Saturday, October 31, 2009

Sang Perwira

Tepat jam 19:30, Ibu Dahlia Hutauruk sebagai pemimpin acara menyapa jemaat yang hadir pada Kebaktian Rabu Malam tanggal 28 Oktober 2009. Setelah doa dalam hati, jemaat diundang untuk menyanyikan lagu pembukaan dari Lagu Sion nomor 183, ”Inilah Jamku Berdoa”, dilanjutkan dengan doa pembukaan yang dilayangkan oleh Ibu Adeline Pandiangan. Lagu pujian istimewa dibawakan oleh kelompok UKSS Kemang Pratama 1,3 dan Rawalumbu dengan judul ”Kudengar Suara Gembala”. Renungan pada malam ini dibawakan oleh Ibu Yunita Wuisan yang diambil dari buku Kerinduan Segala Zaman pasal 32 berjudul ”Sang Perwira”. Dalam pembahasan pada pasal ini, ada kisah tentang seorang perwira yang hambanya disembuhkan oleh Yesus dan kisah seorang janda yang anaknya dibangkitkan oleh Yesus.

Yesus banyak mengadakan pelayanan di daerah Kapernaum. Daerah ini merupakan daerah nelayan, dekat dengan danau Galilea. Di daerah ini, Yesus banyak mengadakan mujizat dan ini terdengar oleh seorang perwira kerajaan Roma yang mempunyai seorang hamba yang sedang sakit keras dan hampir mati. Biasanya, seorang hamba merupakan seorang yang rendah, yang tidak dipandang mata oleh majikannya. Pada jaman itu, majikan dapat melakukan aja saja kepada hambanya. Seorang hamba, nasibnya tidak lebih dari seekor hewan. Diperlakukan kasar, kejam dan bengis. Tidak ada hubungan yang baik disana. Namun, pada cerita itu, kita dapati hubungan yang lain antara majikan dan hambanya. Sang Perwira, yang menurut salah satu referensi, membawahi paling sedikit 100 orang prajurit, mempunyai hubungan yang baik dengan hambanya. Dia mengasihi hambanya. Perwira ini merasa hambanya ini adalah seorang yang berharga, sehingga pada saat hambanya ini sakit, sang perwira mau untuk melakukan sesuatu agar sang hamba menjadi sembuh. Perwira ini pernah mendengar bahwa Yesus dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Oleh sebab itu, sang perwira itu yakin, bahwa Yesus tentu sanggup menyembuhkan hambanya. Oleh sebab itu, ia memohon kepada tua-tua masyarakat Yahudi untuk mengundang Yesus datang ke rumahnya dan menyembuhkan hambanya. Satu hal yang menarik, sang perwira yang nota bene adalah seorang yang dianggap kafir, dapat memohon kepada tua-tua orang Yahudi. Ternyata, sang perwira memang mempunyai hubungan yang baik dengan orang-orang Yahudi. Terbukti pada saat para tua-tua itu memohon kepada Yesus, mereka mengatakan: "Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami." (Lukas 7:4-5). Saat Yesus dalam perjalanan ke rumah perwira tersebut, di tengah jalan, sang perwira mengutus sahabatnya untuk mengatakan kepada Yesus, bahwa ia tidak layak menerima Yesus di rumahnya. Namun Yesus meneruskan perjalananNya ke rumah perwira itu. Akhirnya, sang perwira menyambut dan mengatakan: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.". Dan Yesus memuji iman sang perwira tersebut. Dari hal tersebut, kita dapati, bahwa perwira itu merasa tidak layak menerima Yesus. Hambanya seharusnya tidak layak menerima kesembuhan dari Yesus. Dia menganggap kesembuhan yang diberikan oleh Yesus adalah murni kasih karunia dari Yesus. Dia tidak pernah menganggap segala kebaikan yang dia berikan kepada orang-orang Yahudi (membantu membangun rumah ibadat) sebagai satu point kredit yang dapat ditukar dengan berkat dari Yesus. Dia melakukan segala kebaikan bukan untuk mengharapkan balasan, namun oleh sebab ia merasa, bahwa kebaikan yang dilakukannya itu adalah kewajibannya.

Pada kisah yang lain, diceritakan mengenai seorang janda di Nain, yang telah kehilangan harta miliknya yang paling berharga. Anaknya, yang merupakan harta satu-satunya yang paling berharga, telah mati. Dalam iring-iringan jenazah, ibu anak ini tidak mengetahui kedatangan Yesus. Saat itu, Yesus jatuh kasihan dan tergerak kepada ibu janda itu. Ia membangkitkan anak satu-satunya itu. Anak yang menjadi teman dan penghibur janda itu. Hati Yesus yang penuh kasih dan kasihan, adalah hati kelemah-lembutan yang tiada berubah. Kuasa dan kasihNya tidak akan berkurang dengan berlalunya waktu, karena pekerjaanNya tidak pernah berhanti sampai saat ini. KemurahNya terus mengalir kepada mereka yang percaya kepadaNya. Yesus masih tetap seorang Juru Selamat yang hidup. ”Dari kedua kisah ini, kita bisa belajar bagaimana besarnya kasih karunia Tuhan Yesus yang telah diberikan kepada kita. Ini semua bukan karena kebaikan kita, bukan karena pelayanan kita, bukan juga atas kesanggupan kita. Semua ini adalah karena Kasih Karunia.”, kata Ibu Yunita mengakhiri renungan di malam ini.

Memasuki jam kesaksian, Ibu Dahlia menyaksikan manfaat berhubungan baik dengan orang lain. Dengan hanya menawarkan doa bagi orang yang sakit, orang itu kini mau untuk belajar Alkitab. Bahkan, mereka sangat senang sekali dikunjungi dan menawarkan diri untuk ikut dalam pelayanan. Puji Tuhan. Kesaksian kedua disaksikan oleh bapak Dharlen Simanjuntak. Bapak Simanjuntak bersyukur kepada Tuhan atas pemeliharaan Tuhan kepada ibu di kampung. Saat sakit, bapak ini sudah pasrah dan siap untuk menghadapi segala kemungkinan, namun puji Tuhan, ompung kini telah sembuh. Kesaksian selanjutnya dibawakan oleh Pendeta R.Y> Hutauruk sehubungan dengan pendalaman Alkitab yang diadakan di daerah Kemang Pratama. Saat belajar, ternyata ada seorang pendeta lain yang melakukan perdebatan mengenai pelajaran Alkitab yang sedang diberikan. Namun, puji Tuhan, pada saat pembahasan masalah hari Sabat, salah seorang pelajar Alkitab, justru banyak memberikan penjelasan kepada pendeta yang memberikan perdebatan tersebut. Dan kesaksian terakhir dibawakan oleh ibu Syuul Sianturi. Ibu Syuul menyaksikan bahwa masih banyak orang yang belum mengenal kebenaran Advent. Ibu ini banyak bertanya mengenai Advent. Satu ketika, ibu Syuul mengajak ibu ini untuk bergereja, dan dia baru menyadari bahwa Advent itu menggunakan Alkitab yang sama, dan juga menyembah Yesus. Dia sangat suka kebaktian di gereja, khususnya Sekolah Sabat. Dan dia bertanya, ”Kapan ada KKR?”, karena ia rindu untuk mengikuti KKR dan belajar Firman Tuhan. Topik doa meliputi ompung Simanjuntak, dan orang-orang yang sakit lainnya. Keluarga Tarigan yang mau belajar Firman Tuhan, para pelajar alkitab di Kemang Pratama, Family of the Month Keluarga Mulana Simanjuntak, Ibu Dewi, Ibu Rebecca, Bapak Karim dan semua anggota KPA, rencana baptisan di hari Sabat dan lain-lain. Kebaktian ditutup dengan menyanyikan Lagu Sion nomor 172, ”Pada Jamku Berdoa”, kemudian ibu Yunita Wuisan melayangkan doa penutup. Setelah itu, jemaat keluar dengan teratur untuk bersalaman dengan pembawa acara dan pembicara. Puji Tuhan untuk malam persekutuan yang indah !