Thursday, October 22, 2009

Memandang Hari Esok

Mazmur 90:12 ”Ajarlah kami menghitung hari-hari sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”





Kalau ada kelompok orang yang khawatir akan hari esok, saya adalah salah satu orang yang termasuk di dalamnya. Untuk suatu hal saja, saya bahkan sudah memperhitungkan beberapa bulan bahkan tahun sebelumnya. ”Kita hidup tidak boleh terlalu santai mam!’, kata saya memberi alasan ketika istri menegur saya untuk sedikit lebih rileks dalam memperhitungkan sesuatu. ”Maksud mami bukannya kita harus santai pi, tetapi kita harus tenang menjalaninya.”, katanya dengan senyum manis pada saya. ”Bagaimana kita bisa tenang kalau kita tidak ada persiapan untuk itu? Kalau saya santai-santai saja, entah apa jadinya saya sekarang...”, jawab saya tidak setuju. ”Maksudnya begini loh pi..., janganlah hari-hari papi hanya diisi dengan kekawatiran, padahal semua belum tentu terjadi. Yang ada malah papi jadi sakit karena terlalu khawatir!”, jawabnya dengan lembut. ”Makanya supaya papi tidak sakit, papi persiapkan rencana A hingga rencana C sehingga apapun yang terjadi semua sudah ada persiapannya mam...”, jelas saya pada istri yang akhirnya hanya diam karena tidak ingin berdebat.

Tidak puas dengan sikapnya, ketika mertua saya datang berkunjung kerumah kami, maka saya diskusikan apa pandangan saya mengenai persiapan hari esok. ”Dia berbeda pendapat dengan saya mam..., saya dianggap terlalu khawatir akan hari esok!”, cetus saya meminta dukungan dari ibu mertua saya. ”Memangnya apa yang sangat ingin kamu capai? Apa kamu tidak jadi pusing kalau memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi?”, katanya malah balik bertanya kepada saya. ”Saya bukan khawatir mam..., hanya ingin lebih bersiap menghadapi hari esok. Itu saja kok.”, jawab saya memberi alasan. ”Kami sebagai orang tua sudah lebih dahulu melalui masa-masa seperti kalian. Tidak ada yang dapat membuat segalanya menjadi lebih baik dengan menjadi khawatir menghadapi hari esok. Jadi, jalani saja semua yang ada sambil berserah dan tekun bekerja, itulah yang terbaik...”, jawabnya sambil tertawa pelan berusaha mencairkan suasana. Karena belum puas dengan pendapat mertua, ketika giliran orangtua saya yang datang berkunjung, saya ceritakan apa yang saya pikirkan. Ternyata yang saya dapat jauh dari yang diharapkan. Bukannya mendapat dukungan, justru sebaliknya, mereka malah khawatir dengan sikap saya. ”Sebagai seorang pemimpin rumah tangga kamu harus bijak mengatur cara berpikir, agar segala sesuatu berjalan dengan baik. Mempersiapkan masa depan boleh, tetapi tidak perlu berlebihan. Kamu nanti malahan jadi sakit !”, demikian kata kedua orang tua saya. Saya pun mulai mencoba memahaminya.

Ayat renungan kita pagi ini mengajak kita untuk menghitung hari-hari kita, maka kita akan menjadi bijaksana. Adalah hal yang wajar bagi semua orang untuk membuat rencana untuk apa yang terjadi di masa depan. Rencana akan membuat kita lebih bergiat dalam mencapai satu tujuan. Namun dengan berjalannya waktu terkadang apa yang sudah kita rencanakan tidak dapat kita wujudkan. Ini membuat kita menjadi khawatir. Kita terus berusaha membuat rencana-rencana untuk memastikan semua berhasil. Kekhawatiran kita akan semakin bertambah dari hari ke hari. Kita diajak untuk menghitung hari-hari, menghitung berkat-berkat Tuhan bagi kita setiap hari. Kita akan melihat bahwa banyak yang terjadi pada diri kita bukan semata-mata karena rencana yang kita buat, melainkan kita peroleh karena kasih Tuhan pada kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Kita diajak untuk melihat berkat-berkat Tuhan, mensyukurinya dan bergembira dalam kehidupan ini. Sementara kita membuat rencana kehidupan kita, marilah kita datang pada Tuhan dan menyerahkan semua rencana hati kita kepadaNya. Tuhan akan membuat rencana kita menjadi indah.

Have a wonderful day !

Bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat anda.