Matius 6:27 “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”
Saat itu sudah menjelang akhir masa kuliah di Bandung. Waktu saya bangun pagi, ada sesuatu yang terasa tidak enak di perut yang membuat rasa sangat mual. “Ada apa dengan kamu ? Dari tadi mama lihat kamu sudah beberapa kali ke kamar mandi ?”, tanya ibu saya yang kebetulan sedang datang berkunjung. “Tidak tahu ma…, tiba-tiba saya merasa tidak enak dan mual. Kelihatannya ada yang tidak beres di perut saya.”, kata saya pelan. “Ayo, mama antar kamu ke dokter sekarang ya…”, ujar mama menganjurkan. Kami pergi ke dokter di rumah sakit yang segera melakukan beberapa pemeriksaan di perut. “Wah, ini sudah pasti usus buntu yang infeksi. Sebaiknya harus segera dioperasi.”, kata dokter menyimpulkan penyakit dan tindakan yang harus dilakukan. Saya segera menyetujui anjurannya dan operasi dilakukan. Setelah beberapa hari di rumah sakit, saya kembali ke rumah abang saya untuk beristirahat. “Kamu tahu nggak, kemarin abang dari teman kamu meninggal dunia ! Dia juga baru selesai operasi usus buntu. Bekas jahitannya tidak bisa kering, akhirnya dia meninggal.”, kata abang bercerita. Mendengar cerita itu, saya jadi berpikir terus menerus, apakah saya bisa sembuh total dari luka operasi. Rasa takut ini menguasai pikiran saya hingga berbulan-bulan lamanya. Apalagi terkadang masih terasa gangguan kecil di bagian perut sebelah kanan bawah bekas operasi.
“Nak…, kamu jangan terlalu khawatir. Bekas luka itu sudah sembuh. Beraktifitaslah seperti biasa dan jangan selalu melihat bekas jahitan operasi itu.”, kata ibu saya menghibur di satu pagi. Merasa dikuatkan oleh nasehat ibu, saya mulai mencoba beraktifitas seperti biasa.
Pada suatu pagi sebelum kuliah, saya menyempatkan untuk berjalan pagi. Selesai berjalan pagi, saya menghirup udara dalam-dalam sebelum masuk ke rumah. Tetapi sesampainya di dalam rumah, saya seperti orang yang kehabisan nafas! Nafas saya terasa hanya tinggal di kerongkongan saja. Saya berpikir, saya harus lepas dari tekanan ini. Saya menggerak-gerakkan tangan dan badan di luar rumah. “Tuhan, tolong saya agar lepas dari rasa khawatir ini !”, sambil berdoa di dalam hati, saya berjalan-jalan kembali di depan rumah yang sudah mulai diterangi oleh sinar matahari pagi. Saya mulai merenung, mengapa saya terlalu khawatir dengan bekas jahitan operasi di perut saya. Saya teringat kata-kata ibu, supaya tidak melihat bekas operasi dan jangan khawatir. Perlahan-lahan saya merasa lebih tenang dan dapat bernafas dengan normal kembali. Setelah beristirahat cukup pagi itu, saya pergi kuliah seperti biasa. Puji Tuhan, sejak saat itu kekhawatiran akan bekas jahitan sudah tidak mengganggu pikiran saya lagi.
Ayat renungan kita pagi ini menasehati agar kita jangan khawatir, karena kekhawatiran kita tidak akan menambah sehasta pun jalan kehidupan kita. Manusia sering dihinggapi oleh rasa khawatir. Ada kekhawatiran akan masalah yang besar, ada juga kekhawatiran akan masalah yang kecil. Terkadang, ada rasa khawatir yang sesungguhnya belum terjadi, namun sedemikian menguasai jalan pikiran kita, sehingga sepertinya hal itu sudah benar-benar terjadi. Kekhawatiran tidak akan melepaskan kita dari masalah. Sebaliknya, kekhawatiran akan menambah beban dan menghimpit pikiran kita. Pikiran yang terbebani oleh khawatir akan sulit untuk berpikir dengan jernih untuk membedakan apakah sesuatu yang kita hadapi benar-benar masalah, atau hanya sekedar ketakutan. Pikiran yang digantungi oleh kekhawatiran, akan sulit untuk mencari jalan keluar dari satu masalah. Sungguh tepat yang dinasehatkan oleh Yesus pagi ini, kekhawatiran tidak akan membantu kita sama sekali. Undanglah Tuhan untuk melepaskan kekhawatiran kita setiap hari, agar kita dapat berpikir jernih dalam setiap masalah yang kita hadapi setiap hari. Kita tidak perlu khawatir !
Have a nice day !
Bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat-sahabat anda dengan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.