Sudah 12 tahun saya tidak pulang kampung. Perasaan gembira hingga penasaran bercampur menjadi satu ketika kami sekeluarga memutuskan untuk berlibur ke kampung saya. Terbayang sudah apa saja yang akan saya lakukan nanti. “Eh lihat deh, mama kelihatan senang sekali ya bisa pulang kampung…!”, goda anak-anak. “Oh iya…, nanti mama tunjukkan sekolah mama ketika masih kecil dulu ya…”, jawab saya sambil tersenyum lebar. “Pasti jadul habis deh…!”, kata si kakak ikut menimpali. “Liburan kali ini akan kita lalui dengan menggunakan mobil, kapal laut dan kereta api.”, jelas suami kepada anak-anak tentang rencana perjalanan ke kampung. “Wow…! Asyiik…! Setuju banget pa…!!”, jawab mereka bertiga serentak. “Seru dong pa…! Kita jadi punya cerita baru…!”, kata si kakak dengan semangat. “Yang penting kita bisa melihat kampung halaman mama dan makan pempek sepuasnya…hehehe…!”, ucap si abang membayangkan makanan khas di sana. Perjalanan kami terasa sangat lancar, hingga saat masuk ke dalam kapal yang membawa kita menyeberang ke Pulau Sumatera. Untuk mengisi waktu suami saya membawa anak-anak melihat keadaan di luar. “Papa, itu kok ada anak-anak yang berenang dan berkumpul di dalam air laut?”, tanya si kecil dengan wajah ingin tahu. “Oh…, itu mereka menunjukkan kebolehan mereka mengejar uang yang dilemparkan penumpang kapal ke laut.”, kata suami saya menjelaskan. “Kasihan ya, apa mereka enggak kedinginan? Lagi pula bisa ketabrak kapal loh!”, kata si abang agak khawatir. “Tidak apa-apa, mereka kan sudah biasa. Mereka sedang membantu orangtua-nya mencari nafkah. Lihat ! Mereka tertawa gembira dan tidak kesal walau uang yang mereka terima tidak seberapa…”, jelas suami saya. “Mereka hebat ya pa, sudah bisa membantu orang tua”, jawab si sulung memuji. Dari raut wajah anak-anak saya melihat bahwa mereka tidak hanya kagum tetapi mereka mendapat pengetahuan baru tentang kehidupan.
Sesuai rencana, kami melanjutkan perjalanan ke kampung halaman istri dengan menggunakan kereta api. “Perjalanan dengan kereta ini memakan waktu 9 jam. Jadi kalian sekarang tidur ya.”, kata saya kepada anak-anak sambil merapatkan selimut mereka. Tepat pukul 21:00 malam kereta api berangkat. Tidak butuh waktu lama untuk membuat mereka tidur lelap. Lewat dari tengah malam masuklah petugas kereta dikawal dua orang polisi lengkap dengan senjata laras panjangnya. Mereka meneliti satu per satu penumpang yang ada. “Wah ada apa ini ? Jangan-jangan ada kejahatan di dalam kereta ini !”, pikir saya dalam hati. “Selamat malam pak!”, tegur suami saya memecah keheningan. “Selamat malam ! Semua baik-baik pak ? Selamat menikmati perjalanan ini!”, jawab komandan polisi tersenyum membuat suasana tegang menjadi cair. “Ooh…, rupanya seperti ini standar keamanan sekarang.”, pikir saya lagi. Lebih dari dua jam berlalu. Saya lihat jam 03:30 dini hari, berarti masih 3 jam lagi kereta tiba di tujuan. Saya mulai tidak kuat menahan kantuk, tetapi justru kini kereta berhenti. Saya tertidur beberapa menit. “Pop mie…! Pop mie…!”, terdengar suara keras mengagetkan dari ujung pintu kereta. “Kopi…! Kopi…! Air teh hangat…!”, suara yang lain menyusul secara bergantian. Saya terbangun. Saya lirik si kecil yang duduk disebelah saya kemudian si kakak dan si abang, ternyata mereka semua sudah terbangun dan terlihat sedang bingung melihat cara pedagang itu menjajakan dagangannya di pagi buta. Anak-anak berbisik bertanya kepada saya dan suami tentang hal ini. Kami menjelaskan bahwa demikianlah cara mereka mencari nafkah. Tidak mengenal waktu dan bergelut dengan bahaya karena mereka harus cepat melompat keluar jika kereta sudah berjalan. Saya melihat anak-anak mendapat pengetahuan berharga dari semua yang mereka lihat dan dengar selama perjalanan ini.
Ayat renungan kita pagi ini mengatakan hati orang berpengertian memperoleh pengetahuan dan telinga orang bijak menuntut pengetahuan. Untuk menjadi bijak, kita perlu banyak mendapat pengetahuan dan belajar tentang yang ada di sekeliling kita. Melalui mata kita bisa melihat bagaimana orang-orang berusaha untuk menafkahi hidup dengan cara mereka masing-masing. Melihat pergumulan dan kesulitan mereka membuat kita lebih memahami tentang kehidupan. Lewat telinga yang kita miliki, kita dapat mendengar semangat pelbagai orang dalam menghadapi tantangan, mengagumi keuletan mereka, dan lebih mengerti tentang orang-orang yang ada di sekeliling kita. Tuhan memberikan kita mata dan telinga untuk menangkap pelajaran kehidupan yang ada di hadapan kita. Mari kita gunakan mata, telinga dan pikiran kita lebih tajam untuk menyerap pengetahuan, pelajaran dan pengertian dari kehidupan di sekeliling kita. Kita minta Tuhan menolong kita untuk bertambah bijak setiap hari dan menggunakan kebijaksanaan untuk menambah satu sukacita di dalam setiap hari baru yang kita hadapi.
Have a wonderful day !
Bagikan Roti Pagi ini kepada teman-teman anda hari ini.