Yohanes 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Saya adalah seorang yang memiliki kegemaran menjelajah ke beberapa daerah yang memiliki hasil bumi yang beragam, baik bepergian ke pegunungan, daerah yang penduduknya memiliki pekerjaan utama sebagai petani, daerah lepas pantai bahkan daerah lainnya termasuk wilayah pertambangan. Adalah merupakan kebiasaan saya untuk memperhatikan pola hidup penduduk setempat baik pekerjaan maupun kegiatan mereka lainnya. Sore itu saya terbawa ke dalam lamunan perjalanan hidup saya, lalu terbayang dan tergambarkan seperti sebuah film yang sedang diputar bagaimana kehidupan para penduduk di setiap daerah yang pernah saya kunjungi, sambil muncul pertanyaan di dalam pemikiran saya, “Bagaimana seseorang tahan berjam-jam bekerja seolah tak mengenal lelah? Apa pula rahasia pekerja rig lepas pantai yang meninggalkan anak istri bertarung dengan angin dan badai? Bagaimana juga dengan para petani, nelayan, kuli, sopir angkutan, pekerja berat yang tahan membanting tulang di tengah terik panas matahari atau dingin malam? Kekuatan apa yang mendorong mereka begitu kuat secara fisik dan tangguh secara mental? Sedangkan di sudut sempit yang lain, banyak orang mengeluh karena persoalan yang tak lebih besar dari ujung kuku?”
“Pak, boleh saya tau kenapa bapak mau melakukan pekerjaan yang berbahaya dan sewaktu-waktu menghadapi maut ini?”, tanyaku kepada salah seorang petugas rig lepas pantai. Jawabnya adalah, “Saya harus menghidupi istri dan anak saya, karena saya mengasihi mereka”. Apapun kondisi dan sifat pekerjaan yang mereka harus hadapi, tidak lain tidak bukan hanya karena cinta mereka kepada keluarga. Kekuatan itu bernama cinta. Cinta yang melahirkan harapan dan pengabdian kepada siapakah mereka mempersembahkan hasil kerja mereka; kepada keluarga nan jauh disana; kepada masyarakat banyak yang membutuhkan karya mereka; kepada alam yang mengasuh mereka; kepada masa depan kehidupan yang sejahtera; atau kepada hati tempat cinta itu mengalir. Bila anda berkeluh kesah hanya karena harus memperpanjang waktu kerja anda beberapa jam saja, maka kenanglah punggung bungkuk seorang kakek yang menarik sampah kota ini. Beliau memiliki sesuatu yang ia cintai, yang kepadanya ia ulurkan kerja. Kepada beliau kita belajar tentang pengabdian atas nama cinta.
Kalau bukan kasih, kasih kering lautan, langit tak berbintang, burung tak berkicau. Kalau bukan kasih, surga hanya cerita. Demikian syair lagu yang sering kita dengarkan bahkan nyanyikan. Jikalau apa pun beban berat, penderitaan bahkan maut sekali pun siap merenggut nyawa para pekerja rig lepas pantai, nelayan dan pekerja-pekerja lainnya, semua itu dilakukan karena cinta mereka kepada keluarganya. Yesus tidak saja melakukan pekerjaan penyelamatan yang hampir merenggut nyawa-Nya namun Ia oleh karena kasih-Nya kepada kita sebagai ciptaan-Nya rela mempersembahkan nyawanya sendiri dan tidak dapat digantikan oleh nyawa orang lain “demi keselamatan saudara dan saya”. Jalan penebusan dan keselamatan satu-satunya adalah melalui “pertumpahan darah” Yesus. Tidakkah kita mau bersyukur hari ini atas semua pengorbanan Kristus untuk keselamatan saudara dan saya? Allah memberkati kita. Amin.
Mari kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat kita dengan menggunakan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.