Sesi tanya jawab diawali dari pertanyaan yang dilontarkan oleh bapak Ramlan Sormin yang tertarik dengan uangkapan “parent community”, apakah ada komunitas seperti itu di Indonesia? Menurut ibu Pamela, parent community belum ada di Indonesia. Sebenarnya ibu Pamela berkeinginan untuk membuat komunitas ini dan gereja Kemang Pratama ditantang untuk dapat parent community ini, pesannya adalah bahwa orang yang akan memimpin komunitas ini adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan psikologi dan haruslah seorang yang beragama Kristen dan mengerti prinsip-prinsip pendidikan Kristen yang benar.
Bapak Erhart Tobing merasa heran dengan anak-anak sekarang ini. Jika dulu ia selalu duduk bersama dengan orangtua dan saudara-saudaranya di dalam gereja, saat ini ia merasa kesulitan untuk mengajak keponakannya untuk duduk bersama karena merasa bahwa teman-temannya juga tidak duduk bersama orangtua mereka. Ibu Pamela menegaskan bahwa “prinsip-prinsip harus diajarkan dari rumah, maka ditempat manapun nantinya anak-anak berada maka ia akan tetap menerapkan prinsip-prinsip yang sudah diajarkan dirumah. Untuk masalah duduk bersama orangtua mungkin gereja bisa menerapkannya sebagai suatu peraturan dalam tata cara perbaktian digereja. Beberapa gereja ada yang sudah melakukannya. Jika gereja tidak menerapkan peraturan itu, solusi yang terbaik adalah dengan mengajak teman anak kita untuk ikut duduk bersama-sama.”
Bapak Munas Tambunan tak ketinggalan untuk ikut bertanya,” Anak-anak saat ini terlihat begitu sibuk, mulai dari pagi-pagi sekali sudah berangkat ke sekolah, kemudian mengerjakan tugas dan les sehingga terlihat sangat lelah akhirnya orangtua tidak lagi memberinya tanggungjawab untuk mengerjakan pekerjaan dirumah sebagai salah satu cara melatih anak-anak bertanggungjawab, apa solusinya?”. “Solusi yang paling tepat untuk kasus ini adalah pindah rumah ke lokasi yang dekat dengan sekolah sehingga masih ada waktu bagi anak-anak untuk belajar mengerjakan pekerjaan dirumah. Yang kedua adalah dengan membicarakan kembali tentang jadwal kegiatan agar dapat diatur dengan lebih baik”, demikian jawaban ibu Pamela.
Bapak Agustinus Silalahi yang memiliki anak-anak perempuan yang sudah memasuki usia remaja menanyakan,” Apakah perlu bagi orangtua untuk menentukan usia yang tepat bagi anak-anak untuk dapat berpacaran?” . “Jatuh cinta datangnya bisa tiba-tiba”, jawab ibu Pamela. “sebagai orangtua, kita memang harus menentukan waktunya dan memberikan pengertian yang baik mengapa waktu itu adalah yang terbaik dan menjelaskan bahwa pasangan hidup kita menentukan kebahagiaan dimasa yang akan datang, juga jelaskan bahwa berpacaran diusia yang masih labil dapat berbahaya dari segi biologis dan psikologis”. Dari pengalamannya ibu Pamela pernah juga menentukan waktu bagi putrinya untuk berpacaran yaitu diusia 19 tahun.
Pertanyaan-pertanyaan yang lain juga disampaikan oleh Ibu Dahlia Hutauruk dan Bapak Rizal Maringka. Pesan terakhir yang disampaikan oleh ibu Pamela adalah agar ibu dan bapa menetapkan suatu prinsip yang sama dalam mendidik anak dan biarkan anak-anak belajar untuk mengungkapkan keinginannya dan melatih mereka membuat keputusan-keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan yang sudah mereka buat. Biasakan untuk menceritakan tokoh-tokoh dalam Alkitab dengan cara yang menarik sehingga anak-anak akan memiliki pahlawan mereka dari tokoh-tokoh Alkitab bukan dari film-film ditelevisi.
Acara diakhiri pada pukul 11.45. Doa berkat bagi keluarga Lukas dilayangkan oleh Pendeta R.Y. Hutauruk. Ucapan terima kasih mewakili gereja disampaikan oleh Bapak Wili Wuisan. Lagu “Betapalah Eloknya di Rumah Tangga” menjadi lagu penutup dan doa tutup dilayangkan oleh Bapak Wilson Tobing. Seperti biasa, ibu-ibu sudah menyediakan makanan ringan untuk disantap bersama namun sebelumnya didoakan oleh Ibu Dahlia Hutauruk. Semoga acara yang sudah diadakan oleh departemen Rumah Tangga ini bisa bermanfaat bagi seluruh orangtua dalam mempersiapkan anak-anak untuk menerima kehidupan kekal.