaan sementara tidak menemukan kelainan yang berarti di daerah bagian lambung dan perutnya. Ketika dokter menyarankan untuk konsultasi dengan dokter bedah, aku hampir tidak percaya dan tidak bisa menerima begitu saja karena pengalaman buruk yang baru saja ku alami, ketika kehilangan keluarga dekat pasca operasi perut.
Keadaan suamiku pun semakin memburuk setelah dua hari berada di rumah sakit. Aku pun menyetujui diadakan operasi kecil bagi suamiku setelah sebelumnya banyak saudara-saudara seiman sudah melakukan berbagai usaha untuk meringankan penderitaan suamiku. Hal ini sungguh membesarkan hati. Bahkan ketika tindakan operasi akan dilaksanakan, beberapa saudara seiman datang melawat dan tinggal menemani sementara saudara seiman yang lain berdatangan memberikan doa dan dukungan moral. Sementara operasi sedang berlangsung, “Keluarga pak Rudy, keluarga pak Rudy.” terdengar suara perawat memanggil. Aku bergegas menuju ruang operasi. “Ibu, ini adalah hasil photo usus bapak. Usus buntunya sudah pecah, nanahnya sudah menyebar, saya perlu melakukan operasi besar membuka perutnya, mengeluarkan ususnya untuk di cuci, tolong ibu tanda tangan untuk persetujuan”, kata dokter dengan tegas. Kusampaikan berita yang sama kepada saudara-saudara seiman dan pendeta yang berada di ruang tunggu. Anak-anak dan keluarga yang tinggal di kota lainpun tak hentinya menelepon dan berdoa. Lewat tengah malam, barulah saudara-saudara seimanku pulang, setelah suamiku siuman dan ditempatkan di kamar. Aku bersama dengan adik ipar wanitaku tinggal di rumah sakit. Terasa sepi. Sambil memandang suamiku yang terbaring, terngiang di telingaku perkataan dokter tentang segala resiko buruk yang masih mungkin terjadi pasca operasi. Berbagai hal terlintas dalam benakku. Tiba-tiba ku lihat pintu kamar terbuka, samar-samar kulihat masuklah seorang pria yang menggendong anak diikuti seorang wanita di belakangnya. Rasanya seperti mimpi, aku bergumam sambil terisak: ”Pa, Tonny datang, Tonny datang.” Tonny adalah adik suamiku, seorang dokter yang baru seminggu bertugas di tempat kerjanya yang baru di sebuah kota lain. Rupanya dia dan keluarganya sudah berada di airport ketika kami saling bertelepon saat suamiku dioperasi. Mereka sengaja tidak memberitahukan rencana kedatangannya, aku pun sama sekali tidak berharap mereka akan datang. Namun kasih membuat segala sesuatu menjadi mungkin. Tuhan mengetahui kebutuhanku yang terbesar, Dia telah mengirimkan kepadaku saudara-saudara seiman dan saudara-saudara sedaging yang begitu peduli, bagiku itu lebih dari segalanya.
Setiap orang membutuhkan perhatian, khususnya mereka yang sementara berada dalam kesusahan dan penderitaan. Kita hanya dapat mengerti seberapa berartinya perhatian itu, bila kita pernah berada dalam satu keadaan ketika satu-satunya yang kita perlukan adalah adanya orang yang mengatakan “Aku memperhatikan engkau, aku peduli akan penderitaanmu dan aku berada disisimu.” Ayat kita pagi ini mengingatkan kepada kita untuk saling memperhatikan dan mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik. Dengan pertolongan Tuhan, mari kita belajar menjadi orang-orang penuh perhatian dan kasih juga perbuatan baik, agar Bapa kita di Surga dipermuliakan. Amin.
Mari Kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat Kita dengan menggunakan tombol “Tell A Friend” dibawah ini: