“Aduh, kasihan banget sih emak, aku harus buat apa?”, demikian mbak yang bekerja di rumah kami bergumam. “Kenapa dengan emak, mbak?”, tanyaku kepadanya. “Iya bu. Emak sakit mata dan sekarang sudah buta.”, jawabnya. Sudah tentu kami tersentak mendengar berita itu. “Ya sudah. Coba minta emak supaya diantar ke sini. Siapa tahu masih bisa di tolong.”, suruhku kepada mbak. Akhirnya emak pun dapat tiba di rumah kami di Jakarta dan mendapatkan pemeriksaan dari keluarga yang berprofesi dokter datang dari kota lain yang kebetulan menginap di rumah kami pada hari itu. “Ibu itu terserang katarak yang sudah tebal sekali. Itulah sebabnya ia tidak bisa melihat lagi.”, demikian dokter menerangkan sambil ia menghubungi teman sejawatnya spesialis mata yang berkenan untuk menolong emak ini.
Hari itu tepatnya hari Minggu, saat dimana mata sebelah kiri emak dioperasi dan seminggu setelah itu, mata sebelah kanan emak dijadwalkan untuk dioperasi juga. Minggu berikutnya pun tiba. Sementara menunggu, kami diminta dokter ke ruang operasi. Setibanya di sana, kami melihat dokter sedang menuntun emak keluar dari ruang operasi dan berkomentar, ”Emak batuk-batuk. Kepalanya bergoyang terus. Jadi operasi belum bisa dilakukan. Nanti, kalau sudah sembuh dari batuknya baru kita coba lagi ya. Mungkin minggu depan.”. Hari itu emak pun kami bawa pulang tanpa tindakan apapun. Seminggu kemudian, setelah memastikan sembuh dari batuknya, emak kami bawa kembali untuk operasi yang kedua dan kali ini berhasil. Pasca operasi kami memantau perkembangan penglihatan mata emak. Saya dan suami setiap pulang kerja bergantian mengangkat tangan dan bertanya: “Emak, jari saya ada berapa ya?”. Besoknya saya bertanya: “Emak, saya pakai baju warna apa hari ini?”. Demikian berlanjut hingga hari-hari selanjutnya, berbagai pertanyaan kami ajukan untuk memastikan emak sudah mulai bisa melihat kembali. “Wow, emak sudah bisa melihat lagi! Emak sudah bisa melihat lagi!”, teriak kami setelah melihat penyakit mata emak yang sudah disembuhkan dan siap untuk kembali ke kampung halaman di Sumatera. Emak begitu berterima kasih. Namun kepada emak, kami sampaikan Tuhan yang sungguh ajaib. Tuhanlah yang sudah mengirim dokter-dokter untuk menolong emak. “Emak, di dalam hidup kita banyak kebetulan-kebetulan, tapi bagi Tuhan tidak ada yang kebetulan”, jelasku. Emak mengangguk-angguk tanda setuju. Suatu hari kami mendapat kiriman sebuah tampah dari kampung hasil anyaman emak. Tampah itu bukan lagi sekedar tampah di mata kami.
Ayat kita hari ini mengatakan bahwa mata itu adalah pelita tubuhmu. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu, tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu. Hidup di dalam kasih Allah membutuhkan mata yang baru, bukan hanya melihat dunia dengan segala isinya, namun agar kita dapat melihat bahwa pengalaman hidup kita bukanlah kejadian-kejadian acak, melainkan adalah anugerah yang indah dari Bapa di Surga bagi anak-anak yang dikasihiNya. Mari kita belajar terus menerus melihat anugerah Allah yang bekerja di dalam kehidupan kita, agar kita bisa mengerti rencana Allah yang mulia bagi masing-masing kita agar dapat memuliakan Tuhan. Selamat beraktifitas, Allah menjadi Penolong hidupmu hari ini.
Mari kita bagikan Roti Pagi ini kepada sahabat kita dengan menggunakan tombol "Tell A Friend" di bawah ini.