Pada suatu hari ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan menjadi seorang misionaris dalam bidang kesehatan. Kebetulan, satu tim misionaris datang ke daerah dimana ia tinggal, mereka memberi informasi kepadanya. Ia pun menyiapkan segala sesuatunya untuk berangkat ke Amerika mengikuti pelatihan untuk menjadi misionaris kesehatan, namun semua jalan yang ia coba tertutup rapat. Apalagi setelah ayahnya yang disyanginya meninggal dunia, banyak sekali masalah yang timbul. Akhirnya ia berdoa kepada Tuhan, bahwa bila Tuhan memang berkehendak ia menjadi missionaris kesehatan, maka tunjukkan jalan kepadanya, karena ia merasa sudah banyak mencoba, namun semua pintu kelihatan tertutup.
Setelah ia keluar dari perusahaan dimana ia bekerja ternyata ada banyak tawaran pekerjaan yang menunggunya, diantaranya sebagai seorang manajer, guru, dan lain-lain. Hatinya merasa tersentak dan teringat kembali kepada cita-citanya dulu yang ingin menjadi guru, namun karena ia memikirkan segi finasial dari kehidupan guru, ia pun mengurungkan niatnya dan mencari pekerjaan yang menghasilkan uang.
Akhirnya ia pun memutuskan untuk menerima tawaran menjadi seorang guru. Hari pertama ia menjadi seorang guru, ia merasa sangat nervous, walaupun yang di hadapi hanya anak-anak. Ia berpendapat bahwa anak-anak sangat suka meperhatikan gerak- gerik orang-orang yang dihadapinya dan apa saja yang orang- orang tersebut bicarakan apakah sesuai dengan tingkah laku mereka. Jadi anak- anak bertumbuh dengan tingkah laku orang- orang di sekitar mereka. Oleh karena itu para orangtua harus hati-hati dalam bertindak dan berperilaku karena anak- anak mudah meniru sesuatu, anak-anak sangat mencerminkan tindakan orangtua mereka.
Irene Tarigan mengajar sebagai guru kurang lebih dua tahun, sampai suatu hari akhirnya ia mendapat jalan yang baik untuk pergi ke Amerika mengikuti pelatihan misionaris kesehatan.
Ia mengatakan bahwa Tuhanlah yang mengetahui yang terbaik bagi kita, dan Ia selalu menjaga dan membimbing kita.
Irene menceritakan tentang pengalamannya saat berbicara di sekolah berasrama di Manado. Suatu hari ada beberapa anak gadis yang datang ke tempat ia menginap, mereka ingin konseling, karena ia merasa capek seharian telah membawakan banyak pelajaran, ia menyuruh anak- anak gadis tersebut pulang dan dapat kembali lagi nanti karena ia ingin beristirahat. Namun anak gadis tersebut tidak kembali lagi. Dari hal ini ia pun menyimpulkan bahwa kita tidak boleh mementingkan diri kita sendiri, masih banyak orang yang membutuhkan kita untuk menolong dan membuat mereka mengenal Yesus. Seperti saat kematian Yohanes, gantinya bersekutu bersama murid- murid Yohanes untuk saling menghibur atas peristiwa duka yang dialami, Yesus berkumpul bersama orang- orang banyak, mengajar mereka, menyembuhkan mereka, dan berbuat hal- hal baik (Markus 6: 14-29). Kita harus peka akan kebutuhan orang- orang di sekitar kita, karena mereka juga memiliki hak yang sama untuk selamat dan mengenal Yesus. Jika kita tidak memberitahu mereka, sama saja kita merampas hak mereka untuk mengenal Yesus dan selamat. Mengakhiri kesaksian yang baik Irene mengajak kita untuk menginjil, karena Yesus pasti segera akan datang.
Renungan tutup sabat dibawakan oleh Pdt. R.Y. Hutauruk yang mengajak kita untuk menginjil dengan berdoa sungguh- sungguh kepada Tuhan, karena tugas kita hanya menabur, dan Roh Kuduslah yang akan menyakinkan orang- orang yang dalam proses mengenal Tuhan. Mungkin kita tidak dapat menginjil di tempat- tempat yang jauh, namun kita dapat menginjil dengan menjadi terang di lingkungan masing-masing. Bila kita pelajar kita dapat menjadi terang di sekolah, bila kita bekerja kita dapat menjadi terang di kantor. Pendeta Hutauruk mengajak kita untuk berlomba-lomba membawa jiwa bagi Kristus dan menyelamatkan yang hilang. Firman yang keluar, tidak akan sia-sia (Yesaya 55 : 11). Setelah doa tutup sabat, semua membentuk lingkaran besar dan mengucapkan “Selamat minggu bekerja!”.