Saturday, October 24, 2009

Malam Penghiburan Untuk Keluarga Pelaupessy

Kebaktian Rabu Malam tanggal 21 Oktober 2009 ini agak berbeda dibandingkan kebaktian pada hari Rabu biasanya. Malam ini jemaat Kemang Pratama mengadakan acara penghiburan bagi keluarga almarhum George Pelaupessy. Sejak pukul 19:00, anggota jemaat mulai hadir di gereja, diikuti oleh keluarga almarhum. Tepat pada pukul 19:30, Bapak Wilson Tobing membuka acara penghiburan dengan mengundang semua yang hadir untuk menyanyikan Lagu Sion nomor 103, “Jalan Serta Yesus”. Doa pembukaan dilayangkan oleh Pdtm. Jehezkiel Sababalat. Sebuah lagu istimewa yang berjudul “Muka Dengan Muka” dinyanyikan dengan merdu oleh paduan suara bapak-bapak. Lagu ini merupakan pengharapan kita untuk dapat berjumpa dengan Yesus. Setelah itu, Bapak Saut Ringoringo diberikan kesempatan untuk membacakan riwayat almarhum.

“Kejadian ini seperti mimpi. Pada hari Sabat almarhum terlihat dalam keadaan sehat. Beliau masih datang ke gereja, duduk di barisan bangku belakang dan aktif dalam mendiskusikan pelajaran Sekolah Sabat. Bahkan Bapak George masih mengikuti acara potluck di siang harinya. Namun pada malam harinya, Tuhan berkehendak lain. Tuhan mengijinkan Bapak Georg untuk beristirahat dari jerih payahnya untuk menantikan pagi yang cerah.”, ucap Pendeta Hutauruk mengawali renungan malam ini. Pendeta Hutauruk mengutip Ibrani 6:17-19, “Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah, supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir”. “Pengharapan itu adalah sauh yang kuat. Bila kita menegok ke belakang, mengingat masa lalu, maka kesedihan akan bertambah. Bahkan, semakin kita mencoba untuk melupakan, yang terjadi adalah kenangan-kenangan itu akan terus ada. Itulah yang dapat membawa kesedihan kepada kita yang ditinggalkan.”, jelas Pendeta Hutauruk.

“Namun, kita diberikan janji dari Allah yang tidak mungkin berdusta. Pengharapan juga adalah perlindungan. Sama seperti kapal yang menggunakan sauhnya agar aman dari gelombang, maka sauh yang kuat itu, yaitu pengharapan, akan memberikan perlindungan kepada kita. Harta yang terbesar yang dapat kita miliki adalah pengharapan kepada Allah.”, ucap Pendeta Hutauruk. “ Sebagai manusia, kita mempunyai keterbatasan. Semua orang akan mengalami kematian. Kita tidak akan dapat menghadangnya. Oleh sebab itu, dengan berharap kepada Tuhan, itu akan memberdayakan iman kita. Pengharapan itu adalah pengharapan untuk bertemu dengan opa, daddy, saudara George Pelaupessy. Bagi kita, kematian sama seperti tidur, hanya sama tidak ada mimpi disana. Tuhan berjanji, kita akan dipertemukan dan diperbaharui, bahkan disempurnakan. Tidak akan ada lagi keluhan, rasa nyeri, dan kesedihan.”, lanjut Pendeta Hutauruk lagi.

“Kita bersyukur pada Tuhan, karena Tuhan kita Yesus Kristus, turut merasakan dukacita kita. Allah Mendengarkan jeritan hati dan doa kita yang sungguh-sungguh. Dia turut merasakan duka kita. Allah tidak akan membiarkan kita sendirian. Malaikat-malaikat turun-naik dari sorga untuk menghibur kita. Biarlah kita pegang pengharapan itu sebagai sauh. Selalu mengingat dan berdoa agar kita kuat dan tetap setia untuk pengharapan bertemu dengan opa yang kita kasihi.”, seru Pendeta Hutauruk mengajak anggota keluarga Pelaupessy dan yang hadir untuk tetap setia. Pendeta juga menceritakan mengenai seorang anak kecil yang menghadiri pemakaman ayahnya. Setelah kebaikan-kebaikan ayahnya diutarakan banyak orang, dan ketika peti jenazah akan ditutup, anak tersebut berkata: “Selamat malam, ayah”. Anak itu tidak mengatakan selamat tinggal karena dia percaya akan pengharapan untuk bertemu. Ada satu pengharapan. Satu sauh yang kuat, yang memotiasi orang yang percaya. Alkitab mengatakan dalam Amsal 13:12, “Harapan yang tertunda menyedihkan hati, tetapi keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan.”. Jadi bila kita menolak pengharapan, berarti kita tidak punya penghargaan dan kita akan kehilangan harapan.

“Bapak George berharap agar keluarga senantiasa saling menguatkan, bersatu dalam kasih, dan setia kepada Yesus senantiasa. Adalah satu kekecewaan besar bilamana ada yang tidak tertulis dalam kitab kehidupan. Semua orang tua ingin anaknya hidup dalam kebenaran hingga Yesus datang.”, ucap Pendeta Hutauruk. Lebih lanjut, Pendeta Hutauruk mengatakan bahwa pengharapan selalu tersedia setiap saat kapanpun keputusan itu diambil (Roma 8:24-28). Kita diselamatkan oleh pengharapan . Pengharapan yang bukan dapat dilihat sekarang, namun pengharapan yang akan ada pada saat Yesus datang. Seringkali kita tidak mengerti tentang kehidupan ini. Kita hanya mampu memandang sebatas panjang jalan, namun Allah melihat jauh untuk kebaikan kita. Marilah kita tetap teguh memegang pengharapan itu, sehingga pengharapan itu tidak menjadi sia-sia. Pengharapan itu dapat menjadi obat dan motivasi bagi kita, karena pengharapan itu dijanjikan oleh Allah yang tidak mungkin berdusta. “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." Wahyu 21:4.

Di akhir renungan, Pendeta Hutauruk secara khusus mengingatkan Ibu Corry Pelaupessy, bahwa Allah adalah sahabat kita. Bilamana biasanya Bapak George selalu menjadi teman bicara, saat ini bila anak-anak dan cucu tidak ada, Ibu Corry tidak mempunyai teman berbicara. “Di saat seperti itu, Ibu Corry dapat berbicara kepada Allah. Dia adalah sabahat kita. Allah akan menguatkan dan menghibur kita.”, ajak Pendeta Hutauruk kepada Ibu Corry. Pendeta Hutaruk menutup renungannya dengan doa agar keluarga Pelaupessy – Kountur diberikan kekuatan dan kesetian dalam pengharapan. Lagu penutup “Ingatkanlah Nama Yesus” dinyanyikan oleh semua jemaat dan doa penutup dilayangkan oleh Bapak Willy Wuisan.

Bapak Christian Siboro mewakili jemaat Kemang Pratama memberikan sambutannya, diikuti dengan pemberian tanda kasih jemaat yang diwakili oleh Ibu Ully Tambunan kepada Ibu Corry. Sebagai sambutan atas tanda kasih itu, Ibu Corry mewakili keluarga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan baik moril maupun materil yang diberikan oleh semua anggota gereja. Ibu Corry juga berpesan kepada anak-anak yaitu Richard, Rina, Rini dan Eva, serta anak menantunya semua, agar mereka setia kepada Tuhan, bergandengan tangan, saling mengasihi dan menunggu saat kedatangan Yesus kedua kali dengan setia.

Setelah bersalaman dengan keluarga Pelaupessy semua yang hadir diundang untuk menikmati makan malam yang telah disediakan oleh ibu-ibu di jemaat Kemang Pratama. Doa makan dilayangkan oleh Jamesson Silitonga. Keluarga yang berduka dipersilahkan untuk mengambil makan terlebih dahulu. Kesempatan makan malam dipakai untuk berbincang satu dengan yang lain, khususnya kepada anggota keluarga Pelaupessy. Memberikan dorongan semangat kepada mereka, menyampaikan kata-kata yang menguatkan bagi mereka. Rangkaian acara berakhir hampir menjelang pukul 22:00 malam. Semua pulang penuh dengan sukacita pengharapan dari Tuhan.