Pada jaman kita saat ini pun masih ada api asing yang terjadi di dalam perbaktian kita di gereja. Api asing itu adalah :
Oleh karena telah satu minggu tidak bertemu, terkadang hari Sabat digunakan untuk saling bercerita tentang hal-hal yang terjadi sepanjang minggu. Hal ini sering dilakukan sambil menunggu acara perbaktian dimulai. Untuk menghindari hal ini kita dianjurkan untuk bermeditasi sambil menunggu dimulainya acara perbaktian dan menyediakan hati untuk belajar Firman Tuhan. Dan, ingatlah selalu bahwa ada malaikat-malaikat yang hadir di gereja.
2. Mengantuk dan Tidur.
Mungkin saja setelah banyaknya pekerjaan sepanjang 6 hari bekerja membuat segala kelelahan itu bertumpuk pada hari Sabat dan membuat kita menjadi mengantuk bahkan tertidur di gereja. Untuk menghindari hal ini kita dianjurkan untuk selalu berdoa di dalam hati agar kita bisa selalu konsentrasi dan menyediakan hati untuk mendengar Firman Tuhan.
3. Transaksi duniawi di gereja.
Di dalam perbaktian kita sering dihimbau untuk mematikan handphone. Namun terkadang kita membuat handphone kita dalam kondisi standby dengan mode getar, hal ini bisa membuat kita cenderung untuk melihat handphone saat bergetar untuk membaca sms yang masuk. Mungkin saja beritanya berhubungan dengan bisnis yang harus kita beri jawabannya. Tentu saja bilamana kita menjawabnya atau membalas sms, maka kita sudah memikirkan bisnis di hari yang mestinya dikhususkan untuk Tuhan.
4. Anak-anak dalam perbaktian di gereja.
Pendidikan dari Hana kepada Samuel kecil menjadi teladan yang perlu ditiru oleh para orangtua dalam mendidik anak-anak agar bersikap hormat di gereja. Hana sudah memperkenalkan Samuel sejak dia masih kecil kepada bentuk peribadatan di gereja, bahkan oleh karena penurutannya Samuel dikenal banyak orang (1 Samuel 3:20 “Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN.”) Anak-anak perlu belajar untuk mendekati Tuhan dengan pernghormatan dan rasa kagum. Anak-anak belajar bagaimana berperilaku dalam perbaktian, nasihat Ellen G White adalah bukan hanya diajarkan tetapi anak-anak juga diperintahkan untuk melakukannya. Kesalahan yang dilakukan Harun kepada anak-anaknya adalah dia tidak menegur anak-anaknya padahal sudah banyak orang yang menyampaikan perbuatan jahat anak-anaknya.
“Bapa dan ibu apa yang telah engkau lakukan kepada anakmu?”, sebuah pertanyaan bagi sekitar 50 orang yang hadir siang itu disampaikan oleh ayah dari lima orang anak ini. ”Masihkah keluarga renungan pagi bersama?”, tanya Pendeta Situmeang lagi. Socrates pernah mengatakan, “ Seorang anak yang baru lahir bagaikan kertas putih”. Coretan apakah yang sudah kita buat pada kertas putih itu yang akan menjadi ingatan bagi anak-anak kita? Dalam cerita Musa ( Keluaran 3:4-5, Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: "Musa, Musa!" dan ia menjawab: "Ya, Allah." Lalu Ia berfirman: "Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.")
Tanah yang kudus pada jaman kita ini adalah gereja dan rumah tangga. Di dalam keluarga, bapak dan ibu harus saling bekerjasama dan menjaga hubungan antara ayah, ibu dan anak. Dan tentu saja harus melibatkan Allah dalam setiap keputusan bahkan setiap kegiatan yang dilakukan dirumah. Mazmur 127:1, mengatakan “Nyanyian ziarah Salomo. Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Hubungan antara orang tua (ibu) dan anak, disebutkan dalam Mazmur 22:10, “Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku.” Kedekatan ibu dengan anaknya sudah dimulai dari dalam kandungan, dan dilanjutkan pada masa menyusui. Pada waktu menyusui bukan saja anak mendapat makanan yang baik tetapi itu membuka hubungan yang hangat dan intim dengan ibunya.
Tanah yang kudus pada jaman kita ini adalah gereja dan rumah tangga. Di dalam keluarga, bapak dan ibu harus saling bekerjasama dan menjaga hubungan antara ayah, ibu dan anak. Dan tentu saja harus melibatkan Allah dalam setiap keputusan bahkan setiap kegiatan yang dilakukan dirumah. Mazmur 127:1, mengatakan “Nyanyian ziarah Salomo. Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Hubungan antara orang tua (ibu) dan anak, disebutkan dalam Mazmur 22:10, “Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku.” Kedekatan ibu dengan anaknya sudah dimulai dari dalam kandungan, dan dilanjutkan pada masa menyusui. Pada waktu menyusui bukan saja anak mendapat makanan yang baik tetapi itu membuka hubungan yang hangat dan intim dengan ibunya.
Rumah tangga adalah sebuah unit kegiatan untuk menempa anggotanya. Keluarga merupakan lingkaran pertama seorang bayi dimana didalamnya akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kerohanian anak dan di sana anak juga mendapatkan perkembangan karakternya. Dalam keluarga, orangtua memerankan tokoh yang sangat penting karena mereka adalah tokoh utama yang diteladani anak. Oleh karenanya, sesibuk apapun biarlah kita sebagai orangtua selalu menyediakan waktu untuk anak-anak kita. Satu ungkapan yang sering kita dengar adalah, anak yang ribut di rumah = anak yang ribut di gereja. “Apakah perlu tongkat/rotan?”, sebuah pertanyaan lain kembali ditanyakan oleh kakek dari 8 orang cucu ini dan jawabannya adalah “Perlu”. Amsal 22:15 menyebutkan, "Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya." Selanjutnya Amsal 13:24, "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." Penggunaan tongkat/rotan dalam mendidik anak tidak digunakan dengan sembarangan, tetapi gunakan pada waktunya yang berarti tidak digunakan ditengah amarah atau emosi. Jika akan menegur anak, seorang ayah dan ibu harus menunggu sampai tenang dan dapat menguasai diri. Hal ini berguna agar bilamana orangtua menggunakan tongkat untuk menghukum anak maka anak itu melihat bahwa orangtua menderita bila mereka harus memukul.
Pembahasan sore itu sangat menarik sekali sehingga saat dibuka sesi tanya jawab, maka dengan segera banyak tangan-tangan yang terangkat. Pertanyaan pertama dari Bapak Sudianto, “Mengapa anak imam Harun yang sudah menjadi imam bisa juga melakukan perbuatan yang melanggar perintah Allah?”. Pendeta Situmeang menjawab bahwa perbuatan jahat dapat dilakukan oleh siapa saja tidak terkecuali apakah ia anak seorang pendeta ataupun dia adalah seorang pendeta. Dalam cerita anak-anak imam Harun, sebenarnya Harun sudah sering mendapat berita akan perbuatan jahat anak-anaknya, namun dia tidak menegur/ mendisiplin anak-anaknya. Sehingga akhirnya Allah campur tangan untuk memberi disiplin kepada anak-anak Harun. Bapak Agustinus Silalahi tak ketinggalan memberikan pertanyaan, “Saat ini kita sering dihimbau untuk tidak menghukum anak dengan hukuman fisik, bagaimana pandangan Alkitab tentang hal ini?”. Pendeta Situmeang memberi jawaban bahwa kita harus menentukan waktu yang tepat dalam memberikan disiplin sehingga tegoran itu mengena dan anak dapat melihat bahwa orang tua menderita jika harus mendisiplin anaknya dengan hukuman fisik. Orangtua bisaj uga membuat kesepakatan dengan anak atas tindakan apa saja maka anak akan mendapat disiplin secara fisik. Disiplin dibuat oleh karena kita mengasihi anak-anak kiata dan menginginkan mereka menjadi baik.
Sebagai nasehat akhir dari pembahasan seri pertama ini, Pendeta Situmeang kembali mengingatkan kepada semua orangtua agar selalu menyediakan dan memanfaatkan waktu bersama-sama dengan anak-anak. Orang tua dianjurkan untuk membantu anak-anak untuk menemukan Allah sedini mungkin. Bilamana mengadakan perbaktian keluarga, buatlah suasana yang menarik dan nyaman bagi anak-anak dan jangan juga berdoa terlalu panjang. Amsal 22:6 mengingatkan “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. Sebelum memasuki judul pembahasan yang kedua, kwartet Kemang Pratama yang terdiri dari Robert Rihihina, Newin Tambanon, Jamesson Silitonga dan Joy Silaban menyanyikan sebuah lagu dari lagu sion no 206 “Karena Surga Sudahlah Hampir”. Pembahasan seri pertama seminar rumah tangga telah selesai.
Apa yang Pendeta Situmeang bahas dalam sesi kedua seminar rumah tangga di Kemang Pratama ? Jangan anda lewatkan ! Kita ikuti pembahasan seri kedua seminar rumah tangga di halaman website ini besok Rabu !