Tidak perlu dipungkiri bahwa seorang ibu mempunyai pekerjaan yang kecil tetapi besar dan dilakukan lebih dari 24 jam, kalau sehari mempunyai waktu lebih dari itu. Memasak, menyapu, mengepel, mencuci, belanja, mengurus anak, bekerja di kantor dan kegiatan sosial semua dikerjakan dengan senang hati. Beberapa tahun lalu temanku Betty merasakan suatu kebingungan yang amat sangat. Dia harus mengajar di suatu kegiatan perkemahan di luar kota yang waktunya dia perkirakan tidak bersamaan dengan jadwal ujian anak bungsunya. Entah mengapa, ada perubahan jadwal acara perkemahan yang seyogyanya dia mengajar di hari Jumat sore menjadi hari Kamis siang. Dan itu membuat Betty kalang kabut untuk merubah jadwal penerbangan keberangkatan termasuk pekerjaan-pekerjaan di kantor. Dan yang paling menjadi pikirannya adalah anak bungsunya yang masih mengikuti ujian di Jakarta. Anak bungsunya ini sangat manja dan sangat dekat dengan Betty. Selasa malam itu Betty sulit memejamkan mata beristirahat tidur, karena besok sore dia harus berangkat sedangkan anaknya masih ujian pada hari Kamis dan Jumat. Belum pernah dia meninggalkan anaknya saat menghadapi ujian seperti sekarang ini. Dia harus dapat mengambil satu keputusan yang tepat. Sebagai seorang ibu dia sangat kuatir meninggalkan anak saat ujian, namun di sisi lain ini dia harus bertanggung jawab untuk mengajar.
“Mama, siang nanti jadi berangkat ke Surabaya?”, tanya anaknya pada saat sarapan pagi bersama. “Enggak usah pergi deh ma, aku kan masih ujian”, lanjutnya. “Dek, mama tetap harus pergi”, jawab Betty dengan suara mantap tapi terus terang hati kecilnya berperang. “Begini ya dek. Disana mama ditunggu lebih dari 1.000 orang remaja. Kalaupun kamu disini sendiri, Tuhan akan menjagamu lebih dari mama”. “Tapi, .... Ah mama nggak sayang aku ya?”, rengek anakku. “Bukan sayang. Mama sayang kamu. Mama akan berdoa terus dan Tuhan akan berada disampingmu terus”. Suami Betty yang sejak tadi diam, tiba-tiba menimpali pembicaraan Betty, ”Papa yakin, penjagaan Tuhan lebih dari yang diharapkan mama. Mama pergi saja“. Walaupun pada awalnya dia sangat ragu, hati Betty kini lebih mantap meninggalkan anaknya.
Kita harus menyadari, yang paling bisa memenuhi kebutuhan anak-anak kita bukanlah kita, namun Tuhan. Ada saat-saat dimana kita tidak bisa berada di sisi mereka untuk membantu anak kita melewati krisis atau tantangan. Namun Tuhan ada disana, selalu hadir dan selalu bisa memberikan pertolongan saat anak-anak kita membutuhkannya. Memang kita sangat berpengaruh; namun marilah kita menghormati dan menyadari bahwa kemampuan dan keterbatasan kita. Jangan kita memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada yang patut kita pikirkan. Tuhan di atas segalanya.