“Syukur kepada Allah karena karuniaNya yang tak terkatakan itu!” 2 Korintus 9:15
Beberapa tahun yang lalu, saya menjadi salah satu rekan kerja di salah satu perusahaan yang dipimpin oleh seorang yang berkebangsaan Amerika, sebutlah namanya “Bob”. Dalam kepemimpinannya sehari-hari, Bob berperilaku bagaikan seorang ayah terhadap anak yang penuh perhatian dan mengayomi, daripada sebagai seorang bos terhadap bawahan. Oleh satu dan berbagai alasan dari pimpinan pusat perusahaan, Bob pun diputuskan pindah ke negara lain. Namun demikian, komunikasi saya dan beberapa teman kerja lainnya kepada Bob tetap terjalin dengan baik walau pun ia telah berpindah tugas beberapa kali ke beberapa negara. Kala itu kami dikejutkan dengan sebuah berita yang tidak menyenangkan yakni Bob terserang penyakit kanker. Saya lebih sering bertelepon kepada Bob pasca berita ia terserang penyakit kanker itu kami terima, dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya untuk memastikan ia baik-baik saja.
Saya dan beberapa teman rindu untuk menjenguknya guna memberi semangat dan kekuatan hidup bagi Bob. Akhirnya saya dan beberapa teman terbang menuju ke negara tempat dimana Bob bermukim tanpa memberitahukan kedatangan kami kepadanya kecuali Ridwan yang kami tugaskan seolah-olah utusan dari perusahaan. Bob memaksakan diri untuk menjemput di lobby apartemennya tatkala Ridwan memberitahu bahwa ia telah tiba di lokasi apartemennya, sementara saya dan kedua teman saya bersembunyi di balik pilar dan pohon Natal yang ada di depan pintu lift, kebetulan saat itu berketepatan dengan bulan Desember. Tak lama berselang, kami mendengar sapaan Bob kepada Ridwan dengan nada agak lemah namun terdengar begitu senang sesaat setelah pintu lift terbuka. “Hi, Ridwan … how are you doing? Thank you for your coming and really appreciated”, sapa Bob kepada teman kami. I feel so grateful today, lanjutnya. Bob pun segera menngajak Ridwan untuk singgah ke apartemennya tatkala lift telah terbuka kembali. Sesuai skenario, Ridwan memanggil, “Ayo, mari keluar!” Serta merta kami pun berhamburan ke luar dan menemui Bob. Sulit menceritakan ekspresi wajah Bob ketika melihat kami keluar dari balik pilar dan pohon Natal. Air mata mengalir di pipi Bob yang tergerus oleh penyakit yang dideritanya, sambil ia pun merangkul kami. Kami pun tak kuasa membendung, air mata bercucuran bagaikan aliran air yang membasahi pipi melihat kondisi Bob yang memprihatinkan. “Surprise, unbelievable, I am shock”, terdengar Bob berulang kali berkata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Honey, rupanya Ridwan tidak datang sendirian, dia datang bersama tiga orang malaikat”, katanya saat memperkenalkan istrinya kepada kami. Sungguh singkat kunjungan ke Bob dibandingkan dengan persiapan dan segala sesuatu yang harus kami bereskan sebelum meninggalkan pekerjaan. Namun ada suatu kebahagiaan luar biasa yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. ”Kasih itu memberi perhatian.” Tak lama setelah kami kembali ke kantor, saya mendapatkan email dari Bob mengatakan sesungguhnya kunjungan kami adalah pernyataan kasih dan kado Natal yang terindah yang pernah dia terima selama hidupnya.
Ayat hari ini mengatakan syukur kepada Allah karena karuniaNya yang tak terkatakan. Bila kita yang jahat, bernoda serta penuh dengan segala kekurangan dan ketamakan, suka memberi hadiah untuk menunjukkan cinta, apalagi Allah yang suci dan sempurna. Dia bisa saja membiarkan dunia ini rata dan kelabu; kita tidak akan tahu perbedaannya, namun Ia tidak melakukannya. Setiap pemberian mengungkapkan kasih Allah. Tetapi tidak ada pemberian yang lebih mengungkapkan kasih daripada pemberian di kayu salib. Pemberian-pemberian itu tiba, bukan dibungkus kertas kado, tetapi dalam penderitaan. Bukan dihiasi pita, tetapi diperciki darah. Marilah kita membuka pemberian-pemberian kasih karunia ini seakan untuk pertama kalinya sambil mendengarkan Dia berbisik: “Aku melakukannya hanya untukmu.”
Selamat memasuki minggu bekerja, Allah menjadi Penopang hidupmu!
Mari kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat kita dengan menggunakan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.