Galatia 5 : 1 “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.”
Sebetulnya sudah lama sekali saya ingin melihat secara langsung upacara perayaan 17 Agustus di Istana Negara. Kebetulan saya mempunyai teman yang kini telah terpilih menjadi anggota legislatif, sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk diundang hadir pada acara tersebut setiap tahun. “Aku kebetulan harus tugas keluar, sehingga kami tidak bisa hadir di Istana Negara untuk upacara 17 Agustus kali ini. Aku ingat kamu dulu pernah bilang ingin mengikuti upacara di istana…, ini undangannya aku kirim yaa…”, kata teman saya di telepon pada satu pagi. “You’re my best friend deh…!!”, kata saya sambil tertawa. “Ah gombal…! Bisanya memuji kalau lagi ada maunya kan… ha..ha..ha..”, dia balik tertawa menanggapi candaan saya. Saat undangan saya terima, di situ tertulis berlaku untuk 2 orang dewasa. Berarti kami tidak bisa membawa anak-anak untuk turut bersama kami. “Mengenakan kebaya serta pakaian batik”, demikianlah tata tertib pakaian yang ditentukan. Pagi hari tanggal 17 Agustus, kami melaju menuju ke Istana Negara. Setiba di sana, kami mencari-cari tempat untuk memarkir mobil sambil bertanya kepada petugas polisi yang sudah banyak berdiri di luar halaman istana. “Kode parkir ini ada di sebelah sana pak…!”, kata petugas polisi dengan sigap dan ramah menunjukkan arah tujuan kami. Setelah lumayan lama mencari, akhirnya kami menemukan tempat untuk memarkir mobil. Dari tempat parkir kami harus berjalan lumayan jauh ke tempat upacara dilaksanakan. “Walah-walah pa…, busana kebaya begini harus jalan lumayan jauh ya… Pulang-pulang pasti encok deh…”, kata saya tersenyum kecut. “Ya sudahlah…, mama enjoy saja… Katanya mau merasakan detik-detik proklamasi di istana…”, suami saya menghibur.
Setelah melewati serangkaian pemeriksaan yang lumayan ketat, kami akhirnya tiba di lokasi yang telah ditentukan bersama dengan para undangan lainnya, di sisi sebelah kanan mimbar acara dan menghadap ke tiang bendera utama. “Suasananya terasa beda yaa…apalagi mendengar lagu-lagu perjuangan yang dinyanyikan oleh paduan suara dan musik korps militer yang berdentam, seakan kita dibawa kembali ke jaman perjuangan ya ma…”, kata suami setengah berbisik kepada saya. Maklumlah suara terpaksa lebih pelan dari biasanya karena suasana memang begitu tenang. “Papa lihat deh di samping sebelah kanan sana duduk pejabat militer dan di jajaran paling depan ada tokoh-tokoh penting. ”, kata saya memberitahu suami. “Wah cuma papa yang enggak pakai seragam dan tongkat nih…”, suami saya bercanda karena kami memang duduk di jajaran militer. Tidak lama kemudian, acara pun dimulai. Kami mengikuti dengan tekun seluruh rangkaian acara yang berjalan tertib dan khusuk. Saya sangat terkesan ketika tiba giliran mengheningkan cipta, apalagi diiringi dengan lagu pahlawan, semangat nasionalisme spontan terasa mengisi udara halaman istana. Terbayang wajah-wajah para pejuang kemerdekaan kala itu, bagaimana mereka berjuang dan menyerahkan jiwa-raga mereka demi terciptanya kemerdekaan ini. Nikmatnya udara kemerdekaan yang kita hirup saat ini, adalah karena pengorbanan tulus dari para pahlawan yang rela memberikan nyawa mereka demi satu harga diri bangsa, yang ingin lepas dari belenggu penjajahan, dan merdeka untuk satu kehidupan terhormat dan lebih baik. Kehidupan yang bebas, lepas dan merdeka. Tanpa terasa hati ini penuh dengan rasa haru yang tidak dapat tertahankan.
Ayat renungan kita pada hari ini mengatakan bahwa Kristus telah memerdekakan kita dari dosa, karena itu kita harus berdiri teguh dan jangan mau diperhamba lagi oleh dosa. Pada hari ini di tanggal 17 Agustus, kita sebagai bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan bangsa kita. Para pahlawan yang telah gugur di medan peperangan, menyerahkan jiwa –raga memiliki peran utama dalam melepaskan kita dari belenggu penjajahan dan memberikan kita kemerdekaan. Kita bersyukur telah menghirup kemerdekaan bangsa selama 64 tahun. Sekitar 2000 tahun yang lalu, Yesus Kristus telah menyerahkan diri-Nya mati di kayu salib, agar kita dapat lepas dari belenggu dosa dan menghirup kemerdekaan rohani. Kematian kekal bukan milik kita lagi. Kita sudah lepas dari belenggu dosa. Kita gunakan kemerdekaan rohani ini dengan sebaik-baiknya, agar kita jangan lagi tertawan oleh dosa. Kita jangan lagi jatuh dalam dosa dan belenggu setan yang setiap hari masih menghadang. Kita lepaskan kelemahan-kelemahan kita yang masih suka membelenggu jalan kehidupan kita. Kita berjalan bersama Yesus setiap hari, mengisi kemerdekaan rohani yang telah kita peroleh dengan sukacita yang berasal dari Yesus. Mari kita isi kemerdekaan rohani kita dengan bergantung penuh pada Yesus dan menikmati sukacita setiap hari !
Salam Merdekaaa... !!