"Kkrrriiiiinnggg….!!”. Jam sudah menunjukkan pukul 00:55 hari Minggu 18 Oktober 2009 dini hari, ketika telepon di rumah berdering cukup keras. Saya terperanjat, dalam hati bertanya-tanya siapa yang menelepon di tengah malam seperti ini. “Malam pak, maaf mengganggu. Saya mau beritahu bahwa Bapak Pelaupessy telah meninggal dunia. Saat ini kita ada di RS Mitra Keluarga Bekasi Barat…”, terdengar suara Tikno di ujung telepon memberitahu berita yang mengejutkan. “Apa …?? Oh, oke…saya akan hubungi anggota gereja kita yang lain!”, kata saya cepat sambil menutup telepon. Saya ambil buku telepon dan menghubungi anggota-anggota jemaat Kemang Pratama satu per satu. Sambil menghubungi mereka, saya masih tidak percaya dengan berita yang saya dengar. Hari Sabat pagi tadi, Bapak George Pelaupessy masih berada di bangku gereja. Saya kebetulan duduk bersebelahan dengan Bapak dan Ibu Pelaupessy. Seperti biasa kami saling menyapa selamat sabat dan menanyakan kabar kesehatan Bapak George. “Baik…, saya baik-baik saja…”, ucap Bapak George sambil tersenyum lebar seperti biasa. Seluruh rangkaian acara kebaktian sepanjang Sabat diikuti dengan baik oleh Bapak dan Ibu Pelaupessy, termasuk acara potluck siang. Canda, tawa dan sapa Bapak Pelaupessy seperti biasa di dengar oleh anggota jemaat saat menikmati jam makan siang di gereja. Tidak ada yang menyangka, itulah pertemuan terakhir sebelum Bapak Pelaupessy diijinkan Tuhan untuk beristirahat sementara.
Usai mengabarkan berita duka kepada anggota jemaat, saya bergegas mengenakan jaket tipis untuk datang ke rumah sakit bersama Robert Papudi. Menembus malam yang lengang, pikiran saya terbawa ke tiga minggu yang lalu ketika saya dan istri melawat Bapak George di rumah mereka. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit untuk perawatan rutin cuci darah. Memang penyakit ginjal yang diderita Bapak George cukup lama mengharuskan dia menjalani cuci darah yang rutin setiap minggu. Bahkan, saat itu beliau sudah harus menjalani cuci darah dua kali dalam seminggu. Lebih dari tiga jam kami bercakap-cakap dengan akrab, bercerita tentang kehidupan dan keluarga kita masing-masing. Terpancar semangat dari diri Bapak George saat beliau bercerita tentang penyakit yang dia alami, serta harapan-harapan yang dia miliki bersama Ibu. Mengakhiri kunjungan saat itu, kita berdoa bagi kesembuhan Bapak George dan memohon belas kasih Tuhan untuk kesembuhan dan pemenuhan harapan-harapan beliau. Lamunan saya buyar, karena harus mengambil tiket parkir. Tidak terasa, kami sudah tiba di RS Mitra Keluarga Bekasi Barat.
Saya menjumpai Rini Pelapessy dan Richard Pelaupessy yang tengah berada bersama Ibu Syuul Sianturi dan Ibu Lies Purnama di bangku depan kamar jenasah. Duka mendalam dan rasa terkejut dialami oleh mereka berdua. Kami duduk bersama mereka, memberikan kata-kata penghiburan kepada mereka. Ibu Odoria, istri dari Richard, bergabung bersama dengan kedukaan mendalam tidak lama setelah itu. Pendeta R.Y. Hutauruk, Bapak Christian Siboro, Bapak Willy Wuisan, Bapak Marlan Sianturi, Bapak David Tampubolon, Bapak Rizal Maringka, Bapak Joko Prasetyo, Bapak Sontani Purnama turut mendampingi keluarga yang tengah berduka ini. Ibu Corry Pelaupessy sudah diantar kembali pulang oleh Ibu Yunita Wuisan dan Ibu Dahlia Hutauruk untuk bersiap-siap di rumah. Saya mengirimkan berita dukacita ini ke milis-milis yang saya ikuti. Jenasah Bapak Pelaupessy dimandikan dan dipersiapkan untuk masuk ke dalam peti jenasah. Beberapa anggota jemaat turut membantu mengangkat peti ke dalam ambulans yang telah menanti di depan ruang jenasah. Satu per satu mobil meninggalkan halaman rumah sakit menuju rumah duka di Jalan Mimosa 5, Perumahan Century 1, Bekasi Barat.
Usai mengabarkan berita duka kepada anggota jemaat, saya bergegas mengenakan jaket tipis untuk datang ke rumah sakit bersama Robert Papudi. Menembus malam yang lengang, pikiran saya terbawa ke tiga minggu yang lalu ketika saya dan istri melawat Bapak George di rumah mereka. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit untuk perawatan rutin cuci darah. Memang penyakit ginjal yang diderita Bapak George cukup lama mengharuskan dia menjalani cuci darah yang rutin setiap minggu. Bahkan, saat itu beliau sudah harus menjalani cuci darah dua kali dalam seminggu. Lebih dari tiga jam kami bercakap-cakap dengan akrab, bercerita tentang kehidupan dan keluarga kita masing-masing. Terpancar semangat dari diri Bapak George saat beliau bercerita tentang penyakit yang dia alami, serta harapan-harapan yang dia miliki bersama Ibu. Mengakhiri kunjungan saat itu, kita berdoa bagi kesembuhan Bapak George dan memohon belas kasih Tuhan untuk kesembuhan dan pemenuhan harapan-harapan beliau. Lamunan saya buyar, karena harus mengambil tiket parkir. Tidak terasa, kami sudah tiba di RS Mitra Keluarga Bekasi Barat.
Saya menjumpai Rini Pelapessy dan Richard Pelaupessy yang tengah berada bersama Ibu Syuul Sianturi dan Ibu Lies Purnama di bangku depan kamar jenasah. Duka mendalam dan rasa terkejut dialami oleh mereka berdua. Kami duduk bersama mereka, memberikan kata-kata penghiburan kepada mereka. Ibu Odoria, istri dari Richard, bergabung bersama dengan kedukaan mendalam tidak lama setelah itu. Pendeta R.Y. Hutauruk, Bapak Christian Siboro, Bapak Willy Wuisan, Bapak Marlan Sianturi, Bapak David Tampubolon, Bapak Rizal Maringka, Bapak Joko Prasetyo, Bapak Sontani Purnama turut mendampingi keluarga yang tengah berduka ini. Ibu Corry Pelaupessy sudah diantar kembali pulang oleh Ibu Yunita Wuisan dan Ibu Dahlia Hutauruk untuk bersiap-siap di rumah. Saya mengirimkan berita dukacita ini ke milis-milis yang saya ikuti. Jenasah Bapak Pelaupessy dimandikan dan dipersiapkan untuk masuk ke dalam peti jenasah. Beberapa anggota jemaat turut membantu mengangkat peti ke dalam ambulans yang telah menanti di depan ruang jenasah. Satu per satu mobil meninggalkan halaman rumah sakit menuju rumah duka di Jalan Mimosa 5, Perumahan Century 1, Bekasi Barat.