Tidak seperti biasanya, pagi itu saya begitu tergesa-gesa berangkat bekerja. “Huh ... awas kau! Pasti saya akan balas perbuatanmu kemarin. Kamu bicara sembarangan dan mau mempermalukan saya di depan semua peserta rapat. Saya akan ke ruangan dan minta pertanggung-jawaban perbuatanmu!” Demikian saya mengumpat dalam hati dibarengi perasaan jengkel, kesal dan hati yang panas serta tidak sabar untuk bertemu dengan kepala bagian salah satu divisi yang pada hari sebelumnya sempat berdebat hebat dengan saya. Demikian semangatnya saya, sampai-sampai saya lupa untuk berdoa saat saya meninggalkan rumah. Saya tiba di kantor sekitar satu jam sebelum jam kerja dimulai. Seperti biasanya saya sempatkan untuk membaca beberapa ayat Alkitab dan kemudian berdoa di dalam ruangan kerja saya. Sementara berdoa, saya mendengar seseorang memasuki ruangan. Ketika saya menyelesaikan doa saya, tampaklah di hadapan saya, rekan kerja saya yang berasal dari denominasi gereja yang berbeda dengan saya. Wajahnya terlihat bahwa dia ingin berbincang dengan saya. Sebelum saya bertanya lebih jauh saya dapati dia telah duduk di hadapan saya sehingga kami pun berjabat tangan. Saat berbincang, dia katakan kepada saya bahwa dia sering memperhatikan saya. Saya terhenyak. Dia juga katakan bagaimana dia bergitu terkesan dengan apa yang saya lakukan setiap pagi yaitu membaca Alkitab dan berdoa sebelum bekerja. Menurutnya, apa yang dia saksikan mengenai saya telah menginspirasi dia untuk dapat dia lakukan juga mulai hari itu.
Sesaat setelah dia meninggalkan ruangan, saya tertegun. Tanpa saya sadari seseorang tengah memperhatikan saya, memperhatikan laku saya, bahkan lebih jauh terinspirasi untuk dapat melakukan hal serupa. Bagaimana mungkin seorang yang rajin berdoa masih memiliki sikap dendam? Bagaimana mungkin seorang yang suka membaca Firman Tuhan masih tetap pemarah dan tidak penyabar? Saya malu dengan diri saya sendiri. Pada kenyataannya, saya bukan pelaku firman yang baik. Segera saya urungkan niat saya untuk melabrak orang yang telah berdebat hebat dengan saya kemarin. Lebih jauh saya tak ingin mengecewakan rekan saya yang lain yang sementara memperhatikan laku saya.
Pernahkah kita menyadari bahwa kehidupan kita sehari-hari telah menolong orang lain untuk menjadi lebih baik? Adakah usaha kita untuk menjadikan hidup kita menjadi teladan bagi orang lain? Ataukah sebaliknya, kehidupan kita dapat melemahkan orang-orang di sekeliling kita? Allah memanggil kita untuk mengikuti teladanNya saat Dia masih di dunia. Kita dihimbau untuk memperbaharui kehidupan kita setiap hari dan meminta tuntunan tanganNya dalam pemenuhan kesempurnaan tabiatNya atas diri kita. Tangan Tuhan akan memampukan setiap orang yang berkomitmen menjadikan kehidupannya untuk menjadi sarana Pekabaran Injil.
Mari kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat kita dengan menggunakan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.