Thursday, April 28, 2011

Pensil Yang Patah vs Ketulusan

Matius 6:2,3, “Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.”



Pada suatu sore, seorang teman karib menghampiri meja kerja saya dan memungut sebatang pensil yang patah. Pintanya, “Boleh aku pinjam ini?” Saya yang sedang sibuk bekerja hanya menoleh sejenak dan berkata, “Ambil saja.” Teman karib saya di kantor ini pun mengambil pensil yang patah itu dan kembali ke meja kerjanya. Setelah itu saya melupakan akan kejadian itu selamanya. Padahal bagi teman saya, pensil patah itu amat berharga demi pengerjaan tugasnya.

Hari demi hari berlalu dan saya pun tidak pernah mengingat kejadian itu sama sekali. Saya kaget ketika saya dan teman karib saya terlibat dalam suatu obrolan sesaat menjelang waktu kerja akan dimulai di pagi hari tiba-tiba berkata, “Brother, terima kasih ya untuk pensil patah yang aku ambil dari meja kerjamu pada saat itu. Kalau saja pensil patahmu itu tidak ada, tentunya aku harus membuang lebih banyak waktu untuk meminjam pensil dari orang lain sementara pekerjaanku saat itu sedang ditunggu oleh pimpinan dan sudah hampir mendekati waktu yang diberikan kepada saya. Belum lagi, orang lain juga belum tentu pensil yang mereka miliki tidak sedang digunakan atau bahkan tidak memiliki pensil cadangan yang dapat dipinjamkan kepada saya”. Saya terhenti sejenak berpikir, sungguh benda itu tidak berarti banyak bagiku namun hal itu dapat memiliki nilai yang sangat berarti bagi orang lain.

Tahukah anda bagaimana “rasa” sebuah ketulusan? Setiap dari kita pasti pernah memberikan sesuatu dengan setulus murni. Namun, tidak banyak yang mampu memahaminya. Karena ketulusan bukanlah rasa, apalagi untuk dirasa-rasakan. Ketulusan adalah rasa yang tidak terasa, sebagaimana anda menyilakan teman dekat anda untuk mengambil pensil patah anda. Tiada setitik pun keberatan. Tiada setitik pun permintaan terima kasih. Tiada setitik pun rasa berjasa. Semuanya lenyap dalam ketulusan. Sayangnya tidak mudah bagi kita untuk memandang dunia ini seperti pensil patah itu sehingga selalu ada rasa keberatan atau berjasa saat kita saling berbagi. Sayangnya tidak mudah juga untuk bersibuk-sibuk pada keadaan diri sendiri, sehingga pensil patah pun tampak bagaikan pena emas yang nilai itu kita menuntut harus dimengerti oleh orang lain. Jangan ingat-ingat perbuatan baik anda. Kebaikan yang anda letakkan dalam ingatan bagaikan debu yang tertiup angin. Ingat, Yesus Sang Juruselamat dengan segala pemberian-Nya yang tidak dapat dinilai dan dibayar oleh manusia, namun Ia telah memberikannya tanpa pamrih, tanpa mengharapkan balas jasa dan tidak pernah untuk diungkit-ungkit kembali kepada anda dan saya. Kita akan mendapatkan balasan berkat yang luar biasa dari surga pada saat anda dan saya memberikan sesuatu dengan rasa tulus, murni, tanpa pamrih dan tidak mengharapkan ucapan terima kasih sekalipun dari orang yang anda dan saya telah tolong. Allah memberkati kita sekalian. Amin.



Mari kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat kita dengan menggunakan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.